34. Don't be Selfish to Her

3.2K 495 40
                                    

Devano menghentikan laju mobilnya tiba-tiba. Ia memandang ke arah rumah (Namakamu). Rencananya ia akan mengajak (Namakamu) untuk jalan-jalan siang di hari Sabtu ini, karena katanya gadis itu sedang gabut. Namun sekarang ia malah melihat Iqbaal sedang berdiri di depan rumah (Namakamu), tentunya bersama dengan sang gadis pemilik rumah.

Ia menghela nafas panjang, kemudian meraih ponselnya yang ada di dashboard mobilnya. Ibu jarinya mulai bergerak mencari kontak (Namakamu), kemudian menelponnya. Ia memandang ke arah (Namakamu) yang tampak terkejut dengan suara ponselnya. Gadis itu tampak berpikir sejenak, sebelum akhirnya mengangkat panggilan dari Devano.

'Halo?'

"Di mana?"

'Di rumah. Jadi, kan?'

Hati Devano menghangat saat mengetahui ternyata (Namakamu) masih mengharapkan kedatangannya. Ia tersenyum tipis. "Iya, jadi. Gue udah di deket rumah lo, kok. Coba nengok ke kanan."

Setelah itu, ia melihat (Namakamu) menoleh dan melambaikan tangan dengan senyuman yang merekah. Gadis itu kembali menatap Iqbaal yang menatapnya dengan tatapan penuh tanya. Devano melihat ke arah ponselnya, sambungan telponnya masih tersambung.

'Mending lo pulang. Gue mau keluar sama Devano.'

Hening. Tak lama kemudian, Devano melihat Iqbaal yang tersenyum tipis.

'Oke, have fun! Hati-hati.'

Devano memutuskan sambungan telponnya. Ia menatap (Namakamu) yang kini sedang berlari kecil menuju mobilnya. Tak lama kemudian, gadis itu menyapanya dengan senyuman dan akhirnya duduk di bangku penumpang sebelahnya.

"Udah lama?" Tanya (Namakamu) seraya menutup pintu mobil.

Devano terdiam sejenak, kemudian tersenyum dan menggeleng. "Nggak juga. Ya udah, kita jalan ya." Ucap Devano yang langsung mendapat anggukan antusias dari (Namakamu). Setelahnya, mobil Devano pun melaju menjauh dari rumah (Namakamu).

Iqbaal memandang mobil Devano yang perlahan menjauh. Ternyata seperti ini rasa yang di rasakan oleh (Namakamu) saat melihatnya bersama Zidny dulu. Sakit dan sesak menjadi satu menghujami dadanya. Ia tersenyum. Setidaknya rasa sakitnya ini tidak sepadan dengan apa yang (Namakamu) terima. Dan ia harus terus memperjuangkan segalanya, sebelum apa yang sudah ia sia-sia kan itu benar-benar hilang dari hidupnya.

🍃🍃🍃

(Namakamu) membasahi bibirnya. Sesekali ia melirik ke arah Devano yang tampak fokus pada jalanan yang mereka lalui. Sejak keberangkatan mereka tadi, sama sekali tidak ada percakapan yang mereka lakukan. Bahkan sehak tadi (Namakamu) tampak tidak nyaman dengan situasi hening yang mendadak terasa canggung ini.

Tiba-tiba, Devano terkekeh pelan. Pria itu tetap fokus pada jalanan. Sesaat kemudian, Devano menoleh seraya tersenyum menatap (Namakamu) yang kebingungan. "Kenapa, sih? Dari tadi lo curi-curi pandang mulu ke gue. Gue ganteng, ya?" Devano kembali terkekeh.

"Dih! Pede banget. Gue cuma nggak nyaman kali sama suasana hening kayak gini."

Devano tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk mengacak gemas rambut (Namakamu). "Maaf, gue terlalu fokus sama jalan. Oh ya, enaknya kita ke mana, nih?"

"Kemana, ya? Em... gimana kalo timezone?" (Namakamu) menatap Devano antusias.

"Boleh. Ke timezone, nih?" Tanya Devano untuk memastikan dan langsung mendapat anggukan mantap dari (Namakamu).

𝐊𝐈𝐀𝐌𝐀𝐓 𝐊𝐄𝐂𝐈𝐋 𝐇𝐀𝐓𝐈𝐊𝐔 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang