17. Bukan Untukku

3.9K 524 43
                                    

Iqbaal mengeratkan genggaman tangannya pada tangan (Namakamu). Malam ini, ia memutuskan untuk kembali mengajak (Namakamu) menikmati angin malam. Kali ini, ia mengajak gadis itu untuk jelajah kuliner malam. Karena tadi ia sempat mendengar suara perut lapar (Namakamu).

"Mau makan apa?" Tanya Iqbaal saat mereka sudah berdiri di depan warung-warung makanan.

(Namakamu) menjenjangkan lehernya. Matanya bergerak mengamati satu persatu warung yang berjajar. Tak lama kemudian, (Namakamu) kembali menatap Iqbaal dan langsung mengangkat kedua bahunya tidak tahu.

Iqbaal terkekeh pelan. Ia mengamati warung-warung yang ada di sekitarnya. Kemudian ia kembali menatap (Namakamu). "Siomay mau, nggak?" Tanyanya.

"Mau banget~ di mana warungnya?" (Namakamu) menjenjangkan lehernya.

"Udah ayo jalan dulu."

Iqbaal mendorong bahu (Namakamu) dan mengikuti langkah gadis itu. Gadis itu tampak antusias mengamati jajanan yang ada. Sesekali ia menunjuk sebuah makanan dan menoleh ke arah Iqbaal, seperti sedang meminta. Dan tentunya Iqbaal mengangguk.

Hingga akhirnya Iqbaal mendorong (Namakamu) menuju warung lesehan yang memiliki banyak pengunjung. Iqbaal beralih menggenggam tangan (Namakamu) dan mulai mencari tempat kosong untuk keduanya.

"Tunggu sini bentar. Gue mau pesen dulu." Ucap Iqbaal yang mendapat anggukan dari (Namakamu).

Setelah itu, Iqbaal segera beranjak untuk memesan. (Namakamu) duduk manis seraya mengamati sekitar. Suasana ramai yang cukup menyenangkan bagi (Namakamu). Ia bisa di bilang jarang keluar malam. Jika bukan Iqbaal yang mengajaknya keluar malam, ia jarang menerima ajakan itu.

Tak lama kemudian, Iqbaal datang dan pria itu segera duduk berhadapan dengan (Namakamu). Pria itu mengulas senyum seraya menatap (Namakamu) yang sedang mengangguk-anggukan kepala mendengar alunan lagu yang di nyanyikan oleh pengamen.

"Tempatnya enak, kan?" Tanya Iqbaal yang masih menatap (Namakamu) yang antusias. Gadis itu tersenyum lebar dan mengangguk cepat.

"Kata Aldi tadi gimana?"

(Namakamu) melirik Iqbaal sekilas. Pandangannya kembali terfokus pada pengamen yang masih terus asyik bernyanyi. "Hari Rabu dia baru bisa ke rumah. Katanya dia ada urusan keluarga. Gue juga nggak ngerti urusannya apa. Tapi waktu gue tanya ke tante, katanya Aldi habis cari masalah sama om. Jadinya nggak boleh keluar rumah dulu."

Iqbaal mengangguk-angguk paham. "Jadi entar malem sampe dua hari ke depan lo bakal sendirian, dong?"

(Namakamu) hanya mengangguk.

Keduanya sama-sama terfokus pada hal yang menurut mereka menarik. Tanpa ada pembicaraan di antara keduanya. Iqbaal bingung harus mengobrolkan topik apa. Sedangkan (Namakamu) tidak ada niat untuk membuka suara. Entah kenapa suasana di antara keduanya terasa canggung sekarang.

"Permisi, ini pesanannya."

Fokus keduanya buyar. Seorang pria yang keduanya yakini adalah si pedagang itu meletakkan pesanan yang Iqbaal minta tadi. Dua piring siomay dan dua gelas teh hangat kini tersaji di hadapan keduanya.

Iqbaal mendorong sepiring siomay ke hadapan (Namakamu), tidak lupa dengan segelas teh hangatnya. Dan berakhirlah dengan keduanya yang sibuk menyantap siomay tersebut.

"Besok gue jemput, ya? Daripada lo capek naik sepeda. Mau nggak?" Iqbaal menatap (Namakamu) yang juga menatapnya. Gadis itu berpikir sejenak, sebelum akhirnya mengangguk menyetujui.

"Oh ya, Baal. Tadi ending filmnya gimana? gue ketiduran."

Iqbaal terdiam. Ia menatap (Namakamu) yang sedang menatapnya dengan tatapan penasaran. Tanpa sadar, lama kelamaan Iqbaal menatap lekat (Namakamu). Sedangkan yang di tatap sudah mulai menciut.

𝐊𝐈𝐀𝐌𝐀𝐓 𝐊𝐄𝐂𝐈𝐋 𝐇𝐀𝐓𝐈𝐊𝐔 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang