42. Bingung

2.3K 377 10
                                    

Setelah berminggu-minggu di sibukkan dengan banyak ujian, terutama ujian nasional, akhirnya kini semua siswa-siswi kelas dua belas bebas. Bahkan hari ini ruang kelas yang biasanya di penuhi dengan keramaian anak kelas dua belas kini hanya sunyi terisi oleh obrolan ringan setengah penghuni kelas yang datang.

(Namakamu) dan Iqbaal duduk di bangku masing-masing. Kemudian langsung keluar dari kelas bersama. Keduanya melangkah beriringan menuju tanan sekolah. Setelah sampai, keduanya langsung duduk di bangku taman yang ada.

"Tangan lo masih nyeri nggak?" Tanya (Namakamu) seraya mengeluarkan permen karet dari sakunya dan memberikan satu kepada Iqbaal setelah membukanya.

Iqbaal menerimanya dan langsung memasukkannya ke mulut. "Udah nggak. Semalem tuh karena hawanya lagi dingin aja makanya nyeri." Jawab Iqbaal seraya sesekali mengunyah pelan permen karet pemberian (Namakamu).

Tidak ada percakapan lagi.

(Namakamu) tersenyum menatap siluet wajah Iqbaal. Sejak dulu pria di sampingnya itu selalu saja tampan. Mata hitam teduh, hidung mancung, dan bibir merah muda yang memberikan kesan manis di wajahnya. Apalgi dengan senyuman atau bahkan tawa pria itu. Semakin terlihat tampan saja dimata (Namakamu).

Iqbaal sendiri memandang ke arah pepohonan berukuran sedang yang menghiasi taman sekolah. Pikirannya melayang kepada ucapan papa (Namakamu) tentang kepindahan gadis itu. Seminggu setelah ujian. Itu tandanya waktunya tinggal beberapa hari lagi.

"Harus ya lo pergi?" Tanya Iqbaal tiba-tiba.

(Namakamu) menegakkan tubuhnya. Ia menatap lekat Iqbaal yang kini menoleh ke arahnya. "Kapan berangkatnya? Tinggal berapa hari lagi waktu yang gue punya buat bahagiain lo?" Tanya Iqbaal dengan suara pelan.

(Namakamu) mengatupkan bibirnya rapat. Tatapan sendu Iqbaal tertuju padanya. "Emang nggak bisa ya lo jadi pasangan prom gue?" Tanya Iqbaal lagi.

Tak lama kemudian, Iqbaal tertawa. Pria itu mengusap kepala (Namakamu). "Nggak, nggak. Gue bercanda. Nggak usah di pikirin." Ucap Iqbaal yang (Namakamu) tahu hanya sebuah alasan agar tidak merusak suasana.

Perlahan (Namakamu) mencondongkan badannya ke arah Iqbaal dan menyandarkan dagunya di bahu kiri Iqbaal. Sontak Iqbaal yang terkejut menoleh hingga hidung keduanya saling menyentuh.

"S-sori." (Namakamu) menarik kepalanya namun langsung di tahan oleh Iqbaal.

Iqbaal tersenyum lebar. "Lo kenapa sih selalu cantik? Gue jadi susah mau pindah hati dari lo." Canda Iqbaal yang langsung mendapat cubitan dari (Namakamu).

"Karena dari lahir udah takdirnya gue cantik. Sekarang gantian gue yang tanya. Kenapa lo makin ganteng aja setiap harinya?" Tanya (Namakamu) yang membuat Iqbaal tertawa. Gadis itu terkekeh melihatnya.

"Karena--" Iqbaal melirik (Namakamu). "Di siapin buat jadi jodoh lo?" Goda Iqbaal seraya menaik turunkan kedua alisnya.

(Namakamu) memukul lengan Iqbaal pelan. "Apaan sih? Kenapa sampe jodoh segala, deh. Udah, ah!"

"Eh, bentar!"

(Namakamu) terdiam. Ia merasakan tangan Iqbaal yang masih memegang kepala belakang (Namakamu) dengan bibir yang menempel di dahinya. Tak lama kemudian, ia menatap Iqbaal yang baru saja membuka mata dan tersenyum manis ke arahnya.

"Morning kiss dari gue." Ucap Iqbaal yang kemudian terkekeh pelan.

"Ck! Udah! Bercanda mulu lo." (Namakamu) menegakkan tubuhnya.

"Oh... Jadi maunya di seriusin?"

"Iqbaal~"

"Hahaha!"

Devano berdecih pelan, kemudian melangkah meninggalkan taman. Paper bag di tangannya ia genggam erat. Ia menemukan Bastian yang berada tak jauh darinya. Dengan cepat, ia melangkah mendekati Bastian.

"Bas!"

Bastian menoleh dan menyipitkan matanya. "Eh, Devano. Kenapa?" Tanyanya.

Devano segera memberikan paper bag di tangannya kepada Bastian, membuat Bastian menatapnya kebingungan. "Buat lo. Habisin." Ucap Devano yang kemudian melangkah pergi.

Bastian membuka paper bag tersebut dan menatap kotak makanan berwarna merah muda bergambar beruang kecil di atasnya. Ia memandang Devano yang sudah berada jauh darinya. Seketika ia mendengus.

"Emang gue apaan di kasih kotak makan pink gini?" Gerutu Bastian kesal. "Tapi nggak papa. Bisa buat emak di rumah. Ahay!"

🍃🍃🍃

Aldi duduk di meja Devano dan menatap temannya yang sedang sibuk melamun itu. Ia menggoyangkan tangannya di depan wajah Devano. Namun pria itu tetap saja larut dalam lamunannya.

"Aldi!"

Sontak Aldi menoleh dan menatap sepupunya yang melangkah ke arahnya dengan senyuman lebar. "Kenapa?" Tanyanya saat (Namakamu) sudah berada di hadapannya.

Gadis itu mencolek dagu Aldi. "Ciee.. Lo udah punya pacar, kan? Jadiannya kapan? Kok gue nggak di kasih tau?" Tanyanya bertubi-tubi.

Aldi menggaruk tengkuknya. Ia hanya sibuk berpikir bagaimana bisa (Namakamu) tahu. Pasti setelah ini-

"Pajak! Pajak jadiannya mana?" Tangan (Namakamu) sudah terulur ke depan wajah Aldi. Sedangkan Aldi hanya mampu menghela nafas.

"Iya, nanti malem gue kirimin pizza deh ke rumah lo." Ucap Aldi akhirnya.

"Sama satu cup besar es krim coklat. Deal?" (Namakamu) menatap antusias Aldi, lebih tepatnya antusias untuk memohon agar Aldi setuju.

"Iya, deal!" Jawab Aldi yang kemudian hanya menatap (Namakamu) yang tertawa puas.

(Namakamu) menoleh. Ia menatap Devano yang menatapnya. Namun tatapan sendu pria itu yang sedikit membuatnya bingung. Ia menarik salah satu kursi dan duduk di hadapan Devano.

"Surat-surat punya lo udah lengkap belum? Gue ada beberapa yang belum." Ucap (Namakamu) seraya menyandarkan punggungnya.

Devano membasahi bibirnya dan menyisir rambutnya. "Udah. Nanti lo tinggal liat punya gue, aja. Entar di lengkapin." Saran Devano yang langsung mendapat anggukan dari (Namakamu).

Kini Devano beralih menatap Aldi yang sejak tadi hanya bersiul. "Gimana yang semalem? Berhasil?" Tanyanya dengan fokusnya yang seluruhnya di tujukan kepada Aldi.

"Beuh... Sangat berhasil. Dia suka. Makasih buat sarannya." Aldi tampak sangat bahagia. Pria itu menepuk dua kali bahu Devano.

Devano terkekeh pelan. "Pajaknya jangan lupa, bro. Ya, nggak, (Nam..)?" Devano melirik (Namakamu) yang langsung mengangguk antusias.

"Bokek gue lama-lama." Gerutu Aldi yang mendapatkan tawa ejekan dari (Namakamu).

Devano terkekeh pelan seraya menatap wajah melas Aldi. Ini salah satu resiko pasangan yang baru jadian, harus merelakan dompetnya kosong untuk pajak. Untuk hal kali ini, Devano hanya bisa tertawa tidak bisa membantu.

Ia beralih menatap (Namakamu). Tak lama kemudian, ia bersuara. "(Nam...), pulang sekolah kita main, yuk!"

(Namakamu) menoleh dan seketika terdiam. Iqbaal juga mengajaknya bermain sepulang sekolah. Apa ia harus menolak Devano? Tapi jika ia menolak Devano, ia pasti akan menyakiti hati pria itu.

Apa ia harus pergi dengan keduanya? Atau tidak pergi sama sekali?

Ia bingung.

Tbc.

Semoga semua lancar🙏

𝐊𝐈𝐀𝐌𝐀𝐓 𝐊𝐄𝐂𝐈𝐋 𝐇𝐀𝐓𝐈𝐊𝐔 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang