Bagian Tiga : Lelucon?

4.8K 365 14
                                    

Perasaan tersaingi Nichol semakin berwujud menjadi boomerang bagi dirinya sendiri. Tanpa di duga-duga ternyata anak baru itu masuk kedalam kelasnya, bahkan duduk tepat di depannya. Menghidupkan api peperangan, Nichol yang duduk di samping Prilly merasa tidak nyaman memandangi punggung seseorang yang nantinya akan menjadi lawan yang kuat.

Tak dapat di pungkiri, jika anak baru itu membuat nyali Nichol menciut seperti kerupuk terkena air. Semoga saja kepintarannya di bawah rata-rata, dengan begitu Nichol masih mendapat satu Poin unggul.

Tepat saat bu Siska datang dan menyuruh anak baru untuk memperkenalkan dirinya, semua riuh bertepuk tangan mengiringi perjalanan cowok itu menuju pelataran kelas. Bukan hanya itu, yang membuat Nichol lebih terlihat nahas sekaligus berdecih sebal adalah saat beberapa siswa laki-laki juga ikut menyoraki ketampanannya. Itu luar biasa hebat diluar batas keperjakaan.

Lupakan tentang itu, ternyata namanya Aliando Devaniano, benar apa kata batinnya saat pertama kali Nichol menemui wajahnya di tengah kerumunan siswi di lapangan utama. Cowok itu belasteran Arab-Indonesia, tepat saat kedua mata Nichol melihat hidung mancung, bibir merah, bulu mata lentik dan alis mata tebal. Mungkin itu yang menjadi daya tarik seperti magnet bagi para cewek SMA Clever termasuk Prilly. Apalagi setelah menyusuri kasus, ternyata orang tua Ali memegang delapan puluh persen saham di perusahaan terkenal, dan beberapa perusahaan ritel menengah lainnya. Sangat kaya raya dan Nichol menempatkannya pada siswa rich dalam list tersembunyinya.

"Ya, silahkan duduk kembali di tempat kamu," bu Siska mempersilahkan Ali untuk duduk lantas di indahkan oleh si empunya nama.

Ali sudah duduk di bangkunya, pelajaran akan di mulai setelah bu siska menyampaikan pesan agar semua siswa bersikap baik terhadap Ali. Semua mengiyakan termasuk Prilly dan terkecuali Nichol.

"Istirahat kedua kita harus makan bareng," pekik Prilly dalam diam, membuat Nichol menoleh dan memandangnya tak percaya. Bagaimana bisa anak baru yang baru beberapa jam saja menapaki SMA Clever sudah di ajak makan bersama?

"Buka buku, jangan sampai lembar jawaban gue di balik hak cipta kayak tadi!" Nichol menekankan sambil mengeluarkan buku pelajarannya.

Saat menyadari ancaman itu Prilly langsung mendengus, menatap Nichol sinis sedangkan dia mengulum senyum sewaktu menatap punggung Ali yang terlihat kekar dan berotot.

Diam-diam Ali memekakan telinganya, sampai dia bisa mendengar jelas tiap kata yang di ucapkan oleh Prilly dan Nichol. Dari sana Ali menarik kesimpulan, bahwa mereka berdua bisa menjadi teman dan lawan terbaik selama dia berada disini.

Selama pelajaran Nichol tak bisa tenang menyerap materi pembelajaran. Tiba-tiba saja matanya terserang penyakit keingintahuan, tak sedetikpun Nichol menatap papan tulis di tiga puluh menit terakhir yang dia lihat hanyalah punggung Ali yang tegap dan kokoh.

Jika di lihat lebih detail lagi, Nichol bisa menemukan bekas luka yang masih merah di leher bagian kiri. Entah apa yang terjadi tiba-tiba saja Nichol melihat darah merembes keluar dari bekas luka tersebut. Reflek dia berseru.

"Leher lo!" tunjuknya membuat Prilly yang tengah asik menulis langsung menyerbu memburu pandangannya kearah Nichol.

Ali yang merasa terganggu ikut menengok kebelakang, keduanya memasang wajah bertanya kalau saja Nichol tidak menunjuk leher Ali lebih cepat.

"Leher lo?" setengah sadar Prilly ikut menggumam kata yang sama, sambil menutup mulutnya yang menganga akibat terkejut, Prilly memandangi Ali yang tengah sibuk memegangi lehernya sendiri.

"Ada apa Ali?" bu Siska berjalan mendekat setelah mendengar kegaduhan yang timbul dari meja ketiga dari depan, dan bertanya setengah sampai. "Leher kamu kenapa?" bu Siska ikut terkejut melihat leher Ali yang merembeskan darah segar.

"Saya izin ke kamar mandi, bu," Ali menunduk setelah pamit minta izin.

Haram hukumnya jika bu Siska tak memberi Ali izin yang membuat cowok itu langsung melesat pergi ketempat tujuan.

Prilly sudah siap berdiri hendak membuntuti Ali yang sudah menghilang di balik pintu kelas, namun langkahnya tiba-tiba terhenti ketika bu Siska bertanya dan juga Nichol mencegal tangannya.

"Mau kemana kamu?" tanya bu Siska.

"Mau bantu Ali bu,"

"Kamu dokter?"

"Saya anak IPS, bu, bukan dokter," Prilly menjawab jengkel.

"Duduk aja sih, tangan Ali lebih gede, dia gak perlu bantuan tangan kecil lo," bisik Nichol yang tidak di indahkan oleh Prilly.

"Ya sudah, sepuluh menit kembali lagi ke kelas," itulah pernyataan bu Siska yang membuat Nichol melongo.

Meninggalkan Nichol yang masih asik melongo, Prilly berterima kasih pada bu Siska lantas pergi menyusul Ali yang mungkin berada di toilet. Sepuluh menit lebih dari cukup untuk Prilly membuat tali pendekatan dengan cowok itu. Cowok baru yang jelas-jelas akan menjadi prince charming SMA Clever.

"Loh, kok di izinin, sih, bu? Ibu lupa nilai bahasa dia dapet F minggu kemarin? Kalau dia gak ikut pelajaran mana bisa dia ngerjain soal ulangan dari ibu nanti," Nichol mengoreksi keputusan bu Siska yang menurutnya salah.

Bu Siska bersidekap, "Jadi kamu lagi ngajarin ibu gimana cara didik murid yang benar? Begitu?"

Nadanya yang tidak bersahabat membuat nyali Nichol lagi-lagi ciut, sampai-sampai beberapa temannya memandang Nichol kasihan. Al-hasil Nichol diam tak bersuara.

"Belajar yang benar, bantu teman kamu supaya bisa mengerjakan soal ulangan dari saya." kalimat itu berbentuk peringatan bagi Nichol, setidaknya itulah yang dapat dia serap dari indera pendengarannya.

Kali ini, selain tidak fokus, wajah Prilly bersama Ali pun mulai mengisi ruang kosong dalam benaknya. Menari-nari seakan membuat dirinya seperti lelucon yang tidak bisa berbuat apa-apa.

***

Folow ig : nurhasanahnur03

21, Sep 2018

Someone In The World Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang