Prilly menepi dari tengah lapangan. Peluh yang bercucuran halus dari mulai pangkal dahi hingga dagu dan menyentuh leher, itu jelas membuktikan bahwa Prilly baru saja menikmati terik matahari siang ini.
Keberadaan Prilly di dalam perpustakaan langsung tercium oleh guru piket yang sedang menyisir setiap sudut disana seperti biasanya. Dan Prilly tak sempat berbohong saat pak Rawi menodongnya dengan beberapa pertanyaan menjebak, hingga mengharuskan Prilly untuk menikmati hukuman selama satu jam pelajaran sampai bell pulang berbunyi.
Ini lah waktunya. Waktunya Prilly menepi untuk melindungi sisa kulitnya yang belum tersengat matahari. Padahal dia rasa meskipun baju seragam yang di pakainya berbahan tebal, matahari siang itu benar-benar ganas menyorotnya hingga lapisan terdalam. Setidaknya tidak untuk bagian-bagian tertentu.
Untuk sampai kedalam kelas, Prilly harus menyeret kakinya selama sepuluh menit. Diapun melangkah gontai tanpa gairah menuju kelasnya, yang mungkin sekarang sudah korong melompong sebab bell pulang telah berbunyi dan semua teman di kelasnya tak akan mau membuang-buang waktu untuk mengulur jadwal pulang mereka.
Diapun berhasil memasuki ruang kelas, ternyata tiga sahabatnya masih setia menunggu di dalam sana, lebih tepatnya Amanda dan Nando sedang menunggu Bimo yang terlihat sedang mengerjakan sesuatu di bangkunya.
Sebuah decitan yang timbul dari pergeseran bangku langsung membuat ketiga orang itu menoleh. Prilly sudah terduduk di bangkunya dengan tangan melipat di atas meja dan wajah di tenggelamkan di sela lipatan tersebut.
Garizah Amanda langsung memuncak untuk segera menyapa Prilly yang nampak lemas di tempatnya. Lantas dia pun melangkah menuju bangkunya setelah mempererat tali ransel yang bertengger di bokongnya.
"Buku lo udah gue beresin. Udah gue masukin juga kedalam tas." ujar Amanda setelah menempatkan pantatnya di bangku sebelah Prilly, lalu menilik Nando dan Bimo yang juga sedang memperhatikannya secara diam. "Bimo, tuh yang berantakin isi tas lo. Gak tau, deh ada yang ilang atau nggak."
Sebenarnya Amanda hanya ingin membuat Prilly mengomel, karena bagaimana pun juga dia lebih suka Prilly yang cerewet dan menyusahkan daripada Prilly yang diam dan murung semenjak kejadian di kantin sekolah saat jam istirahat tadi.
Amanda rela mendapatkan sorotan dari mata Bimo yang tak terima namanya di libatkan. Namun, karena ini demi kebaikan Nando pun rela ikut terlibat.
Setelah Amanda memberi kelonggaran waktu untuk Prilly berdiam, akhirnya cewek itu mengangkat kepalanya sambil menyengir kuda. Harus dia akui, kalau ekspresi yang tercetak dalam raut wajah Prilly membuat nya takut setengah mati, bukannya dia tidak ingin melihat Prilly bahagia tapi perubahan yang sangat tiba-tiba justru membuat dia merasakan sebaliknya.
"Ya, dia gila." celetuk Bimo dari tempatnya.
"Kena jampi-jampi kayaknya, tuh anak." jangan salahkan Nando jika dia ikut menimpali, sebab Amanda yang lebih waras dari mereka berdua pun ikut menyahuti.
"Lagi gesrek dia." sahutnya, melongo.
"Apaan sih. Gue gak lagi gila, kena jampi-jampi ataupun gesrek, Manda."
Akhirnya mereka membuang jauh-jauh rasa janggal yang sempat menyelimuti hatinya masing-masing. Perasaan lega pun di ekspresikan Amanda dalam sebuah pelukan sebagai tindakan yang dia lakukan.
"Akhirnya, temen gue gak mabuk capcai." seru Amanda bersama nadanya yang dia buat terharu.
"Capcai gak bikin gue mabuk, Man." kata Prilly mengoreksi ucapan Amanda tadi, sekaligus mengakhiri pelukan erat dari sahabatnya itu. "Kok, belum pada pulang?" setelah berakhir Prilly balik bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Someone In The World
Fanfiction[Complited] #183 in fanfaction (1-11-2018) #171 in fanfaction (2-11-2018) #79 in fanfaction (3-11-2018) Sebuah perjalanan tentang kisah klasik, tentang mereka yang terluka. Namun, memiliki tujuan untuk bahagia.