Bagian Delapan Belas : Bergosip

3K 246 0
                                    

Happy Weekend & Happy Reading

Prilly langsung meluncur kerumah sakit setelah mendapat kabar tentang operasi cangkok paru-paru yang Lidya jalani beberapa jam yang lalu. Dia sempat marah karena ketidak hadiran Nichol kemarin sekaligus membiarkan bekal sarapan yang di buat Talita dingin tak tersentuh, tapi setelah mendengar penjelasan Nichol yang mengatakan bahwa operasi ini mendadak Prilly termangut lalu mengerti.

Setelah mengantar Ali pulang kerumahnya tadi, Prilly di antar supir taksi menuju rumah sakit Indomedika. Berbekal informasi yang Nichol berikan, Prilly melegang menuju ruang ICU setelah membayar ongkos taksi yang ditumpanginya.

Beberapa perawat tersenyum hangat menyambut Prilly dari mulai pintu masuk rumah sakit, dan beberapa lagi di perjalanan menuju pintu lift rumah sakit.

Lift terbuka, dan nampak ada dua orang perawat sedang berbincang. Awalnya Prilly menyangka dua perawat itu tengah membicarakan kedatangannya, namun setelah bersanding dengan mereka berdua Prilly bisa mendengar bahwa dua perawat itu tengah bergosip ria.

"Iya, kemarin itu ada cowok ganteng naik lift sambil nangis-nangis. Ish, gue gak tega, deh liatnya." perawat yang menggunakan badge name, Saras itu menggidig kearah perawat di sampingnya, "Kebetulan di sana ada perawat Rumi yang mau bertugas ke lantai atas ruang operasi, dan lo tahu kan kita berdua best friend forever banget. Jadi Rumi cerita semuanya ke gue." lanjut Saras bercerita sambil berapi-api.

Perawat lainnya yang Prilly tahu bernama Hanni nampak serius mendengarkan gosip dari temannya sesama perawat. Hanni terlihat sangat penasaran dengan kelanjutan cerita Saras sama seperti Prilly yang nampaknya ikut penasaran, kemudian memintanya untuk cepat melanjutkan.

"Terus-terus?" kata Hanni tak sabaran.

"Iya, kata Rumi dia elus punggung itu cowok. Rumi bilang dia gak tega banget lihat cowok itu nangis gak berhenti-berhenti selama ada di dalam lift."

"Wahhh, si Rumi dapet banyak, tuh abis pegang-pegang cogan. Padahal situasi lagi tegang di ruang operasi, eh, dia malah enak-enakan pegang-pegang cogan." Hanni memprotes tentang keberuntungan perawat Rumi yang bertemu dengan seorang cowok tampan.

Kemudian Saras menyentil kening temannya karena kesal, "Heh! Kalau lo ada di posisi Rumi juga lo pasti ngelakuin hal yang sama. Tujuan kita jadi perawat itu membantu, mengayomi dan menenangkan pasien. Lah, lo malah mikir yang macem-macem," Saras justru memprotes tanggapan temannya itu, "Lagian Rumi gak sempat kenalan sama itu cowok, katanya dia langsung ngibrit ke luar waktu lift kebuka." lanjtnya.

Dan lift terbuka lebar membebaskan Prilly dari gosip-gosip gak penting itu. Sebelum benar-benar pergi, Prilly mengibaskan rambutnya di hadapan dua perawat itu seraya berkata, "Bener tuh, jadi perawat itu harus membantu, mengayomi dan menenangkan. Lain kali jangan gosip di pintu lift, kedengaran orang gak enak." lantas berlalu.

Dua perawat itu nampak terkejut dengan ucapan tiba-tiba dari Prilly, yang notabenenya seseorang yang tidak mereka kenal.

Saras berkerut kening sedangkan Hanni yang berusia di bawah Saras memandang Prilly kesal, pasalnya cewek itu tiba-tiba ikut campur atas pembicaraannya dengan Saras, begitu menurut Hanni. Jiwa anak muda memang tidak bisa di sembunyikan, Saras memaklumi sikap Hanni pada Prilly yang sudah hilang di balik pintu lift yang tertutup.

Setengah perjalanan menuju ruang ICU, Prilly berpapasan dengan Nichol yang sedang celingukan. Seperti mencari-cari seseorang yang sedang dia tunggu-tunggu.

Prilly mempercepat langkahnya, kemudian berjingjit sedikit melompat untuk menyentil kepala Nichol yang sedang memunggunginya. Itu efek dari kekurangannya, ya kurang tinggi.

Sontak Nichol terjengit kaget, lantas menoleh siap untuk memaki seseorang yang baru saja melakukan kekerasan padanya hingga dia meringis walau tidak sepenuhnya sakit.

Mendapati Prilly berdiri di sana sambil bersedekap dada, Nichol heran mengapa cewek itu memasang muka bete juga. Dan dia yakin bahwa Prilly juga yang menyentil kepalanya.

"Kok lama?" tanya Nichol seraya membenarkan posisi rambutnya.

Prilly melirik sekilas, kemungkinan alasan Nichol celingukan tadi adalah dirinya. Singkatnya, beberapa menit yang lalu Nichol sedang mencari Prilly dan bertemu di lorong ini.

"Pertemanan kita cukup sampai disini," bersama wajah dramatisnya Prilly membuat kening Nichol berlipat-lipat.

"Lah, maksudnya apa coba?" Nichol bertanya saat ucapan Prilly barusan tidak masuk dalam logika bahasanya, sebab Nichol payah dalam hal mengerti perasaan cewek.

"Gue bilang, persahabatan kita cukup sampai di sini aja," katanya penuh penekanan. Tangannya tak lagi bersidekap, sebab kini sudah berada di samping kiri dan kanan sambil mengepal kuat. "Sahabat mana coba yang gak ngasih tahu berita besar ini ke sahabatnya sendiri?"

Nichol mengangguk paham, tangannya terjulur dengan jari telunjuk terbuka, kemudian mendorong kening Prilly perlahan, "Gue udah jelasin itu kan di telepon?"

Prilly menepis tangan Nichol yang masih menempel di keningnya, lantas memelintirkan tangan tersebut kearah yang berlawanan dengan kebiasaan tangannya.

Nichol meringis, "Awww, sakit, ego!"

"Mangkannya jangan nutupin apapun dari gue! Mau yang lebih eksteam lagi?" Prilly melepaskan tangan Nichol yang sedikit memerah.

Dengan di beri ancaman sedikit, cowok itu langsung ciut dan langsung meminta maaf, "Iya, maaf, gak akan kayak gitu lagi, deh."

Setelah mendapat permaafan dari Prilly, Nichol mengajak Prilly untuk melihat ibunya yang masih berada di ruang ICU. Prilly membuntuti Nichol dari belakang.

Sebelum masuk kedalam ruangan, Prilly dan Nichol harus menggunakan baju steril berwarna biru langit terlebih dulu. Kondisi Lidya masih sangat lemas setelah operasi cangkok paru-parunya berhasil.

Dapat Prilly lihat Dimas yang terduduk di samping isterinya sambil menggenggam tangan tersebut. Prilly ikut haru melihat romantisme pasangan suami isteri ini. Sampai-sampai Prilly berpikiran untuk kelak memiliki suami macam Dimas, yang setia dan selalu ada dalam keadaan apapun, sekalipun Lidya di diagnosa memiliki kelainan pada paru-parunya, tapi Rizal tetap tinggal dan mendorong wanita itu untuk bangkit dan sembuh.

Terbukti sekarang, Tuhan telah memberikan Lidya seorang malaikat yang baik hati. Yang bersedia mendonorkan paru-parunya untuk Lidya bertahan hidup lebih lama lagi. Setelah beberapa bulan ini Prilly tahu kondisinya terus menurun. Tapi berkat bidadari itu Lidya akan lekas sembuh.

"Sore, Om," Prilly membuka kata setelah mengamati Dimas dan Lidya lamat-lamat.

****

30, Sep 2018

Someone In The World Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang