Ternyata apa yang di prediksikan Nichol tadi benar. Keluarga Danu dan keluarga Rizal hanya bersahabat bukan berkeluarga, karena permintaan Rizal yang ingin Danu mengangkatnya sebagai saudara sedarah membuat dia harus mengatakan bahwa Ali adalah paman Prilly, keluarga sedarah yang di inginkan oleh Rizal kala dia masih sehat dan masih menjadi mitra bisnisnya.
Itu saja sudah cukup untuk memberi Ali sebuah penjelasan atas pertanyaan yang dibawanya sejak bersama Nichol tadi dan sepucuk senyum bahagia muncul menemani malamnya hari ini.
Setelah penjelasan tersebut, Ali memutuskan untuk menunggu Danu sampai pekerjaannya selesai. Awalnya Danu menolak, tapi karena Ali yang memaksa akhirnya Danu mengizinkan Ali menggunakan soffa di ruang kerjanya sebagai kasur alas tubuhnya terbaring.
Tepat pukul sembilan malam mereka mengendarai mobilnya masing-masing pulang menuju rumah beriringan.
Bahkan Ali membukakan pintu untuk Danu setelah mereka sampai di depan pintu setinggi dua meter yang mempunyai dua daun dan aksen silver di beberapa bagian.
Betapa bahagianya Ali malam ini. Satu persatu masalahnya selesai. Ketenangan batin sudah dia dapatkan, keluarga yang harmonis juga sudah dia miliki meski bukan keluarga ikatan darah tapi Ali tetap mensyukurinya, dan yang terakhir tinggal urusan hati. Semoga saja urusan itu akan berhasil pula.
"Sekarang kamu udah tau kalau kamu gak ada hubungan darah di keluarga ini. Tapi Om tetap anggap kamu sebagai keluarga Om. Kalau kamu sayang sama anak Om, Om minta tolong kamu jaga dia jangan merusak dia." sebelum melegang Danu mengucapkan sebuah kalimat untuk memperingati Ali dengan lembut. Bagaimanapun juga Danu masih lebih lega kalau Ali tahu mereka bersaudara, setidaknya Danu ingin meminimalisir kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi kalau mereka tau tidak memiliki hubungan darah.
Danu tahu Ali akan menjaga Prilly sepenuhnya, namun Danu masih mengkhawatirkan apa kata pepatah bahwa setan memang bersemayam dimana saja dan dapat menghasup tiap-tiap manusia kapan saja.
Ali mengangguk mantap, lalu Danu merangkul bahunya untuk menggiringnya masuk kedalam dengan senyuman yang tak pernah luntur dari bibir keduanya.
"Jam berapa ini kalian baru pulang?"
Baru mereka melangkah setengah jalan, tahu-tahu Talita sudah menghadang di anak gangga terakhir sambil berkecak pinggang wanita itu berusaha menampilkan ekspresi tersangarnya pada dia laki laki yang baru saja menapakkan kaki di lantai rumah. Walaupun begitu, wajah Talita yang kalem tak urung menghilang.
"Aku baru pulang cari sesuap nasi buat keluarga, sayang." jawab Danu kemudian mencium dahi Talita, seketika wanita itupun menjinak.
"Capek ya?" tanyanya, perhatian seraya mencium punggung tangan Danu dengan lembut.
Dibalas anggukan manja oleh sang suami.
Sementara Ali diam menahan kekehannya pada sepasang sejoli di hadapannya ini. Andai saja keluarganya masih utuh, mungkin dia akan mengadakan pertandingan pasangan teromantis untuk mengukur pasangan mana yang paling mencintai pasangannya.
Selama dia masih berdiri di antara mereka mungkin Ali akan mengecap dirinya sebagai setan. Pepatah mengatakan jika ada seorang perempuan dan seorang kaki-laki berudaan maka orang ketiga diantara mereka itu akan di sebut sebagai setan. Karena Ali tak mau melepas predikatnya sebagai cowok ganteng di tanah air, dia pun berdeham berhasil mengurai pelukan rindu mereka.
"Ali telat pulang tante. Maaf lain kali Ali gak akan kayak gitu lagi." ujar Ali.
Talita mengangguk, sedangkan Danu masih lingkarkan tangannya di pinggang Talita. Lihatlah, seberapa manisnya perlakuan Danu pada Talita. Bahkan saat ini Ali merekam setiap tindakan yang Danu perbuat, seperti mengecup puncak kepala istrinya berkali-kali.
"Yaudah, kali ini tante maafin. Tapi lain kali tante marah sama kamu." jawabannya yang di buat seangkuh mungkin niatnya agar Ali jera, tapi hasilnya Ali tersenyum geli karena ekspresi tersebut.
"Ali pamit ke kamar tante."
Sepeninggalan Ali, Danu memutar tubuhnya menghadap Talita. Menyelipkan tiap anak rambut istrinya itu, bahkan setelah dua puluh tahun usia pernikahan mereka Talita masih tetap terlihat cantik, seperti saat pertama kali Danu melihatnya di tengah jejeran mahasiswa terlambat.
Sekarang putri mereka sudah beranjak dewasa, Danu sangat bersyukur dengan keluarga yang tuhan titipkan untuknya. Untuk dia bahagia kan. Untuk dia jaga dan rawat agar tetap seperti ini.
Pandangan Danu bertumpu pada mata Talita yang selalu memancarkan sinar ketenangan, setidaknya tatapan itu mengurangi kekhawatiran Danu tentang Ali dan Prilly.
"Sayang, aku udah ngasih tau Ali tentang hubungan dia sama kita."
Sekejap Talita terbelalak, kemudian kembali meredup untuk menenangkan hati suaminya diapun memeluk erat Danu, menyalurkan kekuatan dalam bentuk sentuhan.
Di anak tangga paling atas, Ali mengulum senyum bahagia. Hatinya turut menghangat merasakan apa yang sepasang suami istri itu rasakan. Menyalurkan perasaan masing-masing dalam sebuah pelukan hangat, membuat Ali iri ingin merasakan pelukan persis seperti itu pula dari kedua orang tuanya.
Namun kembali lagi, Ali sudah berikrar untuk berdamai dengan takdirnya. Dan ini saatnya mengikhlaskan takdir yang telah tuhan tuliskan untuknya, untuk kehidupannya.
Setelah puas memandang Danu dan Talita, Ali melanjutkan langkahnya menuju pintu kamar dan terhenti saat ekor matanya mendapati Prilly tengah memandangnya secara bisu.
Sama seperti Ali, tangan Prilly pun sedang menyentuh knop pintu hendak membukanya.
Satu keinginan untuk Ali menyapa Prilly pun turut hadir dalam benaknya ingin segera di laksanakan niatnya.
"Prill," ucap Ali, ingin membuka sebuah obrolan.
Boleh dikatakan saat ini Ali rindu akan sosok Prilly dan beberapa hal yang membuatnya kesusahan. Prilly adalah satu-satunya harapan yang saat ini dia punya. Setelah kehilangan kedua orang tuanya, hanya Prilly yang bisa dia jadikan teman untuk berbagi.
Tapi karena sebuah masalah, jarak mereka yang sudah terlampau jauh membuat Ali merasa canggung walau hanya untuk mengucapkan namanya saja.
Sementara menurut Prilly, kejadian di kantin sekolah tak lantas membuatnya tersenyum ketika Ali menyebutkan namanya meski hanya dari kata dalam satu dengungan. Dia hanya mengangguk lalu memutar knop pintu kemudian menyelipkan tubuhnya melalui telah yang tersedia.
Prilly pikir meninggalkan Ali akan membuat hatinya membaik. Namun ternyata tidak. Sesak itu semakin terasa bahkan semakin meluas, menggerogoti hatinya yang tak bersalah.
Memang seharusnya begitu bukan? Prilly baru saja merasa nyaman dengan seseorang yang dia anggap bukan sahabat seperti Nichol. Tapi untuk pertama kalinya pula dia membuat luka begitu dalam hanya karena sebuah balas dendam.
Ali telah membuatnya terluka sebanyak tiga kali. Dia membuatnya kehilangan sahabat terbaiknya. Dia membuatnya harus terlibat kedalam permainan untuk balas dendamnya. Dan terakhir dia telah membuat Prilly merasa tergampar keras, membangunkannya dari alam mimpi, bahwa Prilly akan merasakan cinta dan sakit dalam waktu bersamaan. Tak seharusnya dia mencintai saudaranya sendiri. Prilly sangat menyesali itu.
Tubuhnya melorot jatuh kebawah dengan daun pintu yang di gunakan bokongnya untuk sandaran. Dalam waktu yang bersamaan, Ali menghela napas gusar. Bukankah malam ini akan menjadi malam bahagianya, seperti dalam imajinasinya tadi sewaktu Danu mengatakan bahwa mereka tidak mempunyai hubungan darah.
Tapi kenyataan memang tidak selalu sama dengan ekspetasi. Nyatanya Prilly mengacuhkannya saat dia ingin memperbaiki semua kesalahannya.
Atas nama luka yang mendalam, Ali membuka knop pintu kamarnya lalu menutupnya perlahan tanpa mengeluarkan decitan engsel. Dia taruh kepalanya di dasar daun pintu, kemudian terpejam kuat. Tertunduk rapuh akan membuatnya lebih baik.
***
Haii... Udah bagian empat puluh nih!! Kasih pesan dan kesan kalian dong tentang cerita ini ^^ tulis di kolom komentar yaaa!!! Sebab, beberapa bagian lagi cerita ini tamat... So.. Tetap ikuti terus tiap bagiannya yaa! Sertakan vote dan komentar kalian^^
With Love Nur,
31, Oktober 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Someone In The World
Fanfiction[Complited] #183 in fanfaction (1-11-2018) #171 in fanfaction (2-11-2018) #79 in fanfaction (3-11-2018) Sebuah perjalanan tentang kisah klasik, tentang mereka yang terluka. Namun, memiliki tujuan untuk bahagia.