Bagian Tiga Puluh Sembilan : Kebenaran Yang Hakiki

2.1K 244 19
                                    

Untuk mendapat kebenaran yang hakiki, Ali sampai mau menemui Danu di tempat kerjanya. Dengan tubuh masih berbalut seragam sekolah yang dia gunakan tadi, Ali tak menghiraukan semua tatapan dari orang-orang yang di temuinya. Ada kemungkinan bahwa mereka adalah rekan-rekan kerja Danu, dan langkah Ali pun berhenti di meja bertuliskan resepsionis.

Seorang wanita menunjukan kepalanya sesaat untuk memberi hormat seperti pelajaran pelayanan prima yang telah dia dapatkan di bangku sekolah, senyum yang tak pernah luntur menghiasi wajah ayu-nya saat menanyai maksud kedatangan Ali ke kantor ini.

"Ada yang bisa saya bantu, de?" tanyanya sopan.

Belum sempat Ali menjawab, seorang penjaga resepsionis yang lain muncul dari bilik pintu separuh badan dan matanya langsung menjelajahi penampilan Ali.

"Mau ngapain de kesini malem-malem, kalau pulang sekolah itu langsung pulang jalan kelayapan kemana-mana. Sekarang lagi musim penculikan, kalau di culik gimana coba. Gak kasihan sama orang tua?" celoteh resepsionis yang baru datang itu.

Resepsionis yang ber-badge name Susan terlihat mencubit perut Rani-- resepsionis yang baru datang-- itu dengan geram, lalu dua berbisik pelan.

"Sopan santun, Ran." sedikit terdengar peringatan dari Susan pada Rani.

"Alah, dia cuma anak ingusan yang suka bikin orang tuanya khawatir. Ganteng-ganteng juga kalau brandal dan susah di antur buat apa ya kan?"

Kali ini Ali mendengar jelas apa yang di ucapkan Rani untuk jawaban atas peringatan yang dibuat oleh Susan. Dengan lapang dada dia menjawab penuh kesopanan, "Maaf, mba. Kedua orang tua saya sudah meninggal dunia. Jadi saya gak mungkin bikin mereka khawatir lagi. Malah saya yang khawatir sama diri saya sendiri. Saya khawatir jadi brandal dan bisa jadi saya bunuh orang yang menghina saya sampai berakhir di kantor polisi dan saya khawatir mengecewakan orang tua saya yang sudah bahagia di surga."

Sebuah kalimat yang Ali gemakan baru saja membungkam mulut Rani dan mengukir seulas senyum manis di wajah Susan yang sedang memandangnya terkagum.

"Maaf ya, dia memang begitu." pinta Susan setelah sepeninggalan Rani yang merasa keki atas ucapan Ali.

Ali mengangguk, dan Susan kembali bertanya. "Jadi ada yang bisa saya bantu."

"Saya mau bertemu om Danu, bisa."

"Oh, pak Danu. Bisa mari saya antar."

Susan lun menggiring Ali menuju tempat Danu yang tidak terlalu jauh dari meja resepsionis. Wanita baik hati itu menunjuk seorang pria yang tengah mengesap segelas minuman di bangkunya.

Itu Danu, tengah menyeruput kopi di kantin kantor.

"Kayaknya saya datang tepat waktu, ini jam istirahat?" tanya Ali sebab Danu sedang bersantai dengan koran dan juga kopinya di kantin kantor yang dia lihat.

"Nggak, sekarang masih jam kerja. Tapi pak Danu atasan kami, dia baru saja selesai meeting dan sekarang lagi berehat." jelas Susan, "Kalau begitu saya permisi." katanya lagi kali ini di beri anggukan oleh Ali dia pun melegang undur diri.

Tak mau membuang-buang lebih banyak waktu, malam itu Ali langsung berjalan mendekat kearah Danu yang sedang menikmati waktu rehatnya. Dan tanpa di perintah Ali duduk di depan pria tersebut.

Semburat keterkejutan nampak jelas pada raut wajah Danu yang berubah terbelalak. Kemudian melipat korannya lalu menyampirkannya di meja kosong.

"Kok gak pulang kerumah?" tanya Danu setelah membenarkan posisi duduknya menjadi berhadapan dengan Ali secara sempurna.

"Nggak, Ali belum pulang kerumah om." jawab Ali, jujur.

Sesaat Danu menoleh kearah pintu masuk kantin yang nampak sepi, menajamkan pandangannya kalau-kalau Prilly ikut bersama Ali dan memilih menunggu di depan pintu. Namun ternyata tak ada tanda-tanda kehadiran putrinya disana.

Someone In The World Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang