Bagian Empat : Mencari Keberadaan Ali

4.2K 340 23
                                    

Setelah mencari-cari keberadaan Ali di toilet pria, Prilly tidak mendapatkan hasil yang di inginkan. Malah, Ali sama sekali tidak terlihat di sana dan bahkan ketika Prilly menapaki lantai UKS petugas yang berjaga disana tidak memberi informasi yang menunjukkan kedatangan Ali.

"Ali? Siapa Ali?" tanya bu Sekar setelah membenarkan posisi kacamatanya yang sudah tebal.

"Anak baru bu, masa ibu gak tahu!" Prilly di buat jengkel oleh bu Sekar yang tidak up date tentang semua kejadian heboh di SMA Clever, guru penjaga UKS itu condong tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya. Prilly curiga, jangan-jangan penyebab bu Sekar janda karena ketidak-peduliannya pada suami.

"Itu lho, anak pengusaha kaya blasteran Arab-Indonesia, yang datang kesini pakai lambourjini, ibu pasti tahu doang mobil mengkilat warna merah di parkiran depan?" tanpa alasan yang jelas dia justru memperjelas tentang Ali pada bu Sekar.

"Oh yang itu, kalau soal mobilnya ibu sudah lihat. Keren ya mobilnya," bukan nya ikut mengiyakan, Prilly justru menggidig melihat mata bu Sekar yang berbinar-binar saat membicarakan tentang mobil, dan beberapa pernik kemewahan lainnya. Jangan-jangan alasan suami bu Sekar minggat bukan karena dia tidak perduli lingkungan sekitar, tapi mengharap suami yang lebih mapan dari yang sebelumnya.

"Dasar ibu guru matre!" decihnya dalam hati, diapun langsung menggeleng cepat setelah berpikir tentang sebab terburuk perpisahan antara bu Sekar dan suaminya.

"Emang dia kenapa?" akhirnya rasa penasaran bu Sekar tersulut juga.

"Tadi tuh di kelas waktu lagi belajar tiba-tiba leher dia berdarah, bu," kata Prilly memberitahu.

"Berdarah? Kenapa bisa begitu?"

"Ya mana saya tahu bu Sekar," lagi-lagi Prilly jengkel di buatnya.

"Kalau dia kaya, mana mungkin dia ke UKS, Pril,"

Ucapan bu Sekar membuat Prilly berpikir keras, "Terus kemana bu? Dia itu berdarah, disini nih," Prilly menunjuk lehernya sendiri penuh energi, "Di leher. Mana mungkin dia ke kantin."

"Ke rumah sakit -lah. Di kasih otak, kok gak di pake!"

Ternyata ucapan bu Sekar masuk dalam pertimbangannya tentang keberadaan Ali sekarang. Walau terdengar pedas, tapi ucapan bu Sekar masuk di akal juga.

"Lagi pula dari hari senin gak ada yang masuk ke ruang UKS selain ibu, petugas kebersihan dan sekarang kamu,"

Prilly menatap mata bu Sekar di balik kaca mata tebal. Benar juga, mata bu Sekar bulat dan tidak berkedip sewaktu berucap, itu artinya bu Sekar tidak sedang membohonginya seperti minggu lalu. Tentang Nichol yang pingsan saat upacara bendera, dan bu Sekar mengatakan Nichol di bawa kerumah sakit sambil matanya berkedip-kedip, tanpa Prilly sadari itu adalah ciri-ciri bu Sekar kalau sedang berbohong.

Minggu lalu, Prilly terbirit-birit mengejar angkutan umum untuk menemui Nichol yang katanya langsung di larikan kerumah sakit Indomedika, ruang mawar nomor 203. Tapi setelah pengorbanannya yang cukup memakan tenaga, ruang nomor 203 di rumah sakit Indomedika di tempati oleh seorang kakek yang baru saja menghembuskan napas terakhirnya lima detik yang lalu.

Setelah Prilly berpikir Nichol mati akibat upacara bendera, Prilly baru sadar tidak ada manusia yang mati akibat tersengat sinar ultraviolet. Dan Prilly mengerang setelah mendapat pesan dari Nichol yang menanyakan keberadaan dirinya.

Yang lebih parahnya lagi, Prilly berpikir bu Sekar sedang terbahak membayangkan sikap bodohnya yang terlalu cepat mempercayai ucapan orang lain.

"Coba cari di lubang semut, kali aja ada," kata-kata bu Sekar seakan menarik kesadaran Prilly kembali setelah membayangkan kejadian minggu lalu.

"Saya cari di lubang buaya bu sekalian," balas Prilly kemudian berlalu pergi.

Sisa waktu yang di berikan bu Siska tinggal lima menit, tapi Ali masih belum kelihatan batang hidungnya. Entah kenapa Prilly sangat ingin dekat dengan anak baru itu, Ali seakan memiliki energi magnet yang mampu menariknya dari bagian kutub yang berbeda.

Setelah lelah mencari, Prilly memutuskan untuk duduk di kantin sekolah yang terlihat sepi. Di jam pelajaran seperti ini , memang haram hukumnya bagi SMA Clever berkeliaran dikantin utama. Namun Prilly tak bisa menahan tenggorokannya kering lebih lama lagi, niatnya hanya untuk membeli air mineral dan kembali ke dalam kelas. Tapi ternyata Prilly justru tertarik berdiam diri sebentar di kursi pojok kantin yang dia rasa tempat itu yang paling aman.

Mang Hamid, tukang batagor fenomenal di kantin ini datang menghampiri sambil menampan sepiring batagor lalu di simpan tepat di hadapan Prilly.

"Mamang gak liat non Prilly tadi waktu istirahat," kata mang Hamid membuat Prilly setengah terkejut dengan kedatangannya.

"Eh, kok mamang kasih aku batagor?" tanya Prilly terheran-heran.

"Iya, mamang udah untung banyak hari ini," jawab mang Hamid membuat Prilly terkekeh sendiri.

"Mang Hamid bisa di usir dari kantin sekolah kalau ketahuan bu Fani," Prilly memberi peringatan tentang peraturan ketat yang di buat kepala sekolahnya di SMA Clever.

Pasal tentang, tak ada yang boleh bertransaksi di kantin sekolah selama jam pelajaran berlangsung. Pasal itu sudah buluk dan lama tertempel di beberapa pilar sekitar kantin dan mading sekolah. Meskipun begitu, tak pelak Prilly tak bisa menolak rezeki yang datang padanya. Apalagi mang Hamid memberinya secara percuma.

"Tapi tenang aja, karena mang Hamid udah berbaik hati sama saya, saya pinjam dapur mang Hamid buat makan batagor ini," dia mengangkat piring batagornya kemudian bangkit.

Mang Hamid tertawa melihat Prilly yang selalu bersikap fresh, juga mengingatkan mang Hamid pada anaknya di kampung. "Silahkan, neng," mang Hamid memberi jalan, Prilly pun melegang setelah mang Hamid.

"Di dapur mamang juga ada yang lagi makan, neng," nampaknya mang Hamid sedang memberi tahu yang membuat Prilly penasaran siapa yang berani melawan peraturan bu Fani.

Setelah berkerut kening, Prilly bertanya, "Siapa mang? Kok ada, sih yang berani melawan bu Fani selain aku?"

Mang Hamid terkekeh, padahal Prilly pun takut kalau sampai bu Fani tahu dia pergi ke kantin di jam pelajaran, sampai-sampai dapur mang Hamid Prilly jadikan tameng berlindung dari pengawasan bu Fani.

Mang Hamid menggaruk kepalanya untuk mengingat walaupun hasilnya tetap nihil, "Itu, laki-laki, mamang lupa namanya."

"Iya, Prilly ngerti kok mang Hamid udah tua, jangan di paksakan ya," walau sambil menahan tawa Prilly menepuk punggung mang Hamid sebanyak tiga kali dengan ekspresi dramatis.

Hingga yang berhasil tertawa adalah mang Hamid, "Neng Prilly buat saya malu aja," katanya sambil membuka pintu dapur kedai batagor.

Dari tempat nya berdiri Prilly bisa melihat seseorang yang duduk membelakanginya tengah sibuk menyantap batagor buatan mang Hamid. Namun, bukannya bertanya dia siapa, Prilly justru menanyakan hal yang membuat mang Hamid tertawa dan juga membuat cowok itu menoleh.

"Dia makan gratisan juga, mang?"

Mang Hamid menjawab di sela tertawa nya, "Enggak, dia bayar. Katanya ini pertama kalinya dia makan batagor seenak batagor mamang,"

Namun Prilly tak mendengar jelas apa yang di ucapkan mang Hamid, dia justru tertarik untuk mengetahui wajah cowok yang baru saja menoleh dan memakan batagor mang Hamid secara perdana.

***

Guys, typo masih bertebaran, diksi masih acak-acakan. So, bantu aku buat benerin ya^^

Tegur kalau salah dan kasih keritikan kalau emang ada yang gak sesuai:)

22, Sep 2018

Someone In The World Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang