Bagian Empat Puluh Tiga : Salah Paham II

2.2K 216 4
                                    

Setelah memakan es krim, Prilly sangat bersemangat untuk memulai kembali latihannya. Meski harus sedikit mengorbankan tabungannya yang hampir habis dipakai untuk mentraktir teman-temannya, Prilly rasa tak masalah selama mereka masih mau mengajarinya mengendarai sepeda motor.

Niat Prilly untuk mandiri sudah sangat bulat. Terlebih lagi sikap Ali yang mulai aneh membuat jantung nya terus saja berdegup hanya karena cowok itu memandangnya lebih lekat dari biasanya. Seperti kejadian di meja makan tadi pagi, atas nama bumi dan langit Prilly ingin sekali berkata iya pada ucapan Ali yang ingin menjadikannya sebagai seorang 'pacar' namun kembali lagi pada masalah yang saat ini sedang Ali hadapi. Bisa saja Ali mengunakannya lagi sebagai alat untuk balas dendam kepada Nichol, lagi.

Prilly rasa cukup sekali membantu Ali, setelah ini jangan lagi meski hatinya sebagai jaminan.

Terluka bukan masalah bagi Prilly, tapi melihat orang yang dia sayangi terluka barulah dia akan merasa sangat terpuruk rapuh.

Lihatlah bagaimana perjuangan Prilly untuk menjadi mandiri. Bahkan cewek itu harus memaksa Amanda untuk mengizinkannya berlatih di jalan umum yang baru sedikit digunakan orang berlaku-lalang.

"Man, ya. Boleh kan?" sorot mata Prilly yang berbinar membuat Amanda tak ingin menatapnya secara langsung. Cewek itu masih mengkhawatirkan keselamatan Prilly di banding kelancaran Prilly dalam berkendara, untuk itu Amanda lebih memilih memalingkan pandangannya sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

Prilly masih merengek seperti anak kecil di hadapan Amanda, sesekali menilik Nando dan Bimo yang sedang berbisik kemudian tertawa sambil menatapnya meledek.

Kadang Prilly membalasnya dengan sebuah pelototan, kadang juga Prilly mengeluarkan sorot nelangsa karena Amanda tak kunjung mengangguk untuk mengiyakan permintaannya.

"Udah lah, Man. Kasihan Prilly pengen mandiri katanya." dibanding rasa iba, suara Bimo lebih pada suara seseorang yang sedang meledek temannya.

Namun, Amanda langsung angkat bicara ketika mendengar Bimo menyahuti permohonan Prilly sehingga mata cewek itu lebih berbinar dari sebelumnya.

"Bahaya. Belum waktunya dia jalan di jalanan umum. Lo mau tanggung jawab kalau ada apa-apa?" decak Amanda, tangannya beralih dia simpan di masing-masing sisi seraya mengepal kuat.

"Nggak, kok. Gak akan bahaya. Janji." untuk meyakinkan Amanda Prilly sampai harus bergelayut manja di tangan cewek tersebut, hanya untuk membuat hati cewek itu goyah dalam pendiriannya.

"Bener kata, Manda, Prill. Amanda cuma khawatir kalau nanti lo kenapa-kenapa."

Saat Nando berkata seperti itu harusnya Prilly tahu, kalau cowok itu hanya ingin membenarkan apa yang di katakan Amanda. Hanya apa yang di katakan cewek itu.

"Udah, ah. Gue mau pipis dulu."

Decihan jelas terdengar dari mulut Prilly yang sewot mendengar ucapan Nando yang terkesan membela Amanda secara diam-diam, tanpa cewek itu sadari tatapan tajamnya membuat cowok itu terintimidasi bersamaan dengan hilangnya Amanda yang pergi ke toilet.

"Alah, ngomong aja lo cuma pengen cari perhatian doang kan sama Amanda." Prilly siap untuk membongkar apa-apa saja yang dia ketahui tentang Nando

"Lah, bener tuh. Mana peduli dia sama keselamatan lo ya, kan. Lo mau kejengkang kedalam sumur juga, Nando mah bakal anteng duduk bersandar sama kopi panas. Kalau Amanda yang ke jengkang lain ceritanya."

Mendengar ucapan Bimo, Prilly ikut mengangguk menatap Nando yang sudah berwajah pias.

"Lo buta apa gimana, sih, Ndo." Prilly yang geram langsung menyerbu cowok itu dengan ocehan. "Amanda itu suka nya sama Nichol bukan sama lo."

Gertakan Prilly berefek luar biasa pada tubuh Nando yang menegang. Jangan salahkan Nando kalau sekarang kedua bola matanya pun ikut melebar dengan mulut mengatup kuat. Dia kira inisial 'N' itu untuk Nando bukan Nichol.

Diseberang yang lain, Bimo pun ikut terbelalak mendengar kalimat kebenaran dari mulut Prilly barusan. Sama seperti apa yang di pikirkan Nando, Bimo pun menyangka inisial 'N' itu untuk Nando bukan Nichol.

"Demi apa sohib gue terlibat cinta segi lima?" ucap Bimo taj percaya.

"Segilima?" ulang Nando, sedangkan Prilly diam karena sudah paham arah pembicaraan Bimo.

"Lo suka sama Amanda, Amanda suka sama Nichol. Sedangkan Nichol suka sama Prilly. Sementara Prilly suka sama Ali. Sumpah, hidup kalian penuh drama." ungkap Bimo membuat Nando mengerjakan mata tak percaya.

Bimo menarik napasnya dalam-dalam untuk mulai bercerita, "Nichol pernah cerita sama gue kalau dia suka sama Prilly. Emang pada dasarnya pertemanan antara cowok sama cewek itu gak ada yang murni seratus persen pertemanan, salah satu dari mereka pasti ada yang kebawa perasaan yang bikin pertemanan itu jadi renggang." jelas Bimo.

"Serumit itu, Prill?"

Lemah, Prilly mengangguk tanpa selera tidak pula menyangkal. "Jangan kasih tau, Amanda. Gue belum siap." lirih Prilly tatapannya jelas mengisyaratkan permohonan.

Sedangkan yang di mintai persetujuan hanya diam tak berniat untuk menimpali.

"Jadi lo ngerti kan kenapa Prilly ngotot banget pengen belajar mengendarai motor gue?"

Lagi, Nando diam tak menimpali. Sampai akhirnya Amanda datang, berjalan mendekat keadaan spontan hening tatapan kecanggungan nampak jelas dalam pandangan Nando pada Amanda yang sedang membersihkan tangannya menggunakan tissue basah.

"Yaudah, yuk. Kalau lo ngotot pengen belajar di jalan umum, gue sama yang lain ikuti lo dari belakang." kata Amanda sambil merangkul bahu sahabatnya.

Semakin lama, Nando memandang Amanda semakin lekat, pandangan suka yang sudah terkontaminasi oleh rasa canggung dan iba. Pandangan itu berlangsung sampai mereka berempat tiba di parkiran dan Prilly sudah siap menaiki sepeda motornya. Tapi kalimat yang sudah Nando siapkan hanya berbuah satu kata yang sulit dia ibaratkan. "Man,"

Hanya itu yang mampu Nando ucapkan, Bimo langsung menepak wajahnya menggunakan telapak tangannya sendiri, lantas mengitari kepala mobil untuk sampai di kursi kemudi meninggalkan Nando yang masih berkutat memandang Amanda dengan tatapan sulit di artikan.

Amanda merasa janggal dengan tatapan Nando saat ini atau bisa di bilang akhir-akhir ini, sampai-sampai saat Prilly melambaikan tangan untuk pamitpun Amanda tak menyahuti secara intens. Nando telah merenggut setengah kesadarannya untuk ikut berkeliling dalam dunianya melalui sorot mata yang berbinar sulit di artikan.

"Lo kenapa, sih? Mabok es krim ya?"

Nando langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat, lalu menarik tangan Amanda untuk melingkar di pinggangnya kemudian secara bersamaan tubuhnya masuk kedalam dekapan Nando. Sementara Bimo yang menyaksikan mereka dari dalam mobil hanya mampu meringis pilu dengan kisah cinta sahabat-sahabat terdekatnya itu.

Sedangkan Amanda langsung terjengit kaget mendapatkan perlakuan tak di duga-duga dari Nando. Bagaimana dia harus bersikap untuk merespon pun Amanda tidak tahu.

Matanya hanya membulat dengan mulut menga-nga, menggambarkan bahwa kini dia sedang mengalami masa keterkejutan yang luar biasa hanya dari sebuah pelukan Nando.

Nando. Dia justru menikmati pelukan tersebut, tangannya bergerak untuk menyentuh helaian rambut mulus Amanda dengan lembut. Seolah serpihan kaca, Nando melakukannya dengan sangat hati-hati selayaknya memperlakukan seorang bayi kecil. Lalu mengambil sesuatu dari puncak kepalanya.

Beberapa saat kemudian alam menyedot kesadaran Amanda kembali, diapun langsung mendorong jauh tubuh Nando dari tubuhnya. "Apaan, sih."

"Ngambil, daun." Nando menunjukkan sehelai daun di tangannya, kemudian membuangnya ke sembarang tempat.

Entah kenapa sikap Nando membuat Amanda menggidig. Lantas diapun melegang melewati Nando yang masih berdiri di tempatnya.

"Ngambil daun pake acara peluk-peluk segala. Aneh." gumam Amanda saat berjalan seraya menyisir rambutnya menggunkan jari tangan.

***

03, November 2018

Someone In The World Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang