Ali melegang melewati tiga kawannya yang memasang raut wajah penuh kekhawatiran. Karena bagaimanapun juga Ali tetap bagian dari kawan mereka, meski Nichol kawan yang lebih dulu mereka kenal, tapi hal itu tak mereka jadikan alasan untuk tidak memperdulikan Ali. Selain karena teman satu kelas, mereka yang baru beberapa minggu mengenal Ali sudah bisa merasakan kebaikan cowok tersebut. Disamping sikapnya yang misterius sekaligus arogan, terselip juga rasa kasih sayang dan jiwa tanggung jawab yang besar.
Seperti saat Amanda mengetahui bahwa mang Hamid dikeluarkan dari sekolah sebab Ali ditunjuk sebagai biangnya. Tapi setelah mendengar rentetan cerita jujur dari narasumbernya langsung, perasaan benci itu perlahan melorot lepas digantikan oleh perasaan kagum yang tidak Amanda tunjukan secara terang-terangan.
Waktu itu tepat di perjalanan menuju rumahnya, mang Hamid di mintai Ali untuk menjadi sopir pribadinya sesaat, di saat itu pula mang Hamid sempat menceritakan segelintir alasan Ali melakukan hal frontalnya hingga berdampak pada pemecatan mang Hamid.
"Mamang awalnya kaget waktu den Ali laporin mamang ke bu Fani, kata mamang gak ngasih tau dia tentang larangan yang nggak boleh siswa langgar. Ya, memang benar, mamang nggak ngasih tau den Ali kalau makan di jam pelaharan itu sangat di haramkan oleh bu Fani."
Nyatanya sampai sekarang kalimat itu masih terngiang-ngiang dalam gendang telinganya.
Sewaktu duduk di bangku penumpang, Amanda sangat tertarik mendengar kelanjutan cerita mang Hamid tentang Ali. Bahkan bisa di bilang, cerita Ali berhasil menghipnotis Amanda untuk lupa tentang kekecewaannya hari itu.
"Mamang ikhlas, karena mamang juga mengaku salah." dapat terbayang wajah mang Hamid yang murung sewaktu mengatakannya.
"Tapi yang bikin mamang kagum, den Ali nggak melibatkan neng Prilly saat itu. Padahal neng Prilly ada di sana makan bareng sama den Ali." nama Prilly yang di sebut-sebut sukses menarik prihatian Amanda lebih memuncak dari sebelumnya. Dimata Amanda, Ali memang sosok yang misterius dan penuh kejutan.
"Mamang juga gak sampai kepikiran kesana, tahu-tahu den Ali maksa neng Prilly buat jongkok di bawah kakinya. Setelah mamang diam sebentar, ternyata den Ali mau menjaga neng Prilly supaya nggak ketahuan melanggar peraturan bu Fani. Soalnya, neng bu Fani tiba-tiba ada di belakang mamang waktu itu."
"Itu namanya pencitraan Mang," saat itu, Amanda sadar betul apa yang diucapkannya justru berbanding terbalik dengan apa yang ada dalam benaknya.
Entah karena sebal atau faktor pendukung lainnya, saat itu Amanda langsung melipat kedua tangannya di depan dada. Bersidekap hebat, merasa bahwa Ali pantas dikatai demikian.
Namun mang Hamid menyangkal perkataannya, "Setiap orang punya caranya sendiri buat berbuat baik neng Amanda," penekanan jelas terasa namun tetap lembut terdengar, "Siapa yang bisa menyangka kalau den Ali samperin mamang dijalan, sampai antar mamang ke rumah. Akhirnya kegelisahan mamang bakal nganggur lama terbayar dengan den Ali ajak mamang sekeluarga kerja di rumahnya. Bahkan sekarang mamang bisa ngerasain naik mobil bagus." usai mang Hamid seraya nyengir.
Jelas Amanda termangu sendiri mendengar cerita mang Hamid, sampai-sampai dia merasa dunia telah kosong dengan sendirinya. Terhitung lama sebelum sebuah tangan berlalu mengibas di depan wajahnya, juga tepukan keras dipundak kiri jelas terasa hingga berhasil membawa Amanda kembali pada pijakannya.
"Man, mau bengong di rumah bae-lah. Depan tivi sambil nonton yang ena-ena." sungut Bimo seketika berhasil membuat Amanda keluar dari mode termangunya digulir dengan pelototan mata geram.
"Man, tutupin kuping lo!" belum sempat Amanda mengambil kata untuk membalas, tahu-tahu Nando berlaku kilat, menutupi dua belah daun telinganya yang terbuka lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Someone In The World
Fanfiction[Complited] #183 in fanfaction (1-11-2018) #171 in fanfaction (2-11-2018) #79 in fanfaction (3-11-2018) Sebuah perjalanan tentang kisah klasik, tentang mereka yang terluka. Namun, memiliki tujuan untuk bahagia.