Bagian Empat Puluh Satu : Niat Mandiri II

2.3K 237 10
                                    

Keesokan harinya, keluarga Prilly berkumpul di meja makan. Mereka tetap diam di posisinya masing-masing, menunggu Ali menyelesaikan mandinya dan ikut berkumpul bersama mereka untuk makan bersama.

Prilly sudah mengucek perutnya yang melonglong minta segera di beri asupan. Wajahnya pun sudah tidak pantas dikatakan baik-baik saja, sebab sudah lama cewek itu menekuk wajahnya sebal karena Talita tetap kukuh menunggu Ali untuk makan bersama.

"Mah, boleh ya?" Prilly merengek, Talita menggeleng kukuh sedangkan Danu hanya tersenyum geli di balik koran paginya.

"Sebentar, tuh lagi jalan ke sini." Talita menunjuk Ali yang sedang menuju ke meja makan menggunakan dagunya.

Merasa dirinya di tunggu, Ali pun bergegas menuju meja makan kemudian menarik kursinya untuk duduk setelah meminta permohonan maaf. "Maaf tante, Ali kesiangan."

Talita tersenyum ramah seraya mengangguk memaafkan. Pandangannya tak lepas dari jaket yang di kenakan Ali hari ini. Jaket sejenis denim melekat pas pada tubuh Ali saat ini, yang menjadikan Talita keheranan adalah sejauh yang dia tahu Ali tak pernah menggunakan jaket sebagai penutup seragam sekolahnya.

"Tumben pake jaket," kata Talita, mulutnya terasa gatal kalau tidak menegur dan menerima jawaban jelas dari Ali.

Prilly menatap Ali dengan centong nasi yang menempel di tangannya kuat, begitu juga Danu yang berhenti menyesap kopi buatan Talita lalu menaruhnya kembali keatas tatakan.

"Ng.. Lagi dingin tante." jawab Ali, sebuah kebohongan sudah tercium oleh Danu dan Prilly, namun keduanya tidak berniat melukai hati Talita yang tidak mengetahui tentang skorsing Ali.

Danu hanya bercerita tentang Ali yang mengetahui statusnya sebagai keluarga angkat, tapi dia tidak bercerita kepada istrinya tentang pertengkaran pendonoran organ dan masa skorsing yang harus di terima oleh Ali.

Danu lebih mementingkan kesehatan Talita dari pada harus memberi tahu sesuatu yang berujung pikiran istrinya terganggu.

"Yaudah, yuk makan nanti telat." ajak Danu, mencoba menebas habis rasa penasaran istrinya.

Talita menurut, Prilly pun melanjutkan menyodok cendong nasi pada nasi dalam wadahnya lalu meletakannya di atas piring kosong.

Danu lebih tertarik memakan roti dengan isian selai coklat, sedangkan Ali mengisi piringnya dengan makanan yang sama dengan Prilly.

Sesekali Ali melirik Prilly, namun tidak dengan Prilly yang masih terkesan acuh tak mau tahu. Seketika keadaan menjadi canggung, kalau saja Talita tidak memulainya dengan sebuah obrolan ringan.

"Katanya kemaren kamu pulang naik motor, ya?"

Pertanyaan Talita mengharuskan Prilly mengangguk membenarkan.

"Siapa yang bawa? Katanya Amanda."

"Iya, Amanda yang bawa." jawaban Prilly cukup jelas untuk membuat Danu dan Ali ikut memperhatikan percakapan antara ibu dan anak itu.

"Amanda udah pulang, Prill?" Danu bertanya setelah menelan roti selainya.

"Udah, udah lama malah."

"Kok gak di ajak kerumah? Pasti tambah cantik ya dia." timpal Talita seraya menuangkan segelas air di gelas Danu.

"Cantik lah, dari dulu juga Amanda cantik." sahut Prilly.

"Mangkannya, jadi anak gadis itu harus banyak-banyak perawatan. Jangan main ke hutan terus sekali-kali ke mall, belanja baju sama mamah." saran Talita sama sekali tidak di indahkan oleh Prilly, sekalipun ibunya yang memerintahkan dia untuk mengubah hobinya Prilly tetap bersikeras menolak.

Someone In The World Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang