Happy Weekend! Happy Reading!
***
Hari ini semua orang sibuk membicarakan tentang bu Fani yang mengeluarkan mang Hamid dari struktur kantin sekolah. Ternyata bu Fani benar-benar melakukan ucapannya, Prilly tak sampai hati mengingat bagaimana nasib mang Hamid dan keluarganya di kampung nanti. Kalau saja waktu itu Ali ikut bersembunyi, kalau saja waktu itu Ali tidak bicara frontal, kalau saja waktu itu Prilly bisa membela, dan sekarang dia hanya berpegangan pada diksi kalau saja. Sesuatu yang di andaikan namun tak bisa dia lakukan.
Sejak jam istirahat pertama tadi Nichol tiba-tiba tak suka berada di dalam perpustakaan, padahal sebelumnya Nichol sangat bersujud syukur ketika Prilly mengajaknya masuk ke dalam perpustakaan walaupun hanya untuk numpang tidur.
Mungkin alasan Prilly yang berbeda membuat Nichol merasa tidak nyaman. Sebelum masuk ke dalam perpustakaan, Prilly berucap lantang tentang dia gak mau ke kantin kalau tidak makan batagor mang Hamid. Bagaimana bisa Nichol mewujudkannya, keberadaan mang Hamid saja Nichol tidak tahu.
Sebagian besar fans mang Hamid memang mendesah kecewa, tapi beberapa pedagang lain bersorak, sebab kedai mang Hamid akan segera di kosongkan. Itu sebabnya mereka tertawa, merasa kekosongan itu akan menjadi peluang baik bagi mereka yang ingin berjualan di kantin SMA Clever.
Cukup ketat untuk masuk ke lingkungan SMA Clever, bukan hanya makanannya yang harus higienis, tapi tampilan menarik juga rasa yang enak masuk dalam hitungan bu Fani dalam memilih pedagang di kantinnya.
Nichol menarik napas panjang ketika perutnya menggerutu lagi, "Prill, gak laper apa?" dia bertanya diiringi wajah memelas.
Yang jawabannya hanya mendapat gelengan kepala dari Prilly, Nichol mendesah sebelum kemudian dia menjatuhkan kepalanya di atas tumpukan buku, "Kapan perut gue terlayani," cicitnya.
"Chol, lo punya cara gak supaya mang Hamid balik lagi ke kantin sekolah?" Prilly bertanya khusu demi kembalinya mang Hamid.
Baru kali ini setelah satu bulan lalu, Prilly membuat Nichol sebal, "Mana gue tahu," Nichol mengangkat bahu dalam posisinya.
"Cari tahu, yuk." di banding mengajak, Prilly lebih condong merengek.
Namun tentu saja rengekannya tak dapat di bantah oleh Nichol. Walau berat hati, cowok itu tetap setia membuntuti Prilly yang sudah berjalan dua langkah lebih awal di depannya.
"Kantin dulu, yuk sebentar aja,"
Prilly yang melihat Nichol berujar seraya memelas, akhirnya permintaan Nichol di acc olehnya.
Dengan lantang Prilly menjawab, "Lima menit, makanan lo di bungkus dua porsi."
"Satu aja, perut gue gak lagi beranak kok, jadi satu porsi masih cukup," Nichol menolak, yang ucapannya langsung di sambar oleh Prilly.
"Lo pikir gue gak laper apa?!"
Selain manja, Nichol harusnya paham kalau Prilly mempunyai gengsi tinggi. Sebab kusabab mang Hamid tak mungkin membuat Prilly kenyang tanpa makanan, toh akhirnya Prilly membutuhkan asupan untuk cacing-cacing dalam perut nya juga.
"Gue kira lo mogok makan,"
Tak bermaksud bersuara keras, tapi Prilly selalu memasang telinga kelinci ketika Nichol berbicara hal buruk tentang dirinya. "Karena gue udah dapet cara biar mang Hamid balik lagi ke kantin kita,"
Nichol mengiyakan walaupun dia sendiri tidak yakin dengan rencana yang tadi Prilly sampaikan. Belum tahu apa rencananya saja Nichol sudah meyakini itu tidak akan berhasil, apalagi kalau sudah terlaksana. Bisa-bisa terjerat tali sendiri.
***
Nichol mengangguk-angguk ketika sadar bahwa rencana Prilly adalah menghasut semua fans mang Hamid untuk mendemo bu Fani, yang menjadi korban adalah Ali. Sebab menurutnya, Ali seratus persen bersalah atas di keluarkan nya mang Hamid dari kantin sekolah. Walaupun begitu, tak sedikit fans mang Hamid yang menolak aksi demo masa yang di buat oleh Prilly.
Meskipun manja, Prilly nampak dewasa ketika menjelaskan bagaimana kejadian real, antara bu Fani, mang Hamid dan Ali.
"Gue ada disana, jongkok di bawah kaki Ali. Terus waktu bu Fani datang buat beli batagor mang Hamid, dia nanya Mamang lagi ngomong sama siapa? Nah, disitu tanpa persetujuan mang Hamid bu Fani masuk," Bahkan Prilly membuat soundtrack bagaimana suara yang di timbul oleh sepatu pantopel bu Fani. Ya, lebih dari cukup untuk hiburan Nichol.
"Dia nanya lagi, mang Hamid lagi ngomong sama siapa. Di situ posisinya gue udah jongkok di bawah kaki Ali, terus Ali jawab Sama saya bu, kalian pasti tahu dong gimana ekspresi bu Fani waktu tahu Ali ada di sana sambil pegang sendok batagor."
Wajah Prilly yang dramatis, membuat dua cewek yang sedang di beri hasutan itu menanggapi, "Terus Ali nya gimana?"
Prilly berdecak kesal, "Kok Ali nya sih! Kalian harus nanya apa mang Hamid nya gimana, bukan Alinya?"
"Ya, Ali lebih mengkhawatirkan di banding mang Hamid." timpal cewek berambut pirang sebahu, di badge sakunya tertulis nama Gitta.
Prilly menggerutu kesal, "Aduh, Ali itu gak kenapa-kenapa, dia anak baru alasannya gak tahu peraturan di sekolah ini masih di terima bu Fani,"
Dan semakin kesal ketika mendengar dua cewek itu bernapas lega, "Syukurlah," sedangkan dia harus mencari mangsa lain untuk di hasut.
"Udahlah, percuma ngomong sama kalian!" ujar Prilly lantas pergi.
"Gue bilang apa, gak usah sampai segitunya. Lo vs bu Fani, ya jelas menang bu Fani,"
Keberadaan Nichol ternyata tidak membantu, cowok itu hanya menjadi pengikut, bahkan tidak beropini sama sekali.
Sampai Prilly menjatuhkan pantatnya di kursi duduk pun, Nichol masih tetap berkomentar dan membujuk Prilly supaya memilih makanan favorit baru di kantin sekolah.
Setelah bell masuk berbunyi, Ali baru menampakkan batang hidungnya. Prilly yang kelewat sebal, langsung memalingkan wajahnya saat di pergoki Ali sedang menatapnya. Saat itu pula Ali mengulum senyum.
"Pulang sekolah ikut sama gue,"
Permintaan atau paksaan, Prilly berdecit ketika Ali bicara tanpa menatap matanya. Seakan Prilly makhluk gaib, yang tak nampak jika di lihat oleh mata telanjang.
"Gue ikut." Nichol ikut menyahuti.
***
23, Sep 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Someone In The World
Fanfiction[Complited] #183 in fanfaction (1-11-2018) #171 in fanfaction (2-11-2018) #79 in fanfaction (3-11-2018) Sebuah perjalanan tentang kisah klasik, tentang mereka yang terluka. Namun, memiliki tujuan untuk bahagia.