Bagian Tiga Puluh Dua : Puncak Amarah

2.2K 202 6
                                    

"Prill, si Ali itu bener-bener ya." Amanda mengoceh disaat bu Sekar memasuki ambang pintu dan memerintahkan semua muridnya untuk membuka buku cacatan setelah sampai di depan kelas.

"Masa kemaren gue di turunin ditengah jalan, coba! Gila ya tuh anak!"

Merasa namanya dipanggil Ali menilik bangku amanda yang bersebelahan dengan Prilly sekilas, kemudian menarik pandangannya kembali kedepan kelas setelah mendapat juluran lidah dari Amanda dan tatapan terluka dari Prilly.

"Tuh, liat cowok yang katanya paman lo bener-bener kurang ajar. Masa dia bilang kalian sering bobo syantik bareng!" Amanda masih senang bergosip, sampai-sampai isi gosipannya menarik perhatian Prilly dari papan tulis yang nampak runyam oleh rumus-rumus yang bu Sekar tuliskan.

"Terus lo percaya?" alis Prilly terangkat, memastikan jawaban apa yang akan Amanda berikan.

"Ya, nggak lah." amanda menepis tangannya didepan wajah, lalu mengeluarkan buku catatannya dari dalam tas.

Prilly sudah siap menggenggam sebatang bolpoin untuk menulis, nemun rasanya enggan menuruti perintah bu Sekar tadi.

"Eum.. Lo diturunin dimana?" nyatanya bergosip dengan Amanda lebih menarik perhatian dari pada tulisan tertata milik nu Sekar.

"Di jalan Budi Agung, udah deket sih kerumah gue." jawab Amanda seraya mencatat rumus dari bu Sekar.

Sedangkan Prilly masih kehausan informasi tentang kejadian kemarin, masih terngiang-ngiang tentang Ali yang mengetahui kepergiannya bersama Nichol kemarin. "Jam berapa?"

Empat puluh lima derajat, Amanda memalingkan wajahnya kearah Prilly, sampai sudah bisa di lihat jelas wajah teman sebangkunya itu, barulah Amanda membuka mulut mengucap sebuah kalimat. "Seharus itu gue rangkum 5 W 1 H kejadian kemaren?"

Daripada pertanyaan, kalimat Amanda lebih pada sebuah penuduhan bagi Prilly yang mendengarnya penuh penekanan. Ah, akhir-akhir ini perasaannya selalu sensitif jika menyangkut soal Ali.

"Ya. Ya, nggak. Maksud gue--

"Lo lagi gak cemburu sama gue kan, Prill?" potong Amanda berhasil membuat Prilly menelan biji sebesar salak yang langsung tersangkut di tenggorokannya.

"He, gila kali lo." Prilly menepis pemikiram yang tak sengaja menggelantung dalam benak Amanda. Sesuatu yang justru di benarkan oleh hati kecilnya.

"Siapa yang gila, Prill?"

Aksi Prilly terhenti, seketika bayangan wajah bu Sekar sedang membulatkan mata berputar-putar saat dia terpejam dipenuhi rasa takut.

Melirik Amanda, cewek itu sudah memasang wajah akting dengan membuka buku lalu melanjutkan tulisannya.

Melirik bu Sekar, Prilly tak sanggup sampai harus menarik kembali pandangannya hingga tertunduk.

Ali memperhatikan Prilly yang merengut di tempatnya, disusul tatapan Nichol juga Bimo dan Nando yang menatap Prilly dengan tatapan ingin membantu tapi tidak tahu bagaimana.

"Saya bu yang gila,"

Prilly memutar kepalanya, begitu juga bu Sekar dan Amanda serta siswa lainnya. Tahu-tahu Ali sudah berdiri sambil menyombongkan jawabannya yang bahkan tidak diterima secara logis oleh bu Sekar. Guru metematika itu berhenti memberi Prilly tatapan intimidasinya, beralih menatap Ali penuh tanda tanya.

"Oh, jadi kamu udah gila sekarang?" bu Sekar mengangkat dagunya sementara Ali menunduk hormat. "Keluar, lapangan menunggu kamu." kalimat itu terucap dengan artian Ali harus berlari mengelilingi lapangan sebanyak yang bu Sekar perintahkan.

Someone In The World Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang