Ambulans Nichol lah yang lebih dulu sampai di gerbang rumah sakit. Para tim medis langsung menyiapkan semua keperluan sejak penduduk setempat memberitahu mereka bahwa kan ada tiga pasien yang terluka karena kecelakaan dan akan di tangani kesana.
Semua terasa tegang, begitu juga dengan perasaan Amanda yang sejak saat meluncur dari tempat kejadian perasaannya sudah tercampur aduk melihat darah terus bercucukan di beberapa sisi tubuh Nichol.
Amanda membenarkan bahwa dirinya sangat menghindari cairan kental berwarna merah tersebut, namun entah kekuatan dari mana Amanda rela tangannya di penuhi darah hanya untuk menggenggam tangan Nichol dengan erat.
Bimo mengiringi langkah mereka, cowok konyol itu mendadak berubah menjadi cowok melow yang tak bisa menyurutkan air matanya saat melihat Nichol terbaring di atas tandu. Berulang kali tanganya terulur untuk menyeka air matanya sendiri agar tidak jatuh, tapi tak pelak cairan itu tetap saja turun menemui daratannya.
Petugas medis memberi Nichol alat untuk bernapas, beberapa kali mereka membenarkan posisinya agar alat itu terpasang sempurna di bagian mulut Nichol. Mereka terus menggiring Nichol menuju ruang gawat darurat, diiringi percakapan yang sama sekali tidak Amanda mengerti, mereka hanya membuat hatinya semakin sesak saat seorang suster yang bertugas mengecek denyut nadi Nichol mengatakan bahwa Nichol dalam masa kritis.
"Denyut nadinya pelan, dok. Pasien kritis." tegas, ucap seorang suster tersebut membuat Amanda ingin meluruhkan tubuhnya diatas lantai dingin sekarang juga.
"Cepat, bawa ke UGD." kata Dokter yang kemungkinan akan menangani Nichol sekarang, memerintahkan timnya untuk bergerak lebih cepat lagi.
Menuju UGD tidak terlalu jauh namun terasa melelahkan bagi Amanda yang tiap kali mendengar mereka berucap relung hatinya akan mengimpit dan kemudian disusul oleh rasa sesak juga tangisan pilu di matanya.
Petugas medis melarang Amanda untuk masuk kedalam. Sampai di ruang UDG mereka menutup pintu rapat-rapat memperingati Amanda agar tidak mendekat dengan sebuah gerakan tangan.
Jangan salahkan mereka yang merasa pilu tertunduk jatuh menemui pijakannya. Karena melihat orang yang kita sayangi terluka lebih menyiksa dari pada diri kita sendiri yang merasakannya.
Begitu pula Amanda, bersama air matanya dia memeluk lututnya yang terasa lemas. Ditemani Bimo Amanda berusaha menenangkan hatinya yang kian bergejolak. Rasa takut langsung berhimpun didalam hati mereka berdua, menyelinapkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada Nichol setelah ini.
Bimo mengulurkan tangannya untuk meraih kepala Amanda. Otot motoriknya menggerakkan kekuatan tangan mengelus rambut Amanda yang halus, lalu di bawanya kedalam dekapan hangat. Membiarkan Amanda teriasak di dalamnya.
Bahu Amanda yang sudah mulai naik-turun menandakan cewek itu sedang menangis sejadi-jadinya. Menjerit pilu mendengungkan nama seseorang yang sangat dia sayangi setelah keluarganya. Bukan hanya Amanda Bimo pun ikut merasakan kepiluan itu melihat sahabatnya tengah meregang nyawa di aspal dan berakhir di ruang UGD.
"Gue tau, Bim. Semua yang hidup akan menemui ajalnya masing-masing, tapi gue harap Tuhan ngasih gue kesempatan buat bahagiain dia."
Bimo terpejam kuat meresapi tiap kalimat tulus yang di di ucapkan oleh Amanda. Entah sadar atau tidak Bimo ikut mengamini tiap kata dalam kalimatnya.
***
Ambulans Prilly baru saja menjejaki lantai rumah sakit, keadaannya yang tidak terlalu parah membuat mereka hanya memasukan Prilly kedalam ruang rawat untuk membersihkan luka dan memberi obat merah di beberapa bagian.
Tekanan jantungnya normal, dokter bilang dia hanya syok hingga tak sadarkan diri. Tapi sejauh ini keadaannya baik-baik saja.
Justru yang terlihat mengkhawatirkan adalah Ali. Cowok yang sedang bersimpuh di samping Prilly sambil menggenggam tangannya itu di penuhi darah di beberapa bagian seperti pelipis hidung siku dan sudut bibir. Tapi si empunya tubuh tak menunjukkan keinginan agar suster membersihkan lukanya. Dia tetap setia menggenggam tangan kecil Prilly sampai kurang lebih sepuluh menit selama Prilly masuh terpejam mungkin dia tetap akan berada di tempatnya. Tak perduli seberapa pucat wajahnya saat ini, Ali tetap kukuh pada pendiriannya.
"Li, lo harus obati luka lo. Biar gue jaga Prilly di sini." saran Nando.
Seakan tahu jawaban yang akan Ali berikan, Nando menghela napas gusar sebelum Ali menggeleng kukuh tanda menolak.
Keadaan Ali membuahkan rasa cemas yang perlahan menyelinap memenuhi relung hati Nando. Cowok yang sedang berdiri di samping Ali itu berulang kali memutar otak untuk membujuk Ali agar mau mengobati luka-lukanya tapi tidak juga melukai hatinya.
Berulang kali kalimat itu gagal Nando ucapkan, sampai akhirnya dia bertepekur seorang diri sebelum menghela napasnya lagi, gusar.
"Lo pergi aja, temui Nichol nanti gue nyusul." suara itu terdengar dari mulut Ali yang bergerak membentuk sebuah kalimat.
"Luka lo." ujar Nando, Ali pun menoleh perlahan kearahnya.
Wajah pucat penuh darahlah yang pertama kali Nando gambarkan setelah melihat wajah Ali, akhirnya dia pun mengeksekusi sebuah keputusan yang beberapa menit saling bertautan dalam benaknya.
"Luka lo harus di bersihin, nanti infeksi."
Mendengar ucapan Nando, Ali mengeluarkan decihan dari mulutnya. Cowok itu bahkan tak peduli dengan luka dan rasa sakit yang dia dapatkan, menurutnya melihat Prilly yang tak kunjung sadar adalah luka terperih yang pernah dia rasakan.
"Gue terlalu kuat buat luka kecil kayak gini, jadi lo gak perlu khawatiran keadaan gue. Lihat Nichol, nanti gue nyusul."
Tanpa ingin mendebat ucapan Ali barusan, Nando langsung mengangguk mematuhi perintahnya.
"Kalau ada perkembangan soal Prilly, tolong kasih tahu gue." pinta Nando sebelum melegang pergi menemui jalan keluar setelah di anggukan oleh Ali.
Sepeninggalan Nando, barulah Ali menunjukkan sisi terlemahnya. Prilly orang kedua yang mampu membuat dia mengeluarkan air mata setelah Sesil dan Rizal.
Ali tertunduk lemah menjadikan tangan Prilly sebagai bantalannya, membiarkan air mata itu keluar menyentuh jari-jari tangan Prilly.
"Mungkin Tuhan boleh ambil nyawa semua keluarga gue, tapi gue akan bersikeras untuk mempertahankan lo supaya tetap hidup. Meski nyawa gue taruhannya."
Ali tak sama sekali menyalahkan Tuhan yang sudah menuliskan takdir untuknya. Hanya saja dia merasa iri pada mereka yang hidupnya selaku di kelilingi kebahagiaan.
Sesil pernah berkata padanya, mereka yang pernah terluka akan lebih kuat daripada mereka yang selalu bahagia. Perkataan Sesil memang benar, Ali baru merasa lebih tabah setelah mendapatkan beberapa goncangan hati yang selalu membuatnya susah terlelap.
Tapi karena Prilly, karna cewek itu Ali bisa merasakan lagi bagaimana caranya tidur sembilan jam. Bagimana caranya kasur membuatnya nyaman. Untuk itu melihat Prilly terbaring lemas diatas bangsal membuatnya teriris rapuh.
Seusai Ali memejamkan matanya, Prilly bergerak di balik wajah Ali yang menempel di tangannya. Bau amis langsung menusuk indra penciumannya membuat cewek itu perlahan membuka matanya sambil mengernyit bingung.
Hal yang pertama kali Prilly lihat adalah mata Ali yang berbinar memandangnya sambil tersenyum. Senyuman itu, senyuman terlega yang pernah Prilly lihat dari wajah Ali.
Hasrat untuk menyentuh wajah Ali pun muncul perlahan menyeruak dalam hatinya, cewek itu nampak bergetar bersama matanya yang kian berkabut, melihat wajah Ali sungguh menyakiti hatinya. Bahkan cowok itu tak nampak membersihkan luka-luka di wajahnya, hingga darah masih menempel menghiasi wajah indahnya.
"Li," lirih Prilly, membuat Ali semakin melebarkan senyumannya.
"Gue seneng tuhan masih kasih gue kesempatan buat bahagiain lo." Ali menempelkan tangan Prilly pada pipinya.
"Muka lo pucat." Prilly menelusuri wajah Ali menggunakan jemarinya.
"Ini gak seberapa daripada usaha lo buat hidup mandiri tanpa bantuan orang lain." jawab Ali.
Setelah memandang lekat wajah Ali, Prilly lantas beringsut bangun mendapati pandangan Ali yang sudah mulai sayu dan sedikit kabur.
"Lo harus di obatin." tegas Prilly yang sudah terduduk.
"Asal lo bisa tersenyum gue seneng, Prill." selanjutnya pandangannya benar-benar kabur perlahan menghitam.
Prilly menjeritkan suara antara terkejut dan khawatir ketika tubuh Ali tiba-tiba saja terlukai lemas diatas pangkuannya.
***
06, November 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Someone In The World
Fanfiction[Complited] #183 in fanfaction (1-11-2018) #171 in fanfaction (2-11-2018) #79 in fanfaction (3-11-2018) Sebuah perjalanan tentang kisah klasik, tentang mereka yang terluka. Namun, memiliki tujuan untuk bahagia.