Masih dalam keadaan yang sama dengan pikiran yang kacau dan suasana hati yang tidak baik. Ali beranjak dari depan lemarinya sambil menyeret sebuah koper besar yang beberapa bulan lalu dia bawa masuk ke kamar ini.
Sepintas, Ali merasakan ngilu itu kembali muncul saat dia melihat foto siapa yang di kelilingi oleh bingkai kayu di atas nakasnya. Seorang wanita tersenyum hangat dan terlihat cantik walau beberapa kerutan sudah mengelilingi matanya ketika tersenyum.
Hati Ali kembali terenyuh ketika tangannya dia gunakan untuk mengelus foto Sesil. Wanita bergaun putih itu terlihat sangat bahagia dengan mahkota yang tersemat di atas kepalanya. Belum lagi sebuket bunga yang dia pegang erat-erat. Ali tahu bahwa di hari pernikahan Ibu dan Ayahnya adalah hari yang bersejarah dan paling membahagiakan untuk mereka berdua.
Semua berjalan dengan baik. Ali lahir dan menjadi anak kesayangan mereka. Putera satu-satunya yang akan mewarisi seluruh kasih sayang dan kekuasaan yang mereka miliki.
Matanya berkabut, lalu muncullah bulir air itu satu persatu. Menuruni kelopak mata, menelusuri pipi dan berakhir di dahu yang akan menetes mengenai bingkai foto yang sedang Ali pegang saat ini.
Kala mengingat kecelakaan itu, hatinya kembali hancur, terus begitu dan akan selalu seperti itu. Meskipun beberapa hal telah membuatnya sedikit lebih kuat, tapi di usia belasan tahun ini Ali masih harus tetap berusaha bertahan walau keadaan selalu memaksanya untuk menyerah.
Dia pernah meminta Prilly untuk menguatkannya, kata "Lo harus kuat. Seberat apapun keadaannya, lo gak boleh banyak nangis." itu benar membuktikan bahwa Ali memang membutuhkan seseorang untuk menguatkannya. Prilly, seseorang yang telah dia pilih. Tapi Ali malah membuat sahabat baik gadis itu pergi.
Tak ada lagi yang harus disesali, walaupun hati masih belum bisa mengimbangi.
Ali beranjak dari tempatnya setelah menyimpan kembali bingkai foto Sesil pada tempatnya, yang dia benarkan sedikit. Lalu menyeret kopernya keluar dari kamar.
Harapannya setelah dia meninggalkan foto bahagia itu, dia juga akan melupakan semua kejadian nahas yang telah menimpanya.
Tepat di depan pintu, pertama kali yang dia lihat adalah punggung Prilly yang sedikit membungkuk. Wajahnya di tekuk menggunakan tangan yang di paksa menumpu. Ali tahu, saat ini sesuatu sedang mengelilingi pikirannya.
Prilly berbalik setelah mendengar decitan ensel pintu berbunyi nyaring. Bola matanya berputar selagi rambutnya sibuk menyibak ketika dia berputar, lalu bertumpu pada bulu mata Ali yang sedikit basah.
"Kalau lo masih gak yakin, lo masih punya kesempatan buat ubah keputusan lo." kata itu langsung lolos dari mulut Prilly. Kata yang sejak tadi sudah dia rangkai sedemikian rupa hingga pada saatnya dia bisa berbicara dengan sempurna.
Ali tersenyum kecil, lalu mendirikan kopernya diatas lantai. Dia melebarkan tangan untuk menangkap tubuh Prilly dan menariknya kedalam dekapan hangat.
"Ini salam perpisahan gue buat lo. Anget gak? Gue udah nyiapin mental semalaman. Cuma buat meluk lo lebih lama dari biasanya." sahut Ali, yang sedang berusaha tersenyum dan terlihat baik-baik saja.
"Li, lo bisa pergi nanti. Setelah hati lo tenang, dan setelah gue bisa relakan lo pergi." pokok pembicaraan Prilly masih sama.
Yang di balas Ali dengan pokok pembicaraannya sendiri. "Kalau nanti lo ketemu seseorang. Pastiin itu cowok gak lebih ganteng dari gue."
Prilly mendelik dalam pelukan Ali, rupanya cowok itu memang sedang tidak ingin membahas kepergiaanya saat ini.
"Bukan cuma hati lo, Li. Lo juga harus mikirin gimana nasib hati gue setelah kepergian lo nanti."
Ali melepaskan pelukanya, dia menatap Prilly tepat pada bagian terlemah cewek itu. "Setelah jatuh dari motor, lo gak ada riwayat masalah jantung kan, Prill?"
Dahi Prilly mengernyit, bingung.
"Detak jantung lo hampir sepuluh kali perdetik. Gak capek?" alis Ali terangkat sambil menahan tawa.
Reflek Prilly memegangi dadanya. Benar, itu alasan kenapa Prilly memasak Ali untuk tetap bersamanya. Karena hanya dia yang busa membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.
"Gue.." ucapan Prilly tertahan tanpa alasan.
"Lo suka sama gue." itu adalah sebuah pernyataan yang Ali ungkapkan. Disaat orang lain merasa harus bertanya berbeda dengan Ali yang memilih untuk berungkap.
Wajah Prilly langsung bersemu merah. Entah marah atau malu, Ali tidak bisa menebak semua ekspresu yang sedang dia lihat.
"Li, yuk berangkat sebelum hujan turun." Danu melangkah dari kejauhan sambil sesekali melirik arlojinya. Suara itu pula yang membuat Ali dan Prilly menoleh secara bersamaan.
Ali menyeret kopernya kembali setelah mengacak rambut Prilly sebagai salam perpisahan. Ketika Danu mendekat, Prilly justru membeku di tempat. Bahkan ketika Danu bertanya apakah Prilly mau ikut mengantar Ali kebandara atau tidak Prilly hanya diam membisu. Hingga memberi asumsi pada Danu bahwa mungkin puterinya sedang tidak ingin di ganggu dari lamunanya.
Danu berjalan menjauh dibarengi Ali dengan perasaan tak menentu. Sejujurnya, dia percaya bahwa Ali bisa merawat dirinya sendiri. Tapi dia tidak bisa yakin kalau Prilly bisa mengimbangi perasaannya setelah kepergiaan Ali sekarang ini.
Selama ini Danu tahu, bahwa Prilly tidak bisa bersikap sekuat itu.
"Prill, gue pamit." teriak Ali di ujung anak tangga yang tidak di gubris oleh Prilly.
Suara langkah kaki dua pria itu sudah menjauh, dan di bawah sana suara mobil berderu sayup-sayup mulai terdengar. Semakin lama semakin terdengar.
Mata itu lagi-lagi berkabut, meninggalkan jejak dengan sebuah bulir air mata yang satu persatu mulai menemui peraduanya. Pipi Prilly yang berakhir di atas lantai dingin.
Tubuh Prilly melorot tanpa ada yang menopangnya. Semua pergi, mengiringi kepindahan Ali dari rumahnya. Di detik selanjutnya Prilly meraung, hingga suaranya bergema kencang.
Perlahan, suara deru mobil itu mulai menjauh. Prilly akan hilang kesempatan untuk menyampaikan salam perpisahan kepada Ali jika dia tetap dia bersimpuh diatas lantai yang dingin. Dan karena pemikirannya itu, Prilly lantas bangkit dan berlari menuruni tangga hanya untuk sekedar menyampaikan selamat tinggal pada Ali.
Nihilnya, mobil yang di kendarai Danu sudah melaju melewati pagar rumah disaat yang bersamaan. Prilly mengitari perkarangan untuk keluar pagar rumah pula, lalu kembali sia-sia ketika dia melihat mobil yang Ali tumpangi berjalan sangat jauh. Kesempatan itu seketika hilang.
Lututnya terasa lemas bahkan hanya untuk menopang tubuhnya sendiri di tidak kuasa. Lagi-lagi, aspal dingin menyambutnya untuk bersimpuh dan tertunduk rapuh. Tanpa mau bertanya apa yang sedang terjadi, seolah alam telah mengetahui jawaban atas tangisan Prilly yang pecah disaat itu juga. Hujan turun mengiringi kepergiaan Ali, dan juga kerapuhan Prilly.
Ada banyak seseorang di muka bumi ini yang menginginkan kebahagiaan. Mereka yang berasal dari luka akan melahirkan sebuah kebahagiaan yang sulit terlupakan. Seseorang yang kamu pilih adalah seseorang yang juga Tuhan pilihkan untukmu. Jika bukan dia yang bersamamu, maka bukan dia pula yang Tuhan izinkan berbahagia denganmu.
Hanya ini, tepat berasal dari hati. Seseorang akan kembali jika memang tempatnya berpulang adalah disini.
***
Salam weekend dari seseorang yang sedang kalian pikirkan ^^
Yang Udah vote dan komen cerita aku dari awal silahkan cung tangan ☝ Terimakasih kalian. ^^
Dan kalian yang belum vote juga komen ceritaku dari awal, yuk vote sebelum vote dan komen itu berbayar 😁
Juga kalian yang belum folow akunku. Juga kalian yang belum mengikuti instagramku @nurhasanahnur03. Juga kalian yang belum sapa aku lewat chat 083807430203. Dan kalian yang belum tau nama aku Nurhasanah.
Terimakasih.
Salam Nurhasanah14 April 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Someone In The World
Fanfiction[Complited] #183 in fanfaction (1-11-2018) #171 in fanfaction (2-11-2018) #79 in fanfaction (3-11-2018) Sebuah perjalanan tentang kisah klasik, tentang mereka yang terluka. Namun, memiliki tujuan untuk bahagia.