Bagian Sebelas : Pertaruhan

3.4K 267 25
                                    


Happy Reading!

Pagi itu suasana kelas sudah ramai dengan gosip akan di adakan ulangn harian matematika. Prilly sudah berkali-kali meyakinkan dirinya bahwa itu hanya gosip belaka, mereka hanya ingin membuatnya khawatir dan tidak fokus untuk menyantap sarapannya.

Namun tak bisa juga Prilly hindari, bahwa pikirannya terus saja terpaku pada nilai yang akan dia dapat di ulangan tersebut. Jika pada awalnya Prilly tak pernah peduli dengan beberapa nilai merah yang dia dapat, tapi kali ini berbeda.

Sejak tadi pagi, sewatu Prilly baru menginjakkan sepatu barunya di SMA Clever, Ali sudah menodongnya dengan sebuah pertaruhan. Taruhan yang lumayan menggoda Prilly untuk mengatakan iya dia siap, pada pertaruhan tersebut. Tanpa berpikir panjang, bahwa pertaruhan itu akan sulit dia menangkan.

Prilly hanya bisa membayangkan nasib buruknya jika dia mendapat nilai merah lagi di mata pelajaran matematika kali ini, itu jelas menyatakan bahwa dia akan kalah pula dalam pertaruhan yang di todongkan Ali padanya.

Nichol melihat Prilly yang mengaduk nasi bekalnya tak selera, lantas tak sampai sedetik Nichol tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya pada cewek tersebut.

Setelah menyuap nasi bekalnya, Nichol mengambil posisi untuk bicara. "Tumben masakan Mamah lo gak enak,"

"Siapa bilang gak enak?!" Prilly menangkup wajahnya dengan sebelah tangan sebelum menimpali ucapan Nichol.

Nichol menelan sisa makanan di mulutnya lantas berkata, "Kalau enak gak mungkin, tuh nasi lo kacangin."

"Gue taruhan," tak ada alasan untuk Prilly tidak menceritakan beban hidupnya pada Nichol. Sahabat yang baru di kenal nya selama beberapa tahun terakhir ini bahkan bisa lebih mengerti dirinya di bandingkan diri nya sendiri. Sehingga Prilly tak segan-segan untuk bertukar pikiran dengan cowok yang sudah dia anggap sebagai saudara itu.

Nichol melotot, "Taruhan? Sama siapa?"

"Ali," Prilly berucap lirih yang membuat Nichol lagi-lagi melotot adalah nama yang di sebutkan oleh Prilly, Ali?

"Kok bisa?" Nichol berhenti menatap sarapannya, kini beralih menatap Prilly lamat-lamat. Bingung dengan jalan pikiran cewek itu, Nichol memasang wajah ingin tahu.

Prilly meletakkan sendok makannya di atas kotak bekal, lalu menaruh kedua tangannya di atas meja kantin sebelum dia mulai bercerita.

"Iya, jadi pas tadi pagi gue datang, Ali udah ada di depan gerbang.. Terus gak tau kenapa, dia tiba-tiba bilang. Taruhan sama gue, di ulangan matematika nanti nilai lo ada jauh di bawah gue. Terus gue bilang, baru jadi anak baru aja belagu, gue lebih paham bu Agnes dari pada lo!" Prilly menghela napas gusar, begitu juga Nichol yang nampak ikut gusar.

"Ya, gue gak tau kalau ulangan matematika nya itu hari ini. Gue kira masih lama, dan gue masih punya kesempatan buat bikin contekan. Ternyata enggak sama sekali,"

Cerita Prilly membuat Nichol reflek menggelengkan kepalanya. "Kok bisa sih lo iyain taruhannya Ali?"

"Gue pengen sepatu baru," Prilly merengek seperti anak bayi, sedangkan Nichol malah menatapnya ragu. "Ali janji beliin gue sepatu itu kalau nilai ulangan gue bisa di atas nilai dia. Lagian gue gak mungkin bilang nggak mau kan? Mau di taro di mana muka gue?"

"Gila lo!" Nichol menggeleng cepat, nampak tidak setuju dengan pilihan yang di putuskan oleh sahabatnya ini, "Gak inget terakhir kali ulangan matematika lo pakai lembar jawaban siapa?"

Nichol membuat wajah Prilly tertekuk sebab sudah mengingatkan Prilly pada nilainya yang mendapat B+ nyaris sempurna. Dan Nichol yang mendapat D, tentu saja di hadiahi omelan oleh Ayahnya.

"Iya-iya, gue tau. Mangkanya itu, kalau lo mau bantu gue, hadiahnya gue bagi dua," jurus membujuk Prilly belum begitu mahir untuk menembus dinding pertahanan yang di buat oleh Nichol tadi pagi.

"Maksud lo, sepatunya di bagi dua?"

Prilly berdecak sebal mendengar tebakan Nichol, dia pura-pura tidak mengerti padahal dia hanya ingin sesuatu yang lebih dari sebuah sepatu.

"Ya enggak, emang lo mau pakai sepatu cewek?"

"Terus bagian gue apa, dong?" tanya Nichol seraya meneguk air mineralnya. "Kardusnya doang?"

Prilly sempat memutar otak untuk sejenak memikirkan imbalan apa yang pas jika Nichol benar-benar mau membantunya kali ini. Sebelumnya dia tidak pernah berpikir sampai sejauh ini, tapi karena Nichol sudah banyak berjasa dalam kehidupannya Prilly sudah memutuskan dan dia rela kehilangan salah satu benda yang paling dia sayang.

"Miniatur spiderman gue," walau Prilly membuat suaranya sekecil mungkin, walau Prilly berharap Nichol tidak mendengar ucapannya, namun pada kenyataanya Nichol memiliki indera pendengaran yang lebih tajam dari yang Prilly kira.

Prilly tahu, Nichol sangat menginginkan miniatur tokoh pahlawan yang dia miliki. Oleh sebab itu, Prilly menawarkan penawaran yang menarik untuk Nichol. Sehingga tak ada alasan untuk Nichol menolak selain menerimanya dengan senang hati.

"Deal!" cowok itu mengulurkan tangan, lalu menarik tangan Prilly secara paksa agar mau berjabat tangan dengannya walaupun terlihat dari gestur tubuhnya, Prilly sangat menyesali keputusannya ini. "Sering-sering taruhan ya, biar gue gak harus nabung buat beli miniatur pahlawan kesayangan gue." diapun menarik tangannya dari tangan Prilly, lantas menggerakan tangannya di depan wajah. "Yang limited edition."

Seruan itu membuat Prilly muak, selera makannya tiba-tiba saja menguap bersamaan dengan miniatur pahlawannya yang sebentar lagi akan di balik hak kepemilikan. Walau sudah lama mengenal Nichol, Prilly tidak yakin dia akan merawat miniaturnya lebih baik dari dia merawatnya selama ini.

"Tiba-tiba aja selera makan gue lenyap," Prilly menutup kotak bekalnya, lantas beranjak meninggalkan Nichol yang masih membayangkan bagaimana menyenangkannya koleksi miniatur yang sudah bertahun-tahun dia kumpulkan akan bertambah satu.

Sebelum Prilly mengambil langkah ke dalam kelas dia berkata sambil memberi peringatan pada Nichol terlebih dulu, "Chol, siapin otak lo buat bertarungan gue lima menit lagi!"

"Jangan pernah raguin otak gue buat mikir," tidak ada dengusan, Nichol menjawabnya sambil tersenyum sumringah. Karena miniatur, dan karena itu milik Prilly.

24, Sep 2018

Someone In The World Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang