Bagian Dua Puluh Enam : Kamu Darah dan Dia Air

2.4K 200 2
                                    

' Jauhi dia Prill, gue mohon. Itu akan jadi permintaan pertama gue sama lo.'

Harusnya Prilly tahu, setelah Ali mengucapkan permintaan pertamanya, akan ada permintaan-permintaan selanjutnya. Tapi seperti dalam drama yang sangat jarang sekali dia tonton, Prilly justru menyetujui tiap permintaan yang Ali berikan padanya. Termasuk menyusut dari kehidupan Nichol, seseorang yang selama beberapa tahun ini selalu menemaninya.

Dari mulai menghiraukan sapaannya, ajakannya, sampai ratusan pesannya, Prilly mencoba untuk menghiraukan. Dia sadar betul apa yang telah menjadi keputusannya, bahkan menurutnya tak ada yang perlu di sesali selain berkurang nya jatah mencontek saat ulangan matematika atau yang lainnya.

Nichol memang teman yang baik, tapi Ali adalah pamannya, secara tidak langsung Ali memiliki hubungan darah dengannya walau berpaut jauh, memang pada dasarnya seorang paman hanyalah seorang paman. Tidak ada darah kental yang sama, mengalir dalam tubuhnya.

Hanya saja, hubungan seorang saudara lebih erat di banding hubungan antar persahabatan. Walau kadang batinnya mengungkiri hal tersebut.

Saat ini, Prilly sudah duduk rapi di bangkunya bersama Amanda--yang sekarang sudah kembali menjadi teman sebangku Prilly. Ali tetap duduk di depan Prilly, bersama Devon ketua kelas di kelas ini. Dan Nichol masih duduk di samping Prilly bersama Agam, seksi kebersihan kelas. Kalau Nando dan Bimo sudah tidak perlu di pertanyakan lagi, mereka sudah pasti duduk satu bangku. Lem gajahpun kalah erat dengan persahabatan mereka berdua.

"Istirahat, makan di warung depan ya," bisik Ali di tengah jam perlajaran menjelang waktu istirahat.

Bukan hanya Prilly memperhatikan ucapan Ali, tetapi Amanda, Nichol juga dua sahabat sejolinya turut memekakkan telinga untuk mendengar sepatah kata yang di ucapkan oleh Ali pada Prilly.

"Kenapa gak di kantin aja, sih?" bujuk Prilly perlahan. Jangan tanya mengapa mereka berbicara sangat pelan dan lamban, sebab jawabannya ada di depan kelas. Seorang guru berserayam rapih berkonde dengan kacamata yang tak pernah lepas bertengger indah di atas tulang hidungnya. Itu cukup memberi alasan mengapa mereka berbicara dalam mode berbisik.

"Udah, nurut aja." paksa Ali, membuat Prilly menyerinyit.

"Kalian pacaran?" Amanda menodong meminta penjelasan lebih rinci lagi.

"Whats the hell, gue gak mungkin pacaran sama paman sendiri kan, Man?" Prilly memasang wajah terbelalak yang sedikit tertahan. Wajahnya berkerut kaget akan tanggapan Amanda barusan, tapi memang tidak akan ada asap kalau tidak ada api, kedekatan Ali dan Prilly seperti api yang membuat Amanda merasakan asapnya.

"Well, gimana gue gak nuduh lo gitu coba. Bayangin aja, akhir-akhir ini kalian lebih sering ngabisin waktu berdua daripada kutekin kuku di kelas sama gue," cecar Amanda, lalu melirik kearah Nichol yang masih terlihat serius dengan pelajaran yang bu Sekar berikan, "Lo juga jarang minta contekan sama Nichol, nilai lo makin buruk." sambungnya.

Prilly mendesah, batinnya membenarkan semua hal yang di katakan Amanda tadi. Bukan tanpa alasan Prilly berjalan menjauh secara teratur, hanya saja saat ini bukan saatnya untuk bercerita. Ditambah lagi, bu Sekar sudah memberi ancang-ancang untuk semua murid yang melanggar peraturan mengajarnya. Sebuah penghapus papan board sudah di genggamnya erat-erat, siap melayang kapan saja dan mendarat dimana saja. Bisa jadi di wajah Prilly, kalau mereka tertangkap basah tentu mengobrol.

"Gue gak pacaran," tegas Prilly.

Amanda mengangguk sesaat, setelahnya menatap Nichol yang masih berwajah gusar.

***

"Li, kenapa gak di kantin sekolah aja sih. Ribet, tau." rengek Prilly, peluh sebesar biji jagung meluncur halus dari panggal dahinya, juga terlihat rembesan peluh yang lain di bibir atas dan batang hidungnya.

Seperti yang dikatakan Ali saat jam pelajaran menjelang istirahat, dia mengajak Prilly makan di tempat yang berbeda. Kalau kemarin Ali menyarankan Prilly untuk membawa bekal lalu memakannya di taman sekolah, kali ini Ali menggaet Prilly untuk mau ikut makan di warung ketoprak di depan sekolah.

Prilly harus menyebrangi sebuah jalan besar yang sering dia lewati saat hendak menunggu angkutan umum di halte. Warung itu berada beberapa meter dari halte yang sering Prilly singgahi.

"Kalau di kantin, bisa-bisa Nichol sama temen-temennya ikut nimbrung." tukas Ali, lalu merengkuh tangan Prilly dalam satu genggman.

Prilly tak habis pikir, sebegitu niatnya Ali menjauhkan Prilly dari Nichol, yang jelas-jelas tak ada hubungannya dengan proses penenangan batin Ali sendiri.

Prilly tahu, Lidya--yang mendapat donor paru-paru dari ibu kandung Ali--adalah ibu kandung dari Nichol, tapi yang membuat pikiran cewek itu terbelenggu yaitu apa keuntungannya menjauhkan Prilly dari Nichol, toh selama ini mereka tidak memiliki hubungan khusus selain partner jajan dan mencontek.

Satu dari dua tangan Ali terlentang, memberhentikan salah satu mobil yang hendak melintas saat mereka menyebrang jalan aspal.

"Mereka juga temen-temen gue, kali." cicit Prilly, pelan.

Seolah cicitannya tak berpengaruh apapun untuk Ali, cowok itu menggiring Prilly untuk duduk di salah satu bangku panjang yang terbuat dari kayu jati. Di depannya sudah berjejer beberapa bumbu, kecap salah satunya yang menarik perhatian Prilly, juga beberapa alat makan yang tersimpan rapih dalam tempat khusus berwarna merah muda.

Prilly menurut saja, membiarkan Ali memesan dua porsi ketoprak dalam ukuran sedang, kemudian duduk berhadapan setelah penjual ketoprak itu menyanggupi permintaan Ali.

"Yang sedang aja ya, mubazir kalau gak abis," begitu katanya.

Prilly masih diam, mengangkat ujung jari tekunjuknya diikuti dengan jari yang lain. Menekan meja di depannya, membuat sebuah ritme yang bersahut-sahutan.

"Eum, habis ini lo mau ngapain?" tanya Prilly pada Ali yang tengah mengoyak plastik kerupuk udang.

Diapun menjawab sebelum melahap satu lembar kerupuk udangnya, "Nggak tau," bahunya terangkat membuat Prilly langsung melipat kening.

"Setelah lo berhasil jauhin gue sama Nichol, rencana lo selanjutnya apa?" Prilly tak bisa menutupi kalau saat ini dia geram melihat tingkah Ali yang mulai tidak memasuki akal pikirannya.

"Biarin aja kayak gini, gue nyaman bareng sama lo," seenteng itu Ali menjawab, padahal sebab-akibat jawabannya tadi membuat Prilly memutar otak untuk menutupi kegugupannya.

Prilly mengalihkan pandangannya pada sekantung kerupuk, tangannya bergerak untuk meraih kerupuk tersebut. Seperti ini rasanya gugup di depan orang yang baru saja memenangkan benda paling lunak di antara benda lainnya, hati. Ya, prilly sangat sadar kalau jantungnya itu berdekat bukan karena kelainan, melainkan karena sesuatu yang membuatnya lelah sekaligus bersemu ketika merasakannya. Dan gerakannya tertahan ketika seseorang membangunkannya yang mulai tenggelam dalam pikiran.

"Mangga, di nikmati ketopraknya." sambut tukang ketoprak itu, setelah diberi anggukan oleh Ali dan juga Prilly, dia berlalu dengan senyum yang tak pernah lepas dari bibirnya.

"Jadi lo gak nyaman ada deket gue?" tuduh Ali yang sudah mulai mengaduk ketopraknya di saat Prilly masih sibuk membersihkan sendok makannya menggunakan tissue.

"Gue nyaman," jawabnya singkat, sendok itupun sudah siap melayangkan sesuap ketoprak kedalam mulutnya. "Tapi ada baiknya lo udahi permainan lo ini." saran Prilly.

Ali menggeleng cepat, "Sampai gue bisa tenang, baru gue berhenti."

Di gerakan ketiga mulutnya berhenti mengunyah, ketopraknya masih tersangkut di dalam mulut tapi Prilly lebih ingin mendelik menatap Ali tak percaya di bandingkan harus menyelesaikan proses pelumatan ketopraknya.

"Kata orang darah lebih kental dari pada air, itu sih yang bikin gue percaya lo bakal bantu gue abis-abisan."

Lagi, Ali membuat Prilly tersedak sekarang, dengan cepat Ali menyodorkan sebotol air mineral yang langsung di sambar oleh Prilly, Prilly berdecak lalu mengembalikan kembali botol air mineralnya, tanpa ucapan Ali mengerti apa yang dimaksud Prilly.

Selesai membuka tutupnya, Ali menyodorkan kembali botol minum itu, kemudian Prilly mengisap air dari dalam botol tersebut.

***

11, Oktober 2018

Someone In The World Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang