Bagian Lima Puluh : Jangan Pergi!

2K 206 22
                                    

Setelah mendengar semua real cerita dari mulut Danu dan Talita,  Prilly tak sanggup menatap mata hitam legam milik Ali. Seseorang yang selama ini dia anggap sebagai saudara kandungnya,  ternyata hanya memiliki hubungan sebatas rekan bisnis.

Karena satu hal dia merasa lega, dan beberapa hal lain justru membuatnya gelisah.  Tentang bagaimana perasaan selanjutnya.

Prilly berjalan gontai menyusuri kramik menuju kamarnya, jalan yang selalu dia lewati tanpa rintangan. Tapi entah kenapa akhir-akhir ini Prilly senang berdiam diri ditempat yang sama. Diam terpaku dan membiarkan pikirannya melayang.

Pintu kamar Ali terkunci rapat. Itu sudah jelas, Ali selalu mengunci pintunya tanpa harus Prilly pastikan kembali.

Setelah acara pemakan Nichol kemarin, hati Prilly semakin sesak setelah mengetahui bahwa selama beberapa bulan ini kejadian demi kejadian terjadi begitu berat.

Di depan pintu kamar Ali, Prilly mengangkat tanganya. Lalu dia turunkan kembali sebelum mengetuk pintu bercat putih itu. Dia ragu, mungkin saja gugup. Semua sudah berubah, termasuk status diantara mereka. Prilly tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi yang jelas hari ini Prilly sudah kehilangan satu teman baiknya dan dia tidak ingin kehilangan satu lagi orang yang sangat disayanginya.

Pintu itu terbuka sebelum Prilly berhasil menyingkir dari depannya. Wajah terkejutnya pasti sudah tertangkap basah oleh Ali, saat itu juga Prilly melihat tetesan air dari rambut Ali yang terlihat acak-acakan.

"Prill," Ali menengadahkan pandangannya. "Ngapain?" Ali bertanya setelah menutup pintu kamarnya, dan tubuhnya telah menghadap Prilly secara sempurna.

"Itu.. Mau ke kamar." rambut panjang Prilly yang di urai tiba-tiba mengeluarkan keringat.

"Oiya, kamar lo kan lewatin kamar gue ya." Ali nyengir.

Setelah menelusuri ekspresinya, Prilly rasa tak ada yang harus di khawatirkan tentang kebenaran yang baru saja Ali terima. Diapun mengangguk.

"Nanti gak lagi." Ali mengajaknya jalan menjauh dari depan pintu kamarnya, dan Prilly turut mengikutinya.

Prilly menengadah, "Maksudnya?" dia bertanya dengan tatapan bingung.

"Nanti, lo gak perlu berdiri di depan pintu kamar gue lagi," Ali berhenti lalu menatap Prilly yang ternyata sudah menatapnya sedari tadi. "Gue yakin setelah ini lo bakal jalan terus, lurus kekamar lo. Tanpa mau melirik pintu kamar ini." tambahnya, membuat raut bingung di wajah prilly semakin tergambar jelas.

Prilly mengangkat tangannya di depan dada sambil mengedipkan mata beberapa kali, dia rasa pembicaraan ini sudah termasuk kedalam kategori serius.

"Tunggu deh, gue gak ngerti apa yang lo omongin." serius, Prilly bingung.

Ali menyuingkan senyum simpul. Prilly membenarkan bahwa senyum Ali saat ini membuat hatinya mencelus. Ada rasa yang seharusnya tidak dia rasakan. Ada getaran yang seharusnya tidak dia biarkan tumbuh semakin besar. Sampai akhirnya dia rasa bahwa kali ini dia benar-benar telah jatuh hati pada sosok Ali.

"Gue mau cari tempat baru, Prill." ungkap Ali. Wajahnya hampir sendu disaat Prilly terkejut setengah mati. Mata Ali sayu disaat mata Prilly justru melebar luas. Tangannya hampir bergetar hebat disaat tangan prilly diam-diam mengepal kuat.

"Kenapa?" Prilly berlirih.

Ali mengajaknya duduk setelah mereka melihat bangku di persimpangan dapur, agar pembicaraan mereka terasa nyaman.

"Lo udah tau tentang status gue yang bukan paman kandung lo?"

Prilly mengangguk ragu ketika Ali mengangkat alis tebalnya tinggi-tinggi.

Someone In The World Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang