Atas kerja keras dan perjuangannya Danu berhasil memijakkan kaki di atas lantai ruang gawat darurat, disusul oleh Talita yang datang sambil memapah Prilly penuh kasih sayang.
Dari bias kaca yang terbentang luas, mereka mengamati tiap gerakan yang di lakukan oleh dokter pada Ali di dalam sana. Sebuah lengan telaten itu menyentuh baju Ali yang sudah di lumuri oleh merah darah. Di lanjutkan dengan kapas yang di gunakan untuk membersihkan luka-luka yang berhasil dicetak akibat kecelakaan tersebut.
Sebuah sampah kapas sudah menggumul di atas nampan yang di genggam oleh seorang berseragam serba putih. Sesaat kemudian dokter nembalikan tubuh Ali menghadap kesamping kaca besar--tempat Prilly dan keluarganya berdiri-- hingga Prilly menggenggam kuat dadanya yang terasa terluka melihat Ali berwajah pucat di dalam sana.
Lalu tanpa disangka-sangka, Prilly mendapati sebuah ekspresi yang mengejutkan dari raut wajah dokter tersebut. Disusul dengan sebuah pembicaraan yang tak mampu Prilly dengar dari luar sana.
Batin nya semakin terkoyak saja melihat suster itu berlari kesana kemari untuk mengambil beberapa alat yang di perlukan oleh atasannya. Seorang dokter itu mulai mengeluarkan kaca pembesarnya dan meneliti sesuatu di balik punggung Ali.
Sebuah anggukan mengakhiri proses penelitian dokter tersebut pada seonggok pasien bernama Ali, kemudian menjauhkan beberapa peralatan yang telah selesai di gunakan.
Lalu dokter tersebut berjalan menuju pintu keluar, dengan cepat Prilly berjalan menuju pintu yang dituju meski tertatih keingintahuannya tentang keadaan Ali membuatnya rela menyeret kaki untuk sampai ketempat tersebut. Dan dokter pun keluar dari ruangannya.
"Dengan keluarga Ali?" tanya seorang dokter itu.
Tanpa di minta Danu memajukan dirinya satu langkah, kemudian meremas tangannya yang sedikit gemetar. "Saya,dok."
"Anda orang tuanya?" tanya dokter lagi.
"Bukan, dok. Saya keluarganya."
"Baik. Apa pasien pernah mengalami kecelakaan sebelumnya?" dokter itu menarik alis matanya tinggi-tinggi meminta Danu untuk menjawab pertanyaannya dengan jelas.
Danu sempat berdiam sesaat, perasaannya mulai menunjukkan tanda-tanda tidak enak. Meski diiringi getaran, akhirnya Danu memulai mengungkapkan. "Iya, pernah dok. Apa keadaannya memburuk?"
"Bisa di bilang begitu. Dia pernah mengalami luka di leher, dan saya lihat ada bekas jahitan disana."
Ucapan dokter itu mengingatkan Prilly pada kejadian dimana leher Ali mengeluarkan darah dan juga saat itu menjadi titik awal kedekatan mereka. Setelah itu, kejadian-kejadian di luar nalarpun terjadi begitu saja.
"Kecelakaan kedua telah membuat beberapa pembuluh darahnya pecah mengenai paru-parunya, sehingga kita harus melakukan operasi. Ada dua kemungkinan, kalau kita tidak bisa mengatasi kebocoran tersebut jalan satu satunya adalah tranplantasi paru-paru."
Lagi, ucapan dokter itu membuat tubuh Prilly gemetar hebat hingga menopangkan tubuhnya pada Talita adalah cara satu-satunya untuk mengurangi kadar gemetar tersebut.
Talita membiarkan putrinya terisak dalam dekapannya, bagaimanapun juga dia tahu Ali lah orang yang sangat di sayangi oleh putrinya saat ini.
"T-transplantasi, dok?" eja Danu seolah tak percaya.
"Iya, itu jalan kedua yang bisa kami prediksikan."
"Tapi, dok. Apa itu artinya kita harus cari paru-paru orang lain untuk pengganti paru-paru milik Ali?"
"Benar, pak. Kami akan usahakan. Tolong, semuanya bantu doakan."
Ini semua adalah kesalahannya, kalau bukan karena kecerobohannya, kalau dia tak mempunyai kepala sekeras batu, mungkin saja saat ini Ali masih bisa bernapas lega menghirup udara segar di atas balkon kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Someone In The World
Fiksi Penggemar[Complited] #183 in fanfaction (1-11-2018) #171 in fanfaction (2-11-2018) #79 in fanfaction (3-11-2018) Sebuah perjalanan tentang kisah klasik, tentang mereka yang terluka. Namun, memiliki tujuan untuk bahagia.