Alam telah membuktikan ucapannya. Janji bahwa yang tempatnya memang di sini akan kembali ke tempat dia berasal, telah dia penuhi. Prilly tertegun beberapa saat untuk mengamati sepasang sepatu yang sangat dia kenali.
Sebuah sepatu sneakers yang talinya di ikat dengan rapih berdiri dihadapaannya dan perlahan mulai basah oleh air hujan. Tapi dia tidak lagi merasakan air hujan itu menyentuh tubuhnya. Walau hawa dingin tetap bisa dia rasakan sampai mengigil.
Prilly mendongkakkan wajahnya, menatap seseorang yang sedang berdiri di depannya dengan wajah cemas, atau mungkin kesal karena perbuatannya.
Danu memayunginya selagi Ali masih berusaha membuka payung miliknya. Disamping itu Prilly bisa melihat wajah Talita nampak khawatir dari dalam mobil lewat kaca spion yang sedang dia pandangi.
"Kamu udah mau bikin KTP, lho, Prill. Kok masih seneng main hujan-hujanan." Danu membuat hatinya menghangat walau hujan terus turun semakin merapat.
Bahu Prilly naik turun, tanda bahwa dia sedang menangis masih jelas terlihat oleh Danu. "Pa.. Pah.." ucap Prilly, sesegukan.
Karena kesal, Ali melempar payungnya yang sulit terbuka. Tak perduli walau saat ini hujan justru membelai tubuhnya satu persatu, Ali menggapai tubuh Prilly untuk bangkit dari simpuhannya.
"Gue tau pikiran lo emang masih anak-anak. Tapi kalau hujan gede gini pikirin juga perasaan si petir yang mau nyambar lo gak tega tapi harus. Karena cuma lo cewek yang berpikiran pendek, yang rela hujan-hujanan dari pada ngucapin selamat tinggal didalam rumah." cecar Ali, silih berganti dengan usapan air hujan.
Danu rasa dia perlu menjauh, itu sebabnya dia membiarkan tubuh mereka berdua terbasahi oleh air hujan.
"Ini terlalu cepet buat gue. Kemarin. Kemarin gue baru aja kehilangan sahabat gue. Dan sekarang, gue gak habis pikir kalau lo juga bakal pergi ninggalin gue." Prilly berteriak setengah mati, dia ingin mengalahkan gemuruh air hujan yang semakin lama semakin kencang.
Ali diam sesaat untuk menelusuri pandangannya pada wajah Prilly. Bahkan cewek itu tetap diam ketika Danu dan Talita mulai khawatir tentang kesehatan mereka setelah ini. Mungkin saja flu menyerang ketika Ali sudah sampai di tempat tujuannya, dan Prilly enggan menyuap nasi sewaktu Ali resmi pindah dari kota ini. Beberapa kemungkinan berpacu, bahkan sesaat setelah Danu memungut payung yang sempat Ali buang begitu saja.
"Dalam kehidupan ada fase dimana seseorang lahir karena cinta, dan rapuh karena luka. Lo harus paham itu. Gue lagi ada di fase kedua. Gue butuh lo, tapi gak sekarang. Ada ruang kosong yang harus gue isi. Bukan berarti lo gak berguna, cuma ruang kosong itu bukan buat lo. Bukan buat seseorang yang gue sayang sebagai wanita yang akan gue butuhkan nanti."
Mendengar kalimat Ali, Danu yang sedang berusaha membuka payung untuk Ali pun menoleh karena ikut terenyuh. Apalagi Prilly yang notabenenya seseorang yang sedang Ali maksud.
Dia terpejam kuat ketika tangan Ali menelusuri wajahnya. Walaupun hatinya terasa perih karena harus di tinggalkan Ali, tapi tak pelak dia tetap menikmati ketika tangan Ali menyentuh dahi, pipi, hidung, kemudian dua kelopak matanya yang saat itu juga sebuah kecupan Ali daratkan secara bergantian.
Danu ingin melarang mereka dengan alasan di bawah umur. Tapi karena sudah terlanjur dan menurutnya Ali pun sangat bisa di percaya. Al-hasil, karena keterkejutan itu payung yang sedang dia pegang hampir jatuh kembali kalau saja tangannya yang lain tidak menahan.
"Tempat gue disini," Ali menunjuk aspal yang sedang dia pijak bersama Prilly juga Danu menggunakan pandangannya. "Karena itu gue akan kembali kesini. Tanpa lo minta." lanjutnya sambil tersenyum simpul.
"Terus, kalau emang tempat lo disini. Kenapa harus ada perpisahan. Dimana perpisahan itu selalu bikin hati gue sakit. Kayak sekarang." ucap Prilly seraya menatap Ali, sendu.
"Syarat supaya hati gue damai adalah pergi dari semua orang yang bisa mengingatkan gue pada masa lalu gue yang penuh luka. Kalau semua udah kembali seperti semula, gue bakal kembali sama lo."
"Lo lagi gak berusaha ngehibur gue kan?" tanya Prilly, menyelidik.
"Maksud lo?"
"Dengan lo kasih harapan bahwa lo bakal kembali kesini."
Ali yang mengerti langsung mengelus rambut Prilly yang sudah basah, "Laki-laki itu di pegang omongannya, selalu dan akan terus kayak gitu. Lo gak usah khawatir." lalu beralih menggenggam tangan Prilly meyakinkan, "Kalau lo masih gak percaya, tanya om Danu, deh yang jauh lebih mengerti gue."
Prilly dan Ali melirik Danu yang sudah berkecak pinggang dengan sebelah tangan, sedangkan tangannya yang lain kerepotan memegangi dua payung sekaligus. Wajahnya dia buat nyalang, walau begitu Prilly tetap ingin tertawa ketika melihat wajah tua Papahnya yang sedang berpura-pura merajuk.
"Kalian ini masih gak merasa bersalah udah main romantis-romantisan di depan Papah?" hardik Danu yang menunjukan kelebihan aktingnya.
Prilly terkekeh dibarengi Ali yang juga ikut terkekeh bersama. Jangan lupakan Talita yang juga ikut menggelengkan kepala di dalam mobil. Melihat puterinya yang hampir tidak memiliki semangat hidup, membuat Talita harus memutar otak untuk kembali membawa Prilly yang dulu. Tapi hanya karena bujukan Ali, dan perlakuan romantisnya, secara otomatis Prilly kembali tertawa dan mulai menerima semua takdirnya.
"Om, kan udah pernah sama tante Talita." Ali balik menggoda, begitu caranya mengobati ruang hampa yang selalu dia biarkan kosong.
"Emang Prilly mau sama kamu?" Danu menyelubungkan senyumannya. Itu kenapa Prilly menjadi salah tingkah ketika Danu menatapnya secara intens.
"Iya! Emangnya gue udah bilang mau sama lo?" tawanya kembali mengembang, itu artinya semangat Prilly sudah kembali mengimbangi.
"Jawaban anak sekarang gak penting, Om. Yang penting itu restu orang tuanya." bela Ali. Dia tetap menggoda ketika Prilly tengah gesit mencubiti pinggangnya.
Beban terberatnya untuk meninggalkan kota ini adalah Prilly, dan sekarang dia sudah bisa memahami. Tak ada lagi alasan yang kuat untuk menahan Ali pergi, dia rasa langkahnya akan menghangat setelah ini.
Tidak selalu apa yang kita inginkan bisa kita dapatkan, termasuk keluarga yang utuh dan kebahagiaan yang tak pernah runtuh. Tapi seperti langit yang selalu menemani buminya. Kebahagiaan selalu mengiringi lukanya. Entah saat itu juga, atau nanti. Dimana luka berada disitu kebahagiaan tumbuh karenanya.
END
****
Yoshhh!!!
Kalian yang udah nemenin cerita ini sampai tamat. Aku ucapkan terimakasih sebesar-besarnya apa lagi yang udah mau luangin jempolnya untuk vote juga komen, aku kasih apresiasi untuk kalian. Nih, aku kasih cinta 💚
Dan untuk kalian yang belum melakukan dua hal diatas, aku juga mau bilang makasih karena udah luangin matanya buat baca cerita aku 💙
Terutama untuk kalian yang selalu suport aku 💙💙💙💙
Kalian yang udah folow aku 💚💚💚💚
Kalian yang udah sapa aku 💙💙💙💙💙
Terima kasih. Karena kalian Someone in the World bisa aku selesaikan 💙💙💙💙💙💙💙
Tunggu karyaku selanjutnya ya^^
Sebelumnya aku mau tanya, nih. Menurut kalian harus dikasih ekstra chapter gak sih? Kasih pendapat di komentar ya😂
Salam Nurhasanah
14 April 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Someone In The World
Fanfikce[Complited] #183 in fanfaction (1-11-2018) #171 in fanfaction (2-11-2018) #79 in fanfaction (3-11-2018) Sebuah perjalanan tentang kisah klasik, tentang mereka yang terluka. Namun, memiliki tujuan untuk bahagia.