Bagian Dua Puluh Delapan : Akibat Cemburu

2.3K 196 4
                                    

Man, pulang bareng yuk!"

Ajakan Nichol sontak membuat Amanda mematahkan lehernya kearah kiri. Disana, Nichol masih merapikan beberapa bukunya yang berserakan di atas meja, memunguti alat tulisnya yang juga berposisi serupa.

"Gak salah denger, nih gue?" posisi tangan Amanda sudah bergulir menjadikan meja sebagai tumpuannya, membiarkan buku-buku itu tertidur diatas meja dalam posisi tidak simetris, disambut dengan lesung pipi menjalar akibat menahan senyum.

"Emang pulang dari Milan kuping lo kepentok sayap pesawat ya, sampe gak bisa denger jelas suara gue?" sebelah alisnya tertarik keatas bersama kulit dahi kanannya mengerut, Nichol sudah siap menyeret tas ranselnya.  "Ada yang mau gue omongin,"

Kali ini Prilly ikut menoleh, padahal Ali sudah memintanya buru-buru tadi sebab cowok itu sudah berada di parkiran sekitar lima menit yang lalu, itupun sebelum bel pulang berbunyi Ali sudah memaku langkahnya menuju pelataran. Alasan bu Sekar rapat menjadi andalannya untuk diberi izin oleh ketua kelas, bodohnya Devon-ketua kelas dikelasnya-membiarkan seekor srigala yang lincah keluar dari pengawasan. Al-hasil seperti ini, Prilly kena getah dari persetujuan Devon, terburu-buru bukan salah satu kepribadian Prilly.

"Gue gak di ajak, nih?" dulu sebelum Amanda kembali, Nichol selalu mengajaknya pulang bersama, kadang juga membawa Prilly berjalan-jalan sebelum mengantarnya kembali ke rumah. Wajar saja kalau saat ini Prilly merasa ada yang hilang dari sosok Nichol, walaupun dia selalu mengingat janjinya pada Ali tempo hari, tapi saat rasa kehilangan itu datang, Ali tidak sedang berada disini. Jadi apa salahnya kalau Prilly mencoba mendekatkan diri lagi dengan Nichol?

"Udah ada yang nungguin, tuh jangan bikin orang nunggu sampe mandi keringet di parkiran," cibir Nichol, ternyata mengundang gelak tawa bagi Amanda yang sama sekali tidak terasa seperti lelucon bagi Prilly.

"Yey, bercanda kali, sewot amat yang mau nge-date. Takut di ganggu ya?" selain pandai mendengarkan, Prilly akui kalau dirinya pandai menggoda, menggoda Amanda misalnya.

Pipi Amanda yang berlesung langsung memerah padam, sorot matanya berbinar seolah menandakan dia sangat berharap dengan sesuatu penting yang akan di bicarakan oleh Nichol nanti. Sebuah tepukan mendarat di lengan Prilly yang diperbuat oleh tangan Amanda, "Bisa aja, lo." elaknya, Prilly tak bodoh untuk hanya mengetahui semu merah yang terpampang jelas di panggal pipi Amanda.

"Yuk, Man," Nichol sudah siap bersama tas ranselnya tersampir di bahu kiri, sebelah tangan tenggelam dalam saku celana, sebelah lagi memegang kuat tali ransel. Terlihat fonemis dengan sebelah alisnya yang sedikit terangkat.

"Prill, duluan ya," gestur Amanda seolah meminta dukungan dari Prilly, Nichol sudah jalan mendahului tanpa melambaikan tangan atau sekedar berucap selamat tinggal. Prilly merasa jauh namun lebih baik seperti ini dari pada dia yang harus terang-terangan menjauhi Nichol tanpa alasan jelas.

***

Cukup sesaat Prilly mengamati Ali tengah bercengkerama dengan Amanda, tubuhnya dia sandarkan di mulut mobil sedangkan tangannya dimasukan kedalam saku celana. Disana terlihat Nichol yang tengah menunggu di atas motor besar, helm pelindung sudah menempel diatas kepala sejak pertama kali Prilly mengamati mereka bertiga, sedangkan matanya sesekali melirik arloji yang melingkar di tangan seperti mengisyaratkan sebentar lagi waktunya akan habis.

Prilly menarik diri ke permukaan alam sadar dengan wajah penasaran. Dia tercekat, sedangkan Ali menyuingkan senyum di hadapan Amanda. Lalu yang terdengar malah sesuatu yang membuat hatinya meradang.

"Pulang bareng yuk, Man!"

Empat kata yang membuat dunianya berhenti seketika, harusnya Prilly tak perlu khawatir dengan mengajak Amanda pulang bersama. Tapi setelah Prilly sampai di sana, yang dia dapat malah sebuah rasa gelisah yang menyelusup perlahan.

Someone In The World Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang