Bagian Tujuh Belas : Seseorang Untuk Menguatkan

2.8K 267 3
                                    

Enjoy for reading!

****

Sampai prosesi pemakaman selesai, Prilly tak sedikitpun melihat mata Ali menangis di balik kacamata gelapnya. Walaupun sejak tadi cewek itu berada di sampingnya, dia merasa Ali tak pernah menganggap kedatangan para pelayat ke pemakanan ibunya.

Cowok itu berdiri kokoh menantang gundukan tanah di depannya sambil bersidekap dada.

Prilly ingin merangkul, tapi kelihatannya Ali tak membutuhkan sebuah rangkulan. Prilly ingin mendekap, tapi rasanya Ali sangat sulit di dekap. Sampai satu persatu para pelayat mengurai kembali ke peradabannya, Ali masih tetap berdiri kokoh di tempatnya di temani keluarga Prilly yang kelihatannya enggan meninggalkan Ali seorang diri.

"Li, yuk kita pulang," ajak Talita dengan penuh kasih sayang adik keluarga yang di tinggalkan itu mengelus bahu Ali lembut, "Sementara waktu kamu bisa tinggal sama kita, kalau kamu mau selamanya pun kita gak masalah. Iya kan, Pah" Talita meminta persetujuan suaminya yang kini sedang menatap Ali dengan tatapan iya, lantas Danu mengangguk menyetujui.

Prilly memandangi Ali lekat-lekat, dalam hati dia sudah memaafkan kesalahan Ali atas di keluarkan nya mang Hamid dari SMA Clever, dan jujur dia merasa sangat senang saat mengetahui Ali memindahkan mang Hamid beserta keluarganya ke dalam rumahnya. Jadi kali ini Prilly ingin mendengar Ali berucap, barang satu dua kata hanya untuk memastikan vita suara cowok itu masih terlihat baik, dan dia juga masih bernapas seperti manusia pada umumnya.

"Makasih, Om, Tante, nanti Ali nyusul," tanpa sadar Prilly menghela napas lega ketika Ali menjawab pertanyaan dari kedua orang tuanya.

Talita merangkul bahu Ali yang terlihat lebih tinggi darinya, "Jangan terlalu larut, yang pergi belum tentu meninggalkan." Talita mencoba membujuk Ali untuk segera pulang melalui kalimatnya barusan.

Ali pun menggenggam punggung tangan Talita, "Iya, Ali paham, Tan." jawabannya mantap.

"Ya sudah, Om sama Tante tunggu di mobil ya," Danu angkat bicara sebelum menggandeng tangan isterinya dengan mesra. Membuat Ali teringat sewaktu Rizal menggandeng tangan Sesil masuk kedalam mobil yang mengakibatkan kecelakaan nahas itu terjadi.

Di balik kacamata gelapnya Ali terpejam kuat melihat kemesraan suami isteri itu, Ali tak mau iri pada Prilly yang masih memiliki keluarga yang utuh dan lengkap berbahagia. Sebab, keluarga mereka lah yang datang tanpa di undang ke pemakaman ibunya. Itu saja cukup untuk Ali membuktikan bahwa keluarga Prilly sangat menaruh simpati pada keluarganya yang kini tinggal dia seorang diri.

"Ayo, Prill," ajakan Talita tak Prilly iyakan.

Cewek itu bergeming menatap Ali terus berkata, "Duluan aja, Mah, nanti Prilly nyusul." keputusannya telah dia ucapkan dan mendapat persetujuan dari Danu dan juga Talita.

Mereka pergi meninggalkan Ali dan juga Prilly bersamanya, dan terus menjauh meninggalkan jejak di tanah basah yang baru saja terguyur hujan, sampai hilang tak terlihat di balik pohon beringin besar yang menjadi tempat parkir mobil mereka.

Sepeninggalan Danu dan Talita, suasana hening yang mencengkeram membungkus keadaan. Tanpa ada satupun yang memulai pembicaraan, padahal awan sudah nampak bergelung hitam, menandakan hujan akan segera turun lagi.

Prilly menghapus jarak antara dirinya dan Ali, karena kesal dia hendak memukul bahu Ali sambil berkata 'Hai pecundang, kenapa lo berdiri terus, kematian nyokap lo udah berlalu. Sekarang tinggal lo harus ngelanjutin kehidupan lo secara normal. Kalau lo gak bisa, gue yang akan bantu lo untuk itu'. Namun kalimat itu hanya mampu tersedak dalam tenggorokan, tanpa mau Prilly ucapkan lantang. Seolah tubuh Ali yang membungkuk menatap gundukan tanah didepannya, terlihat begitu rapuh untuk dia buat kerapuhan lagi.

"Prill," Prilly mendelik ketika mulut Ali bergerak mendengungkan namanya, "Bisa gak, lo minta gue buat menguatkan diri sendiri?" kening Prilly lantas berkerut mendengar ucapan Ali yang terkesan aneh. Dia minta di kuatkan? Apa itu tujuannya?

"Li," desis Prilly, matanya nampak sendu memandang sosok Ali dari samping.

Cowok itupun mengubah posisinya menjadi berhadapan, "Bisa gak lo peluk gue sekarang? Atau gue yang harus peluk lo?"

Tenggorokan Prilly tercetat. Dalam satu gerakan tubuh mungilnya sudah berada dalam dekapan Ali, bahkan wajah cowok itu sudah tenggelam di balik tengkuk Prilly. Padahal seseorang yang sedang dia peluk, justru merasakan keheranan yang luar biasa. Darahnya berdesir, rasa sesak itu Ali bagi kepadanya dalam waktu singkat. Dia merasa ada sesuatu yang menetes dan menyentuh kulit pundaknya, yang ada dalam bayangannya kalau Ali sedang menangis sekarang.

"Bisa gak lo bilang ke gue, kalau apapun yang terjadi lo gak boleh terlalu banyak nangis,"

Prilly menelan salivanya sendiri, mendengar suara Ali yang pilu, membuat hatinya ikut termangu.

"Jangan sampai hancur, lo harus kuat,"

Tanpa sadar mata Prilly ikut memerah akibat ucapan Ali yang sederhana namun menyayat hati.

"Bisa gak lo minta gue buat nguatin diri gue sendiri," Ali semakin erat memeluk Prilly, begitu juga Prilly yang entah sejak kapan membalas pelukan Ali, "Bilang, lo jangan nangis seberat apapun keadaan yang harus lo hadapi." cowok itu lantas bersembunyi semakin dalam di balik tengkuk Prilly.

Prilly menepuk pundak Ali tiga kali, mengusap punggungnya, lalu kemudian memeluknya erat. Sangat erat, dari sebelumnya.

Lantas cewek itu mengambil napas, dan menahannya sesaat sebelum dia menghembuskan nya. Di rasa lebih tenang, Prilly menimpali, "Lo harus kuat," ucap Prilly dengan tangis yang tertahan membuat Ali tersenyum palsu dengan simpahan air mata.

"Apapun yang terjadi, lo gak boleh terlalu banyak nangis," bahkan ucapan Prilly sama persis dengan apa yang di katakan oleh Ali. Cewek itu merekam tiap kalimatnya dengan baik.

"Jangan sampai hancur, lo harus kuat," Prilly melonggarkan pelukannya sampai terlepas. Cewek itu menangkup wajah Ali yang sudah memerah dengan sisa air mata di helaian bulu matanya.

"Jangan nangis seberat apapun keadaan yang harus lo hadapi," tangan Prilly beralih menggenggam tangan Ali, dia pun sontak menatap tangannya yang terbungkus tangan Prilly. "Gue ada di sini buat lo."

Ali mendelik menatap Prilly yang berkata mantap. Seolah gadis itu tidak akan mengecewakannya, Ali menariknya dalam pelukan bersamaan dengan tetesan air langit turun satu persatu menyentuh kulit keduanya.

***

30, Sep 2018

Someone In The World Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang