Bagian Dua Puluh Dua : Padang Rumput

3K 223 2
                                    

Kalau semua cewek rela menghabiskan waktunya selama berjam-jam hanya untuk memilih sepasang sepatu atau warna kutek apa yang cocok untuk acara pesta kawinan, maka Prilly tidak termasuk di dalamnya. Dunia memang sering menyebutnya troublemaker, si anak manja yang selalu menyusahkan, tapi untuk hal yang tergolong girly berlebihan, Prilly angkat tangan sambil menegaskan.

"Gue emang manja, tapi kalau tiba-tiba lo kepikiran buat kasih gue hadiah atau ada kursi nganggur di mobil lo, kutek sama bioskop gak akan bisa bikin gue tertarik untuk ikut. Tapi kalau lo nawarin sesuatu berbau alam, tanpa kalian minta pun gue langsung nangklek di belakang."

Detik itu pula Nichol yang baru saja ingin merekomendasikan tentang rencananya nonton rame-rame harus kandas sebelum terlaksana. Nyatanya Prilly lebih memilih berjalan keliling hutan dibanding duduk tenang sambil mencomot pop corn di mangkuk kertas.

Selepas bell pulang, mereka berdiri berenam di depan gerbang. Sambil melipat kedua tangannya di depan dada Prilly mengulangi pertanyaannya dan tepat sebanyak tiga kali pula ke empat temannya itu menggeleng lemah, "Jadi yakin, kalian gak akan ikut?"

Antara mau atau tidak, Bimo dan Nando yakin sudah memiliki acara setelah pembatalan acara nonton bareng Nichol. Dan Amanda nampak masih bimbang antara ikut atau tidak. Sedangkan Nichol sudah bolak-balik mengecek notifikasi ponselnya.

Sebab tadi saat pelajaran terakhir berlangsung, Nichol bilang bahwa Lidya akan segera pulang kerumah.

"Nyokap gue pulang sekarang, jadi gue nggak bisa ikut nemenin lo," raut wajah menyesal nampak jelas diwajah Nichol.

Ali mengibaskan tangannya didepan wajah, mulutnya bergerak siap untuk berucap, "Nggak perlu nyesel, gue bisa nemenin dia. Tenang-tenang aja jagain nyokap lo, ya Prilly gak akan kekurangan oksigen kok jalan sama gue." ujarnya seraya menepuk pundak Nichol.

Hawa panas bersarat persaingan mulai nampak, entah benar atau hanya perasaan saja Prilly merasa saat ini Nichol sedang menatap Ali dengan cara yang janggal. Seperti ada api ikut berkobar hingga Nichol nampak seperti orang yang sedang memendam rasa kecemburuan.

"Eum, kalau gue mau nge-zone sama Bimo, ya kan Bim?" Amanda angkat bicara sekaligus menyenggol bahu Bimo menggunakan bahunya. Bimo langsung melebarkan mata terperangah, sama halnya dengan Nando yang ikut berhenti menyeruput minumannya.

"Emang kita ada janji, ya?" begonya Bimo, dia tidak bisa membaca isyarat yang jelas-jelas Amanda kodekan dengan benar. Tentu saja hal itu mengundang keinginan Nando untuk menyentil sedotan es-nya di depan wajah Bimo, hingga percikan es-nya pun menyentuh pori-pori wajah Bimo.

Dia meringis, "Anjir, jigong lo kena gue!" ucap Bimo memprotes.

***

Sambil bersenandung, Prilly menghayati tiap langkah yang dilakukan oleh kakinya sendiri. Diatas sebuah tembok setinggi tulang kering, Prilly menjadikan tangan Ali sebagai sabuk pengaman. Bukan untuk di lingkarkan di pinggangnya, tapi Ali bersedia tangannya di remas oleh tangan kecil milik Prilly ketika dia hilang keseimbangan. Dalam artian, tangan Ali sudah beralih profesi menjadi penopang tubuh.

Angin bertiup menggerakan rambut Prilly yang tergerai lurus. Dari pangkal kepalanya, Prilly bisa merasakan angin kecil itu menyentuh kulit kepala. Begitu juga Ali yang nampak menikmati hembusan angin di tengah padang rumput terawat. Keputusannya membawa Prilly ketempat ini memang sudah sangat tepat, buktinya Prilly terlihat sangat menikmati tiap detik kebersamaannya disini.

Sunyi, sepi, namun tidak kosong. Sesuatu telah mengisi kekosongan itu. Menyingkapkan beberapa hak yang selalu membuatnya sepi selama satu tahun ini. Kehilangan Sesil memang menyedihkan, tapi karena kehilangan pula Ali menemukan sesuatu yang akan menjadi berharga.

Someone In The World Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang