Bagian Tiga Puluh Satu : Rasa Penasaran Yang Mendalam

2.2K 208 3
                                    

Bulan masih berada diatas langit bersama beberapa bintangnya yang terlihat tidak terlalu banyak.

Sementara Prilly masih setia meremas tangannya bersama semilir angin malam yang menemani setiap remasan tersebut hingga tangannya memerah.

Ucapan Nichol tadi siang sangat memojokkan hatinya, bahkan dalam keadaan terpejam pun ucapan Nichol masih terngiang-ngiang diiringi dengan wajahnya sendu yang terbayang-bayang.

Bagaimana bisa Nichol menutupi kebenaran serapih ini? Bagaimana bisa Nichol mencintai sahabatnya sendiri? Bagaimana bisa secara tidak langsung Prilly akan melukai hati Amanda dengan kebenaran ini?

Dan bagaimana bisa pikiran nya terambil alih oleh apa yang di lakukan Ali saat bersama Amanda tadi siang?

Prilly menghela napas gusar saat pintu utama bersuara mendandakan seseorang baru saja membukanya. Secara alamiah Prilly yang berada di ruang tamu dengan kaca jendela terbuka, menoleh kearah suara. Nampak Ali yang baru saja melangkah lunglai dengan seragam yang lusuh juga wajah kumuh.

Rasanya ingin sekali menegur, sekedar bertanya kenapa baru pulang larut malam, tapi karena keadaan. Karena Ali yang sama sekali tak menghiraukannya, Prilly segera mengurungkan niatnya lalu berjalan tanpa suara menuju sofa kemudian menenggelamkan wajah di sana.

"Lho, Ali kok baru pulang?" terdengar Talita menyambut kedatangan Ali disalah satu anak tangga yang dia pijaki, sedangkan Prilly mengintip melalui celah buatannya sendiri.

"Iya tante, abis dari rumah, ketiduran jadi pulang malem," jawab Ali yang di percayai Talita dan di rasa kebohongan begitu pekat oleh Prilly.

"Kok gak ngasih kabar tante dulu, untung belum tante kunci pintunya," Talita merangkul bahu Ali yang masih berdiri di anak tangga kedua.

Ali tersenyum nanar, "Maaf ya tante, Ali banyak ngerepotin."

Sesegera mungkin Talita menggelengkan kepalanya tak terima dengan jawaban Ali, "Nggak, kamu sama sekali gak ngerepotin. Tuh, Prilly juga belum tidur." lalu menunjuk Prilly yang masih mengintai mereka dari balik sandaran sofa.

Ali melongok kearah Prilly berada, yang ternyata hanya nampak beberapa helai rambut saja di balik sandaran kursi itu sebab Prilly terlebih dulu menarik kepalanya hingga membentur dudukan sofa dengan kaki yang bersimpuh diatas lantai.

"Ali kira Prilly masih di sekolah sampe sekarang,"

Pendengaran Prilly memeka dengan sendirinya.

"Ternyata udah pulang ya tante."

Lalu menautkan alis setelah mendengar nada sindiran dari ucapan Ali.

"Udah jam segini masa masih di sekolah, kamu ini ada-ada aja." suara itu timbul dari mulut Talita yang terbuka.

"Iya, soalnya tadi kita gak pulang bareng, jadi Ali gak tahu." kesengajaan Ali membuat Prilly merasa semakin terpojokkan oleh suara intimidasinya membuat cewek tersebut semakin menampakkan wajah bingung di balik sofa tempatnya bersembunyi.

"Kamu gak harus antar jemput Prilly kok, Li. Walaupun kalian serumah, kamu boleh pergi sama temen-temen kamu, biarin Prilly pulang sendiri, dia udah gede. Tapi kebetulan tadi Prilly diantar Nichol, jadi irit ongkos, deh dia." Talita menarik halus rangkulannya dari bahu Ali, disaat cowok itu memandang seonggok sofa tidak bersalah dengan tatapan berang.

"Iya, tante, Ali tahu. Dia jalan-jalan dulu sama Nichol."

Alis Prilly yang tadinya bertaut biasa, kini sudah berlipat luar biasa. Bahkan kali ini Prilly sudah keluar dari persembunyiannya sambil memandang Ali penuh kebingungan namun juga di selipi rasa keterkejutan amat hebat.

Someone In The World Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang