Kamu yang Selalu Datang Diakhir

2.1K 30 14
                                    

“Kak ..., aku udah gak kuat lagi ....” Kalimat itu membuatku tak bisa bernafas selama beberapa detik. Sakit, hanya itu yang kurasakan sekarang.

“Berikan untuknya ya ...,” ujarnya yang membuatku semakin menangis dan menggenggam tangannya erat, tak ingin kulepaskan sedikit pun. Sembari itu, dia menunjuk ke arah tas atau lebih tepatnya resleting kecil di tas tersebut. Ku ambil tas itu dan kubuka resleting kecilnya.

Aku mulai merasa dia semakin lemah menggenggam tanganku. Sontak aku panik, air mataku kian deras membasahi pipi dan jatuh ke bajuku. Aku berteriak memanggil dokter dan dokter pun datang dengan membawa dua perawat.

“Anda sebaiknya keluar dulu, saya akan menangani ini.” Aku pun mempercayakannya pada dokter dan mulai melangkah keluar ruang ICU. Aku berdoa dalam hati agar ia bisa sembuh dan bersamaku kembali. Akan tetapi, doaku tak pernah dikabulkan

]|I{•------»«------•}I|[

“Kau dulu pernah bilang, aku ratu dihatimu sayang dan aku ratu di istanamu. Dan dulu pernah kau pun bilang. Takkan pernah tinggalkanku sumpah mungkin kau lupa.

Dan ku pernah jadi yang tersayang. Ku pernah jadi yang paling kau cinta. Mungkin kau lupa. Dan di saat sang penggoda datang. Kau biarkan dia hancurkan istanaku. Ternyata kau lupa aku ratumu.” Alarm handphone-ku berbunyi. Aku pun langsung terbangun dan bergegas mandi dengan air hangat yang sangat menyegarkan di pagi hari yang dingin ini.

Selepas mandi, akupun memakai baju seragam dan menuju ke ruang makan. Setelah tiba di ruang makan, Aku menemukan mamaku masih bergelut di dapur. Inginku membantu beliau, namun aku tak bisa memasak meskipun aku adalah seorang gadis remaja. Akhirnya, aku hanya bisa melihat mamaku dari ruang makan yang bersebelahan dengan dapur.

“Ehh sayang ..., kamu kok pagi sekali bangun? Gak sabar mau ke sekolah?” ujar seseorang yang mengagetkanku dan itu adalah mamaku yang sudah selesai dengan pertempuran panas di dapur tadi. Aku sendiri tak sadar dengan makanan yang sudah ada di meja, mungkin aku terlalu banyak melamun. Memang, dua minggu terakhir ini aku terlalu sering melamun dan tidak fokus akan pelajaran yang kudapat.

Aku sendiri sudah mengetahuinya dan memang aku harus percaya hal yang membuatku terpuruk itu.
Selesai sarapan, aku langsung bergegas berangkat ke sekolah menggunakan sopir pribadiku. Sudah sekitar sebulan aku tak masuk sekolah karena sakit. Dua minggu untuk perawatan dan dua minggu untuk pemulihan.

Aku adalah anak pengidap kanker paru-paru stadium II dan aku sering keluar-masuk rumah sakit. Tak ada yang tau jika aku adalah penderita kanker, kecuali keluarga besarku sendiri. Dokter menawariku untuk operasi, namun aku tak mau dengan alasan aku baik-baik saja. Memang, setiap ada kekasihku yang selalu datang dan hadir dalam keseharianku, aku jadi lebih riang dan tidak banyak melamun perihal penyakit turunanku ini.

Papaku meninggal karena kanker paru-paru dan TBC yang menurun ke aku. Meski begitu, aku adalah orang yang kuat dan tak mengeluh masalah penyakit yang sampai sekarang belum ada obat untuk menghilangkannya. Aku tak ingin kekasihku tau dan menjauhiku karena malu memilikiku yang penyakitan ini. Aku hanya selalu berdoa kepada tuhan untuk mengangkat sakitku ini.

“Non, sudah sampai di sekolah.” Kalimat itu membuatku tersadar dengan lamunan yang jauh ini. Aku hanya mengiyakan dan langsung keluar dari dalam mobil. Tak lupa aku memberitahu sopir untuk dijemput jam 3 sore.

Sopirku itupun memberikan jawaban dengan mengacungkan ibu jari beliau dan melajukan mobilnya menjauhiku. Dengan hati riang gembira, aku memasuki sekolah yang terbilang cukup elit di daerahku. Baru saja aku memasuki sekolah, murid-murid pada melihatku seperti orang sedang ketakutan.

“Itu siapa?”
“Bukankah itu mantannya Suwa?”
“Bukankah dia sudah mati?”
“Kenapa dia berani datang kesini dengan tubuh sejelek itu?”

Kumpulan CerpenkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang