Switch

14 2 0
                                    


Pukul 07.00 WIB, semua orang sudah memulai aktifitas mereka masing-masing. Meskipun demikian, seorang lelaki berusia 21 tahun itu tetap saja enggan untuk bangun dari tidur. Tubuhnya masih berguling-guling manja dengan kasur. Saliva lelaki itu menetes manis, menimbulkan bercak basah yang menjijikkan di bantal.

KRIINNGG!!

KRRIINGG!

KRINNGG!!

Sesaat jam weker itu bernyanyi ria, ia terbangun. Tubuh kecilnya diregangkan sedemikian rupa hingga otot-ototnya mulai tertarik. Hari libur pertama membuat dirinya menjadi orang yang paling malas.

Selesai melakukan peregangan otot setelah tidur, ia berjalan menuju meja makan. Tak ada orang di sana, hanya sepiring nasi dan dua potong tahu goreng.

“Bahagia memang sederhana.” Lelaki itu berucap dalam hati. Dimakannya nasi dan tahu itu hingga habis, lalu berjalan ke dapur untuk memasak air.

Setelah mendidih, air itu dituangkan dalam gelas plastik dan diberi gula. Air gula memang lebih enak diminum pada pagi hari, pikirnya. Ditemani angin sejuk pagi hari yang sementara, lelaki itu merasakan halnya orang-orang desa.

Jauh dari perkotaan, ada seorang gadis desa yang  suka sekali datang ke hutan untuk lebih mengenal alam. Tidak ada yang melarangnya, asalkan gadis itu bisa menjaga diri. Di alam, ia bisa melakukan apa saja, entah itu hanya bersenang-senang atau bercocok tanam. Satu hal yang gadis itu inginkan, pergi ke tempat di mana semua hal dapat dicapai. Ya, perkotaan yang memiliki fasilitas paling istimewa.

Ia ingin ke sana untuk belajar lebih lanjut tentang kehutanan. Kalau boleh lebih, gadis itu menginginkan posisi Menteri Kehutanan. Cukup sulit, tetapi ia harus bisa menembus pendidikan tinggi. Namun, biaya membuat impian itu berakhir.

*****

“Aku ingin belajar di kota.”

“Aku ingin ilmuku terealisasikan di desa.”

*****

Satu hal yang mereka rasakan sekarang adalah … di mana mereka sekarang? Kenapa objek yang mereka lihat sedetik yang lalu berubah hanya dengan memejamkan mata? Apa yang salah dari penglihatan mereka?

Dikuceklah mata itu bebarengan, tetapi nihil hasilnya. Objek yang mereka lihat tetap sama. Lelaki itu melihat banyaknya pohon yang sangat tinggi, sedangkan sang gadis melihat dapur mewah dan mendengar suara luar rumah penuh kendaraan bermotor.

“I-INI DI MANA!?” Begitulah awal dari perkenalan mereka dalam kesunyian suasana yang berbeda. Sekarang, mereka hanya memiliki satu hari untuk menyesuaikan diri di tempat yang mereka inginkan. Tak ada alasan untuk kembali.

*****

Tidak ada yang bisa gadis itu lakukan lagi selain … membaca buku tentang kehutanan. Jangan salah, dia sempat syok melihat badan seorang lelaki dan buku yang penuh dengan kata “kehutanan”. Tidak ada pilihan selain membaca buku itu. Di satu sisi gadis itu sangat tertarik, sedangkan di lain sisi ia penasaran tentang “mimpi” yang dialami sekarang.

Gadis itu melihat nama sang empunya buku, Zavier Raja Jati. Nama yang bagus, setidaknya itu adalah nama yang ia gunakan sementara waktu. Jadi, saat dipanggil pun gadis tersebut tidak gelagapan.

Memutari kamar adalah hal yang gadis itu lakukan. Aneh memang saat raga si empunya rumah malah melihat-lihat sudut kamar sendiri—padahal jiwanya berbeda. Ia pun melihat tanggal yang tergantung manis di tembok. Tulisan “libur hari pertama” menjadi objek yang dilihatnya. Ya, itulah tanggal yang sedang dia lalui.

Kumpulan CerpenkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang