(Bagian 1)
"αкυ тαк вυтυн ѕємυα уαиg кαмυ ρυиуα. αкυ нαиуα вυтυн кαмυ мєиgυςαρкαи тιgα кαтα ιтυ."
🌌🌌🌌🌌🌌
📅 13 February 2018
🕒 15.00
🏫 My School
📆 Tuesday"Hoyy..., ngelamun aja kamu. Ngapain, sih?" tanya temanku, membuyarkan lamunanku.
"Apa, sih. Aku lagi mikirin tugas kelompok nih. Emang kamu sudah?" elakku asal. Sebenarnya aku tidak benar-benar memikirkan tugas. Aku hanya memikirkan sesuatu yang sangat kusukai.
"Lei, aku bukan teman yang baru bertemu denganmu sebulan yang lalu. Kau selalu senyam-senyum sendiri saat melamun. Apa kau memikirkan agar Kak Ravel bisa kenal denganmu?"
Ucapan dia membuatku mati kutu. Aku hanya bisa mengeluarkan semburat merah yang ada di pipi. Netra mahoniku segera mengalihkan perhatian. Aku malu sekarang.
Dia tertawa sembari mengucapkan, "kau memang lucu jika kena skak mat, Lei."
"Hah..., anak kelas 12 itu memang sudah mencuri hatiku ini." Aku menggerutu. Ya, Leo benar. Aku menyukai Kak Ravel semenjak masuk sekolah ini.
"Suatu saat, Kak Ravel pasti melihatmu."
"Semoga saja." Aku mendengus.
"Lusa ada pensi. Jika kau mau berfoto dengannya, aku bersiap untuk membantumu."
Leonardo memang jenius untuk menghiburku. Dia selalu saja melakukan apapun hanya untuk membuatku senang.
"Ya, kau benar. Aku akan memikirkannya," jawabku seadanya.
"Sebaiknya kita pulang, sebelum pak petugas berkeliling dan menemukan kita berdua disini."
Aku mengangguk dan beranjak keluar kelas. Leo mengikutiku dari belakang, seperti pengawal yang melindungi putrinya.
Ketika sampai di depan ruang band, netra mahoniku memperlihatkan pemandangan yang menghangatkan. Aku melihat Kak Ravel sedang sibuk memetik senar gitar yang ia pangku.
Hatiku berdegup kencang saat ia balik melihatku. Tubuhku membeku. Aku ketahuan melihatnya.
Langsung kualihkan perhatianku ke depan dan berjalan terburu-buru. Kenapa aku jadi salah tingkah? Ini tidak baik untuk jantung kecilku.
"Ehh, kamu, yang rambutnya diikat dua." Seseorang dari belakang memanggilku. Suara khasnya membuat jantungku marathon. Kak Ravel memanggilku?
Aku menoleh ke belakang dan berkata, "Ka-kakak memanggilku?"
"Terus cewek gendut yang rambutnya selalu diikat dua siapa lagi di sekolah ini?" tanya Kak Ravel balik, dengan nada dinginnya yang sangat khas.
Aku berjalan pelan menghampiri Kak Ravel. Mimpi apa aku semalam dipanggil oleh pangeran sekolah ini.
"Kau mau berduet denganku?" Ucapan itu membuat aku mati kutu lagi. Inikah nikmat dari-Mu? Atau ini adalah cobaan?
"Hallo, masih disana, kan?" tanya Kak Ravel membuyarkan lamunanku.
"Ma-masih kok, kak. Ehmm..., kenapa kakak memilih saya untuk berduet?" tanyaku dengan gugup.
"Aku selalu melihatmu bernyanyi dengan temanmu di taman belakang," jawabnya.
"Kalian selalu saja bersama, sampai satu sekolah membicarakan kalian. Apa kau tak sadar?" tanyanya. Hah? Satu sekolah membicarakan kita berdua? Rasanya tak mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpenku
Historia CortaDari sini, aku bisa berkomunikasi langsung secara tersirat tanpa harus melihat raut wajah manusia. Jika kalian suka, boleh tinggalkan sesuatu untukku? Hanya itu dukungan yang aku mau untuk terus menjalani hidup dan berkarya. Cerita di dalam sini se...