──✻ P̷a̷r̷t̷ ̷1̷
👼👼👼👼👼
Pagi hari tiba dengan membawa hawa yang membuatku kedinginan. Secercah cahaya matahari terbit menembus sela-sela jendela dengan kaca bening yang tertinggal untuk ditutup menggunakan gorden besar berwarna coklat muda. Kupaksakan tubuh mungil ini untuk bangun dan melihat sekitar. Hanya ada satu yang bisa aku simpulkan setelah melakukan kegiatan itu, berantakan.
Tidak peduli dengan keadaan sekitar yang sangat memprihatinkan, aku melangkahkan kaki menuju kamar mandi. Air di pagi hari benar-benar sejuk, membuatku bergairah untuk melakukan aktifitas kedepannya.
Selesai mandi, aku mengeringkan tubuh mungil ini dengan handuk. Setelah itu, aku memakai seragam sekolah khas anak SMA. Kemeja putih polos dengan logo OSIS yang berada di saku sebelah kiri bersama celana abu-abu dan ikat pinggang berlogo sekolahku sangat pas di tubuh. Tak lupa aku memakai dasi sekolah yang membuat penampilanku berubah. Kini aku sudah siap untuk berangkat.
Sebelum berangkat, aku membawa bekal berupa roti bakar yang terdapat selai stroberi di dalamnya. Aku melihat ibu sedang membuat sarapan untuk ayah―kami hanya tinggal bertiga.
“Bu, ayah masih tidur?” tanyaku.
“Iya, Nak. Kamu tumben bangunnya sebelum matahari muncul. Anakku ini kerasukkan apa?” Ibu menggodaku seraya mengeluarkan kekehan kecilnya.
“Ahh, Ibu ..., aku juga tidak tahu. Aku kira matahari sudah terlihat tadi,” jawabku.
Aneh, itulah yang sedang kupikirkan. Ini bukan sebuah kebetulan. Aku yakin ini adalah sebuah kesengajaan yang nyata.
Tak sengaja aku menoleh ke arah kamarku dan aku tersadar jika di ambang pintu kamar ada seseorang yang berdiri seraya menunjukkan deretan giginya yang rata. Anehnya, hanya aku yang bisa melihat dia, menyentuhnya, dan mengajak dia berbicara saat rumah yang kuhuni masih belum ada tanda-tanda kehidupan―karena ibu dan ayahku sibuk dengan urusan duniawi masing-masing.
Aku, Reyna Naraya Yamada, adalah seorang manusia yang selalu diikuti oleh pengawal tak kasat mata. Setiap ada orang yang menyakitiku, dalam 24 jam orang itu akan merasakan bagaimana didatangi makhluk halus dan berakhir dengan kematian yang disebabkan oleh serangan jantung. Aku tahu itu semua karena dia cerita padaku, mulai dari merasuki mimpi orang tersebut hingga mencabut nyawanya.
Teman sekolah yang mulai mengetahui keanehanku pun langsung menjauh dan menghindariku. Bagi mereka, aku adalah monster yang harus dihindari.
👼👼👼👼👼
“Ayah, aku berangkat dulu.” Aku menyalami dan mencium punggung tangan ayah.
“Hati-hati, Nak. Belajar yang pintar, ya,” ujar ayahku memberi amanah.
Aku mengangguk tanda mengiyakan pesan yang ayah beri. Kulangkahkan kaki menuju pintu rumah yang terbuka lebar seperti mempersilahkanku untuk menempuh ilmu di sekolah.
Pak Anam, seorang sopir pribadiku, sudah menunggu di depan pagar. Pak Anam sudah mengabdi di keluarga kami pada saat umurku lima tahun. Jika dihitung, beliau sudah bekerja selama sebelas tahun di rumah kami.
Aura kuning, itulah yang aku rasakan ketika berada di dekat Pak Anam. Aura ini adalah aura yang melambangkan keceriaan dan kebahagiaan. Aku hanya bisa menyunggingkan senyum tipis setelah melihat aura Pak Anam. Entah kenapa aku tertarik dengan apa yang ada dipikirannya. Dunia Pararel, itulah yang tercetak dipikiran Pak Anam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpenku
NouvellesDari sini, aku bisa berkomunikasi langsung secara tersirat tanpa harus melihat raut wajah manusia. Jika kalian suka, boleh tinggalkan sesuatu untukku? Hanya itu dukungan yang aku mau untuk terus menjalani hidup dan berkarya. Cerita di dalam sini se...