Saat itu, aku tidak percaya dengan semua orang. Mereka semua hanya orang di balik topeng tebal. Namun, semua keajaiban membuka mataku.
📖📖📖
Awan kelabu telah menyelimuti bumi. Lambat laun, air hujan mulai turun dan membasahi semuanya, termasuk rumah yang dihuni oleh seorang wanita. Dengan baju tidur yang cocok di tubuhnya, ia sedang melihat dan membalik-balikkan album foto semasa SMA dulu. Memorinya menerawang rasa-rasa yang masih melekat saat ia remaja.
Foto hitam putih itu memang unik, dan wanita itu menyukainya. Bagi wanita itu, foto hitam putih adalah sebuah karya paling indah untuk membuat semua orang penasaran, termasuk dirinya.
Warna baju, pesta perayaan, dan semua dalam foto itu terus menjadi pertanyaan sang wanita di benaknya. Sudah tak ada lagi kata yang terucap, hanya sebuah tetesan air mata yang menyiratkan suatu kalimat. Dipandangnya lekat-lekat gambar itu, foto sang wanita dengan dua orang di sebelah kanan dan kirinya.
Mereka tampak bahagia menggunakan topi dan kue ulang tahun, juga latar belakang pesta. Namun, bukan itu yang ada dipikiran sang wanita.
Ia pun tahu, kedua temannya ini pasti memiliki sesuatu yang lebih unggul dari manusia lain di dunia. Ya, karena bisa menaklukkan benteng pertahanan ketidakpercayaan sang wanita.
📖📖📖
29 Juni 2009
“Kau kalah lomba cerpen lagi, Nay?” Pertanyaan itu membuat gadis SMA bernama Naya merasa tertindas. Ya, apa yang dikatakan gadis di sebelah Naya memang benar, ia kalah untuk yang keempat kalinya.
“Ra, mending gausah ikut campur urusanku, deh. Apa kamu ingin menjatuhkanku sampai segitunya?” Naya membuat Ratih takut. Gadis itu pun memandang Naya tak enak dan pergi meninggalkannya dengan kemarahan yang meluap-luap.
Naya kemudian mengusak-usak kepalanya, marah dengan semua yang didapati gadis bernetra mahoni itu. Enam jam yang lalu, sebuah pengumuman pemenang membuat Naya semakin tidak ingin melanjutkan kegiatan menulis lagi.
Di sisi lain, terdapat dua orang berbeda jenis kelamin itu sedang bersenda-gurau. Mereka asik mengomentari bacaan-bacaan detail demi detail yang terpampang di sana.
“Zer, titik kayak gini tidak boleh masuk di sini. Nah, paling benar tuh kayak gini.” Sang pemuda mengambil alih gawai si gadis dan memperbaiki kalimat yang ditemui tadi menjadi lebih baik dari sebelumnya. Lalu, ia pun terenyum puas dengan kerja kerasnya selama beberapa jam bergelut dengan tulisan.
“Wah, ceritanya jadi makin bagus. Feeling-nya udah kerasa banget, ditambah semua teori juga tercukupi. Oke, cerita berikutnya.” Si gadis itu pun mengganti bacaan baru. Pada saat si gadis memperlihatkan cerita baru, sang pemuda sudah terkejut dengan apa yang dilihatnya.
“Wah, Nayara. Aku tidak tahu apa yang salah darinya, tetapi ia selalu kalah dengan orang lain. Keberuntungan memang beda.” Si gadis hanya mengangguk setuju dengan pernyataan sang pemuda. Mereka pun kembali masuk dalam cerita buatan Nayara.
Lima belas menit telah berjalan, wajah mereka berdua pun terkekuk. Mereka merasa tidak puas dengan hasil karya Naraya, seperti ada satu yang mengganjal.
“Apa kau sepemikiran denganku?” tanya sang pemuda.
“Jika kau memikirkan tentang rasa di dalam cerita ini kurang, kita sepemikiran.” Si gadis kembali melihat cerita itu untuk kedua kalinya, hanya memastikan jika itu bukan milik Nayara. Namun, hasilnya tetap sama seperti awal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpenku
Historia CortaDari sini, aku bisa berkomunikasi langsung secara tersirat tanpa harus melihat raut wajah manusia. Jika kalian suka, boleh tinggalkan sesuatu untukku? Hanya itu dukungan yang aku mau untuk terus menjalani hidup dan berkarya. Cerita di dalam sini se...