[Author P O V]
Fajar telah tiba. Mentari mulai memperlihatkan kecerahannya yang baik untuk kulit. Sebagian besar ibu rumah tangga berbondong-bondong ke pasar untuk membeli bahan masakan. Tak terkecuali seorang wanita tua berusia 60 tahunan itu. Beliau telah sepuh dan rapuh, Keriput terdapat dimana-mana. Namun, semangat hidupnya bagaikan remaja yang baru saja pubertas.
Wanita tua tersebut sedang memilih-milih sayuran dan lauk untuk dimasak.
"Bu, ini totalnya berapa?" tanya wanita tua dengan memegang satu potong tahu, tempe dan bahan untu membuat sop.
"Semuanya 7000 ibu, seperti biasa," jawab penjual itu. Memang, wanita tua tersebut jarang sekali membeli bahan makanan lain. Beliau tak memiliki uang untuk membeli seperempat kilogram ayam potong. Untuk mendapat nasi saja, beliau harus membanting tulang dengan sangat keras. Apalagi membeli ayam.
Wanita tua tersebut membayarkan dengan uang pas. Setelah itu, ia pulang dengan langkah tertatih dan perlahan.
----------------------------------------------
"Tahu dan tempe lagi!?" bentak seorang lelaki yang sedang membentak ibunya.
Di depan lelaki itu, terdapat seorang ibu tua yang hanya menunduk sembari menahan air mata beliau karena dibentak oleh anaknya.
"Firman bosan bu, dikasih makan tahu dan tempe terus. Firman mau seperti teman-teman yang makan enak di tempat mahal!!" bentak lelaki yang bernama Firman itu membentuk ibunya.
Sekali lagi, sang ibu tua tersebut hanya bisa nenunduk pasrah akan kelakuan anaknya yang semakin hari semakin melunjak.
Ayah Firman telah meninggal sejak Firman kecil yang membuat ibunya membanting tulang sebagai pemungut sampah atau bahasa kasarnya, pemulung.
Setiap hari, beliau bisa mengumpulkan uang hanya untuk membeli beras satu kilogram, satu potong tahu dan tempe serta bahan untuk sup.
Untung saja, sekolah Firman gratis. Jadi, ibunya tak memikirkan biaya sekolah Firman, namun semakin lama Firman semakin malu karena diolok-olok 'anak pemulung' oleh teman-temannya. Akhirnya, ia berubah menjadi sejahat ini dengan ibu kandungnya sendiri.
"Sudah ahh, Firman berangkat sekolah dulu. Assalamualaikum," ujar Firman sembari memakai sepatu dan keluar dari rumah yang terbuat dari anyaman bambu dan bahkan jauh dari kata 'layak pakai'.
"Waalaikumsalam, hati-hati nak," ujar ibu tua itu. Ia hanya bisa melihat kekakuan anaknya tanpa bisa bertindak apa-apa.
Setelah anaknya berangkat sekolah, Beliau mulai bergegas untuk bekerja. Beliau membawa 1 keranjang anyaman yang besar. Setelah itu, beliau berangkat dan tak lupa untuk membaca doa.
"Yaallah, berilah hambamu rezeki yang melimpah. Agar bisa menuruti apa kata anakku. Aminn." itulah isi doa wanita tersebut.
Sebagaimana layaknya seorang ibu, meski anaknya kurang ajar dengan orangtuanya apalagi ibunya, mereka tak akan tega untuk membalas balik dengan perkataan yang tidak baik. Karena, perkataan orang tua apalagi ibu adalah doa yang sangat ampuh.
Beliau mulai melangkahkan kakinya keluar rumah. Dengan langkah tertatih namun pasti, ia mulai mengambil sampah plastik yang beliau lihat di pinggir jalan.
------------------------------------
[Firman P O V]
'Hei lihat, anak pemulung datang'
'Dasar, anak pemulung kok sekolah'Itulah yang kudengar. Meski mereka berbisik, suara mereka terdengar jelas di telingaku.
Aku mengepalkan tanganku erat-erat untuk menahan emosi yang sudah di ubun-ubun. Hanya karena ibuku yang seorang pemulung, aku dibully seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpenku
Historia CortaDari sini, aku bisa berkomunikasi langsung secara tersirat tanpa harus melihat raut wajah manusia. Jika kalian suka, boleh tinggalkan sesuatu untukku? Hanya itu dukungan yang aku mau untuk terus menjalani hidup dan berkarya. Cerita di dalam sini se...