“Aku memang tidak diajari untuk menjadi psikopat. But, i like this.” Seruan anak kecil itu membuat sang wartawan bingung. Sudah satu jam mereka berhadap-hadapan dan saling terbuka. Namun, sang wartawan masih ingin tahu tentang kepribadian anak kecil di depannya itu.
“Jadi, bagaimana kau membunuh pencuri itu ...,” tanya sang wartawan. Seringai tipis muncul dari bibir mungil si anak kecil. Ia mengambil sebuah pisau buah dan menggesekkan ke sandaran sofa.
“Seperti ini ….”
***
Los Angeles, USA
19.00 PMDalam diri George, ia adalah seorang anak kecil yang punya banyak waktu untuk bermain di luar bersama teman-teman sebayanya. Namun, kenyataan membalikkan semua impian George.
“George, makan malam sudah siap.” Seruan seorang wanita paruh baya—mamanya George—membuatnya bangun dari kasur king size. Ia pun bergegas menuju meja makan panjang dengan 10 kursi berjejer dan berhadapan.
Di meja makan sudah ada sebuah kalkun yang telah masak dan terpotong lengkap dengan sari jeruk. Gemerlap lampu yang terbuat dari berlian murni membuat suasana makan menjadi lebih mewah. Namun, George sana sekali tidak bahagia. Wajahnya tertekuk, seperti memikirkan sesuatu.
“Kau masih berumur 5 tahun, tapi sangat cerdas. Mungkin Papa bisa memberikan sedikit saham untukmu, George.” George diam, seolah-olah ia tidak mendengar apa pun. Semua pikirannya kini lenyap seketika, berganti dengan suara pria paruh baya yang menelepon salah satu bawahannya.
“Berikan 20 persen sahamku untuk George, Bram.” Hanya itu yang bisa george dengar dari sekian puluh kata yang keluar dari percakapan Papa dengan bawahannya, Bram. Makanan terus-terusan diaduk oleh George, karena sudah kehilangan nafsu makannya.
“Bi, antarkan makanan ini di kamarku, ya? Ma, Pa, George mau ke kamar dulu.”
“Tunggu sebentar, George. Ada yang ingin Mama dan Papa sampaikan. Bi, taruhlah makanan George ke kamar,” perintah sang Mama. Bibi—pembantu—itu mengiyakan dan bergegas menuju ke kamar untuk membawakan makanan George.
“Ada apa?” tanya George sedikit dingin. Sebenarnya ia sudah tahu jika keadaan seperti ini mereka akan membicarakan tentang apa.
“Mama dan Papa akan membuka bisnis di Hongkong. Tidak usah khawatir, Om Bram akan ke sini untuk menemanimu.”
Bingo! Pemikiran orang tua George memang mudah ditebak. Ia pun juga sudah menemukan jawaban.
“Tidak apa-apa. Aku bisa mengurus rumah ini. Lagipula sudah ada banyak pembantu di rumah yang bisa mengurusku.” Masih bersikap tidak acuh dengan sang Mama, ia pun pergi dari meja makan.
Keluarga George adalah keluarga terkaya di negara mereka. Ayah George bahkan melebihi kewibawaan presiden, sampai tak ada yang berani dengan beliau. Namun, George harus menerima akibatnya. Ia menjadi di-bully oleh teman-teman seusianya, membuat George harus menempuh pendidikan dengan home schooling.
Di umurnya yang terlampau jauh dari dewasa, ia sudah dinobatkan menjadi anak paling cerdas di negaranya. Hanya satu kekurangan dalam dirinya, tak memiliki urat kebahagiaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpenku
Short StoryDari sini, aku bisa berkomunikasi langsung secara tersirat tanpa harus melihat raut wajah manusia. Jika kalian suka, boleh tinggalkan sesuatu untukku? Hanya itu dukungan yang aku mau untuk terus menjalani hidup dan berkarya. Cerita di dalam sini se...