2.6

14K 816 42
                                    

Braak!!!

Tepat waktu saat gue berdiri tiba-tiba ada suara keributan dibagian outdoor cafe. Gue langsung noleh dan gak lama langsung menuju ke luar.

Yang bener aja. Ada satu meja yang patah. Gue gak ngerti itu diapain.
Dan yang buat gue kaget adalah. Pak Lay sama Vito berantem anjir!!!

Pipinya Pak Lay udah lebam. Bukan cuma lebam ada bekas goresan yang ngluarin sedikit darah.

Vito pun gak kalah babak belur. Di ujung bibirnya juga ada lebam sama seikit darah. Pipinya Vito juga lebam.

Mereka berdua kacau banget, berantakan. Gue gak ngerti apa yang buat mereka berantem heboh

Mereka masih saling adu tinju. Orang yang ada disana cuman ngeliatin doang. Akhirnya gue turun tangan berusaha melerai mereka.

"Kalian ni apa apaan sih?" tanya gue sambil berdiri di tengah tengah mereka.

"Kamu minggir, Wen!" kata Vito

"Gak! Jelasin dulu yang buat ribut siapa? Yang mulai siapa? baru aku minggir." kata gue.

"Kamu mendingan minggir dari situ. Urusanku sama dia belom selesai." kata Pak Lay.

"Ini kenapa sih???"

Vito melewati gue dengan mudahnya. Dan siap siap melayangkan tinjuannya ke muka Pak Lay. Namun, sebelum tinjuan itu tepat mengenai pipi Pak Lay, tinjuan itu udah gue halangi pake pipi gue tanpa Vito duga.

Authornya sok dramatis banget ya:v
Bodo amat, orang ini juga cerita aku ya kan ya?:v
Pokoknya harus iya:v

Oke, ini pertama kalinya gue kena tonjok. Dan yang nonjok mantan terindah gue:)

Author POV

Wendy tepat waktu untuk menghalangi tonjokan dimuka Lay. Dan justru ialah yang terkena tonjokan itu. Beruntungnya ia berdiri dengan kuat dan tegak sehingga tubuhnya tak terhempas dan terjatuh.

Mata Vito dan Lay melebar ketika Wendy yang sempat dilewati Vito tadi kembali berada ditengah tengah mereka lagi.

Wendy mengepalkan tangannya. Kemudian menyelipkan rambutnya kebelakang telinga. Dan ia memegang bekas pukulan dari Vito.

Tak lama setelah itu Wendy meludah dan ludahnya berubah menjadi merah.

"We-wen a-aku gak bermaksud ngelakuin ini ke kamu." kata Vito dengan suara bergetar berusaha meraih pipi Wendy. Namun,langsung Wendy tolak dengan menggeleng.

Air mata Wendy sudah tak bisa ia bendung. "Kamu udah pernah janji ke aku buat gak mukulin orang tanpa sebab lagi. Tapi, ini apa? Salah Pak Lay apa? Ah iya sorry, kita udah gak ada hubungan apa-apa, gue lupa. Jadi, mungkin lo juga udah lupa sama janji janji yang dulu." kata Wendy.

Hati gue sakit banget, pas denger wendy pake lo gue ke gue. ~vito

Gak lama habis itu Adel dateng ngehampiri Vito. "Kamu gapapa?" tanya Adel. Tapi, Vito tak melepaskan pandangannya dari Wendy.

"Mending lo pulang, Vit." kata Wendy

"Tapi, wen."

"Ajak cowok lo ini pulang." kata Wendy dengan melihat ke Adel. Adel kemudian menggandeng tangan Vito dan berusaha ngajak Vito pergi.

"Wen, aku gak mau kayak gini sama kamu." kata Vito sambil meraih salah satu tangan Wendy. Tapi, Wendy langsung menghempaskannya. "Ada calon istri lo, jangan buat dia kecewa." kata Wendy

Tubuh Vito lemas dan pasrah ketika ia mulai diajak pergi dari sana.

Wendy POV

Gue melihat kepergian mereka sambil menghapus air mata gue. Pipi gue masih kerasa sakit. Tapi, mungkin gak sesakit lukanya Pak Lay.

Gue berbalik ke tempat Pak Lay berdiri, tapi pas gue berbalik Pak Lay tiba-tiba terduduk. Gue pun langsung menghampirinya.

"Bapak kenapa?" tanya gue.

"Punggung saya kayaknya luka. Tolong kamu liatin." kata Pak Lay. Kemudian gue mengangkat baju bagian belakangnya Pak Lay.

Yang bener aja, punggungnya yang biasanya mulus jadi babak belur juga. Dan habis liat ini gue yakin yang ngerusak meja itu si Vito pake perantara badannya Pak Lay yang gak tau diapain sama dia.

"Kok bisa gini?!?!" tanya gue.

"Ya gara-gara waktu berantem tadi." kata Pak Lay. Tiba tiba dia langsung berbalik menghadap gue.

"Kamu gapapakan? Pipi kamu yang kena tonjok tadi gapapa? Gigi kamu ada yang lepas atau jadi longgar gak? Atau lidah kamu kegigit gak? Coba liat bekas tonjoknya tadi, ada yang lebam enggak." kata Pak Lay khawatir, habis tanya gitu dia langsung meraih pipi gue.

Dia sendiri aja luka lebih parah. Kenapa masih aja peduli sama gue? Kenapa dia masih aja khawatir sama gue? Wajah khawatirnya keliatan banget. Apa dia ini beneran Pak Lay?

"Kok nangis? Ada yang sakit? Sebelah mana? Coba buka mulut." kata Pak Lay yang beberapa jarinya ada di dagu gue.

Gue meraih tangannya "Enggak kok. Enggak ada yang sakit." kata gue sambil menggenggam tangannya yang gak tau kenapa pas gue pegang rasanya dingin.

Pak Lay langsung melepas kembali tangannya dari tangan gue dan memegang pipi gue. Kemudian mengelusnya perlahan.

"Kalo luka kayak gini, buat saya ya gak sakit. Kalo buat kamu saya gak percaya kalo ini gak sakit."

Gue menghela napas dengan berat. "Gapapa. Bapak gak usah khawatir. Saya luka dihati aja bisa nyembuhin masak luka dimuka gak bisa." kata gue sambil megang tangan Pak Lay yang ada di pipi gue.

"Mendingan sekarang kita masuk, bayar ganti rugi. Habis itu pulang ngobatin punggung bapak yang udah babak belur itu." kata gue sambil ngelepas tangan Pak Lay.

Pak Lay mengangguk dan kemudian lengannya gue kalungin ke pundak gue, habis itu kita perlahan berdiri.

Pak Lay sedikit meringis kesakitan. "Kamu kalo gak kuat nopang saya bilang. Biar saya jalan sendiri." katanya. "Kuat kok. Bapak gak berat. Lagian punggung bapak aja kayak gitu. Pasti sakit banget." kata Gue sambil perlahan mulai berjalan.

"Gak sesakit sakit hati kamu yang ditinggal nikah sama pacar sendiri." kata Pak Lay yang membuat gue sedikit menyunggingkan senyuman gue.

"Mantan pacar, Pak."

"Oya, udah mantan."

TBC

Maap yaaa....
Tadi sempet ak unpublish
Gara gara lupa ganti judul:v
Ehe:v

Voment jangan lupa yaaa makasiiih😆

My Killer LecturerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang