5.0

12.1K 639 21
                                    

Hari ini adalah hari dimana gue bakalan tau siapa yang jadi dosen pembimbing skripsi gue.

Gue sama Lisa udah ada di kelas dari jam setengah delapan pagi tadi. Buat nunggu pengumuman yang bakal dipasang di papan pengumuman.

"Wen, kalo lo bisa milih dosen, lo mau pilih sapa yang jadi dosen pembimbing lo?" Tanya Lisa.

"Jangan bilang lo maunya dibimbing sama pacar lo sendiri." Sambung Lisa.

"Eits, gue sih pengennya sama Pak Artha aja. Kan dia orangnya seru tuh ya, terus juga dia gak terlalu tegang banget kalo ngajar. Jadi, gue pengennya Pak Artha aja." Jelas gue.

"Iya juga sih, ya. Cowok lo itu kalo di kelas orangnya serius banget. Mana kalo ngomong pedes banget. Ngalahin pedesnya sambel bawang." Kata Lisa.

"Tu lo tau sendiri."

Tak lama kemudian Bagas datang dari pintu depan kelas. "Lo berdua gak mau liat papan pengumuman? Udah ditempel tuh pembagian dosen pembimbingnya."

Tanpa membalas ucapan Bagas gue dan Lisa langsung berlari menuju papan pengumuman lewat pintu belakang kelas.

Gue dan Lisa langsung menyela dan menyusup diantara kerumunan orang banyak sampai bisa mendapat tempat paling depan.

Saat sudah berada di depan papan pengumuman gue dan Lisa mulai mencari nama kami masing-masing.

Saat kami sedang sibuk mencari nama kami. Kerumunan orang perlahan membubarkan diri mereka masing-masing.

"Yes!!! Gue dapet dospem Pak Artha sama Bu Dewi." Ucap Lisa.

"Demi apa???" Tanya gue pada Lisa. Kemudian Lisa menarik tangan gue dan menunjukan namanya.

Setelah melihat nama Lisa ternyata tak jauh dari situ tertulis nama gue.

"Tai." Satu kata itu saja yang gue keluarkan ketika melihat nama gue tertulis dan bersebelahan dengan nama Aldebaran Chistian Adlay, M.H

Dan yang membuat gue kesal adalah namanya tertulis diatas tipe X an dan tentunya ditulis dengan bolpoin.

***

Gue sama Lay udah di dalem mobil dan masih dalam keadaan hening. "Mau makan apa?" Tanya Lay memecahkan keheningan diantara kami.

"Gak laper."

"Tanyanya apa dijawab apa. Kamu tu ya."

"Suka-suka."

"Kenapa sih? Kan tadi habis pembagian dosen pembimbing masa mukanya malah cemberut gitu."

"Ngaku deh! Aku sebenernya dibimbing siapa? Pasti kamu yang ganti kan? Iya kan???" Tanya gue sambil menatap Lay dengan tajam.

Lay yang fokus menyetir sesekali melihat gue yang menatapnya tajam dengan muka gue yang cemberut.

Kemudian ia justru menaruh tangannya diwajah gue. Kemudian turun dan mencubit pipi gue.

"Tanya nya satu satu, Wen."

Gue memegang tangan Lay untuk melepaskan tangannya dari pipi gue. "Aku sebenernya dibimbing siapa skripsinya? Ngaku!" Kata gue.

"Loh, emang kamu gak seneng gitu skripsinya yang ngebimbing calon suami kamu sendiri."

"Apasih! Receh, ih! Aku tanya serius tau!"

"Aku juga serius, Wen."

"Aaaa kamu mah!"

"Kenapa sih emangnya? Emang kamu gak mau yang ngebimbing aku?"

"Enggak."

"Apa?"

"Enggak!"

"Loh kenapa? Aku susah-susah loh yang minta tuker. Ribet pula. Harus ini itu, terus juga masih harus ketemu Pak Artha langsung."

"Apa??? Pak Artha??? Jadi dosen pembimbing aku yang asli Pak Artha?"

"Iya. Kenapa?"

"Aaaa, kamu maaaah gak seru iiiih." Ucap gue sambil memukul pelan tangan Lay.

"Kamu mau yang bimbing Pak Artha?"

"Iyalah. Semua mahasiswa pasti mau yang bimbing Pak Artha. Udah baik, sabar, seru, dan pastinya gak tegang, dan judes kayak KAMU." kata gue sambil memberikan penekanan dikata terakhir.

"Aku itu bukan tegang dan judes. Cuman lebih fokus dan serius aja."

"Halah pake ngeles lagi."

"Loh kenyataan kok."

"Hem."

"Udah-udah. Kan kamu malah enak kalo aku yang bimbing. Bisa aku kasih perhatian lebih daripada yang lain."

"Iya iya, awas aja kalo aku gak dikasih nilai tambahan."

"Loh kok ujung-ujungnya minta nilai tambahan?"

"Iya dong. Masa aku udah nurutin kamu gak dikasih nilai tambahan."

"Loh apa hubungannya nurut sama nilai tambahan?"

"Kan bisa masuk nilai sikap."

"Sikap apaan? Sikap jadi calon istri? Kalo itu mah tanpa kamu minta juga udah pasti aku tambahin."

"Iiih kamu, tuh ya!"

***

Keesokan harinya...

Hari ini gue diajak Lay kerumahnya. Pertamanya gue kira dia mau ngajak gue jalan, ternyata dia ngajak gue kerumahnya buat mulai ngerjain skripsi.

Gue sekarang udah ada diruang tengah sambil dihadapkan kertas sama laptop milik Lay.

Gue menaruh kepala gue diatas meja yang gue tempati. Tak lama setelah itu Lay membawa beberapa makan, sebotol sprite berisi satu liter dan dua gelas berisi es batu.

"Udah dapet topik apa yang mau diambil?" Tanya Lay.

"Gak tau. Otakku rasanya gelap, dingin, suram. Gak ada inspirasi atau pencerahan sedikitpun."

"Makanya sekali-kali mainnya keperpus. Jangan mall mulu." Ucapnya sambil membuka permen lolipop yang entah kapan dia membelinya.

"Aku gak keperpus aja udah pinter." Kata gue dan diakhir dengan gue yang mengerucutkan bibir gue.

Kemudian Lay memberikan permen yang tadi ia buka dengan cara menempelkannya ke bibir gue. Dengam sigap gue membuka mulut gue supaya permen itu masuk ke mulut gue.

"Udah pinter tapi gak punya topik buat skripsi ya gak bisa lulus dong." Kata Lay sambil kembali membuka bungkus permen lagi dan kemudian memasukan kedalam mulutnya.

"Untung tadi aku dari perpus terus kepikiran bawain kamu beberapa contoh skripsinya senior kamu." Kata Lay dengan mulut yang terisi permen lolipop yang ia makan.

"Yang bener??? Uuuh, makasiiih." Kata gue sambil memeluknya.

"Iya-iya. Aku ambilin dulu dikamar, ya?"

"Oke." Kata gue sambil melepaskan pelukan gue. Setelah itu Lay berdiri untuk pergi ke kamarnya.

Pas dia baru saja beranjak dari duduknya hpnya yang dia tinggal di meja menyala dan memperlihat sebuah pesan singkat.

Sekali-kali ngecek gapapa lah, ya? Hehe, ijinnya entar aja kalo dia udah balik.

Gue membuka hpnya yang ternyata gak disandi. Dan kemudian membaca pesan yang masuk baru saja.

Loh, jadi dia akhir-akhir ini sering sibuk karena ngurusin beasiswa S3nya ke luarnegeri? Kok dia gak pernah bilang sih?

TBC

My Killer LecturerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang