0.8

18K 888 51
                                    

Eng ing eng.... Doubel update hari ini.... Yeayy....
Semoga kaliyan sukaaaa

Happy reading.....

Gue udah ada di gedung pelatihannya Pak Lay. Gue habis dari kamar mandi, dan baru aja balik ke tempat semacam backstage gitu.

Gue liat Pak Lay yang mondar mandir gak jelas kek setrikaan. "Dia ngapain coba? Kurang kerjaan banget."

Gue ngedeketin dia. "Pak? Bapak kenapa?" tanya gue.

"E-eh, gapapa cuman agak gugup aja."

"Loh, bapak gugup? Kenapa? Bukannya bapak udah biasa ngomong didepan umum?"

"Ini beda, Ini bukan kampus. Ini juga bukan ruang kelas. Lingkupnya levih besar. Saya salah bicara sedikit saja bisa fatal bagi saya dan nama kampus." kata Pak Lay gelisah.

Ternyata bisa panik dia

"Sekarang bapak duduk aja." kata gue. Gue menarik salah satu kursi yang ada. "Tarik nafas panjang keluarkan pelan-pelan. Bapak cuman perlu jadi diri bapak yang sebenarnya. Bapak cuman perlu jadi Pak Lay yang selalu ngajar saya di kelas, itu aja."

"Tapi, ini beda. Ini..."

"Pak, ini kan pelatihan. Semua yang disini perlu bapak untuk melatih dan mengajar mereka. Hampir sama seperti di kelas. Jadi, bapak cuman perlu jadi diri bapak sendiri untuk menghadapi orang-orang itu." kata gue panjang lebar.

Pak Lay diam sejenak. "Kamu benar, Wendy."

Ini pertama kalinya Pak Lay manggil gue Wendy.

"Jadi..., SEMANGAT PAK! Bapak harus berhasil pokoknya."

Pak Lay senyum. Senyuman Pak Lay kali ini sampek nunjukin lesung pipinya yang belum pernah gue liat sebelumnya.

"Loh, bapak itu punya lesung pipi?"

"Iya, kamu baru tau?"

Gue ngangguk cepet. "Oya kalo gitu, di akhir nanti bapak harus senyum seikhlas mungkin." kata gue.

"Emang saya kalau senyum gak pernah ikhlas?"

"Enggak."

"Kamu ini, mau saya kurangin nilai kamu?"

"Jangan pak..." kata gue. Pak Lay ketawa dan, ya lesung pipinya keliatan lagi. Rasa kesal gue hilang ketika liat senyum Pak Lay. Dan gue pun ikut tertawa.

***

Pak Lay udah mimpin pelatihan sekitar dua jam. Dan sekarang dia masih berdiri di atas panggung dan di belakang mimbar, sambil menjelaskan apa yang peserta pelatihan tanyakan.

Gue duduk di kursi paling depan. Dan kursi gue pas, di depan mimbar yang Pak Lay tempati.

"Sekian dari saya. Semoga ilmu yang saya berikan dapat bermanfaat untuk anda semua." kata Pak Lay yang kemudian di ikuti satu senyuman darinya.

Tak lama kemudian suara tepuk tangan memenuhi gedung pelatihan tersebut. Gue ngeliatin Pak Lay yang semakin lama semakin mengembangkan senyumannya.

Merasa berguna deh gue kalo gini.

Gak selang lama setelah itu Pak Lay liat ke arah gue sambil tersenyum. Gue membalas senyumannya.

Ternyata Pak Lay gak sengeselin yang gue kira.

***

My Killer LecturerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang