0.3

23.6K 1K 18
                                    

Pak Lay berdiri, kemudian menopang tubuhnya dengan kedua tangannya di atas meja.

Wajah Pak Lay perlahan mendekati wajah gue tanpa sebab. Hingga jarak antara wajah kami hanya beberapa senti saja.

Anjuuuuu ni orang mau ngapain siiihhhh woi!!! Siapapun tolong gue!!!

"Maheswari Wendy Aubertha, sang troublemaker di kelas saya. Mulai hari ini kamu menjadi asisten dosen saya." kata Pak Lay.

Boom! Madafaka! Dia ngomong ginian di depan muka gue, maksudnya apaan???

Pak Lay mulai memundurkan tubuhnya mengambil kertas kecil dan menulis sesuatu disana.

"Ini kartu nama saya." Pak Lay memberikan kartu namanya ke gue. Dan kemudian gue menerimanya.

Aldebaran Christian Adlay, M.H. Wah namanya keren juga.

Kebangetankan gue? Gak tau nama lengkap dosen sendiri. Padahal gue udah diajar dia lima semseter ini.

"Kamu mau hubungi saya lewat apa aja boleh. Di sebaliknya ada ID Line saya. Tapi, ingat! Tolong tetap menjaga sopan santun. Mengerti?"

Gue hanya mengangguk sambil berdeham. Kemudian gue memasukkan kartu nama itu ke saku celana gue. "Saya pamit." kata gue undur diri.

***

01.00 PM

Gue duduk di meja kantin sambil naruh kepala gue. Gue masih memikirkan apa yang Pak Lay lakuin ke gue tadi di ruangannya.

"Itu orang emang gila kali ya? Cuman mau ngomong begituan aja pake acara deketin muka segala."

Tiba-tiba Vito datang, dengan semangatnya, dia langsung duduk di samping gue dan merangkul gue.

"Pacarku ini kenapa sih? Mukanya kok ditekuk tekuk gitu?" kata Vito sambil mencubit pipi gue.

Author: Yah, yah, yah... Baper deh:')

"Aku kesel aja. Kamu tau Pak Lay kan?"

"Tau. Dia dosen killer yang sering kamu ceritain. Terus kalo kamu cerita tentang dia pasti sambil ngomel-ngomel ya,kan?"

"Pinter! Kamu tau gak??? Masak gara-gara tidur di kelas sama ngecat rambut aku dikasih hukuman jadi asisten dosen."

"Really? Bagus dong."

"Apanya yang bagus sih,Vit?"

"Banyak mahasiswa yang mau jadi asisten dosen. Dan gak semua bisa loh, Wen."

"Iya, aku tau. Tapi, kalo dosennya cem dia? Ya aku gak mau dong."

"Wendy, sayang... Kamu kan belom tau, beliau kalo di luar kelas gimana, kan? Ya...,kali aja, beliau kalo di luar kelas jadi baik hati."

"Kayaknya gak mungkin deh."

"Gak ada yang gak mungkin di dunia ini. Kamu jalanin aja dulu. Semangat ya!"

Inilah salah satu alasan gue suka sama Vito. Dia selalu semangatin gue dan mengambil sisi positif dari semua kejadian yang gue alami.

"Makasih." kata gue sambil senyum.

"Nah, gitu dong. Kan cantik." kata Vito sambil mengobrak abrik rambut gue.

"Kamu udah makan siang?" tanya Vito.

"Boro-baro makan siang, sarapan aja belom."

"Ya udah, kalau gitu let's go, kita makan!" kata Vito sambil berdiri.

Dia selalu bisa jadi moodbooster gue disaat gue lagi sebel sama orang gini.

Gue tersenyum dan ikut berdiri. "Let's go!"

***

Dua hari kemudian...
02.00 PM

Kuliah hari ini baru aja selesai. Gue sama Lisa masih duduk karena gue masih asik nyeritain apa yang terjadi antara gue dan Pak Lay kemarin.

"Buset!!! Dia pedopil kali ya?" kata Lisa nyeplos.

"Lo tau? Waktu itu gue rasanya pengen nabok tuh muka. Tapi, karena gue inget status gue sebagai mahasiswa. Jadi, gue urungin niat gue yang buruk itu." oceh gue.

"Wah..., kayak di drama-drama korea aja, Wen. Si cowok tiba-tiba deketin mukanya. Untung dia gak ngekiss lo."

"Ogah juga gue dikiss sama dia. Kalo yang ngekiss mas Ji Chang Wook mah, gue ikhlas lahir batin." kata gue sambil nyibakin rambut gue.

"Tapi, omong-omong hukuman lo itu ada untungnya buat lo, Wen." kata Lisa.

"Gue masih belom bisa ngerti apa untungnya jadi asdosnya dia." baru aja gue nutup mulut gue. Salah seorang temen sekelas gue nyamperin gue.

"Wen, lo di cari Pak Lay, tuh."

"Panjang umur dia." kata Lisa .

"Pak Lay dimana?" tanya gue.

"Diruangannya."

Gue menghela napas berat. Dengan malas gue berdiri. "Semangat Wendy!!!" kata Lisa sambil ngepalin tangannya. "Thanks." kata gue sambil tersenyum tak ikhlas.

di ruangan Pak Lay

Gue ngetuk pintu habis itu ngebuka sedikit pintu ruangan buat nongolin kepala gue. "Misi, Pak." kata gue setelah gue nongolin kepala gue ke ruangan Pak Lay. "Masuk." kata Pak Lay, dia lagi keliatan keburu-buru.

"Saya mau meeting dosen. Ada berkas yang perlu saya jilid untuk pelatihan minggu depan. Saya minta tolong, kamu jilidin berkas yang ada di meja saya itu." kata Pak Lay sambil memakai jasnya sambil ngelirik ke tumpukan kertas yang ada di mejanya.

buset banyak bener, terus gue bawanya ke tukang jilid gimana?

"Sebisa mungkin hari ini udah ada di meja saya lagi." sambung Pak Lay. "Iya, Pak. Saya usahakan." jawab gue dengan malas.

"Katanya mau ganti warna rambut. Kok masih merah?" kata Pak Lay sebelum meninggalkan ruangannya.

"E-em... a-anu pak...em..." gue gelagapan karena sebenernya gue itu males ke salon karena gue masih suka warna rambut gue ini.

"Apa??? Oya, tulis nomer atau ID Line kamu disini." kata Pak Lay sambil ngasihin hpnya ke gue. Gue menerima hpnya dan menulis ID Line gue, habis itu gue kembaliin hpnya ke Pak Lay.

"Ya udah saya saya harus pergi. Saya gak mau tau! Pokoknya besok rambut kamu harus udah ganti warna!" kata Pak Lay.

"Ya, Pak." jawab gue.

Pak Lay ninggalin gue di ruangannya sendiri. Dan dia juga buat gue pusing karena mikir gimana caranya gue bawa tumpukan kertas itu ke tempat fotocopy kampus.

gue gak mungkin ngangkat kertas segitu banyaknya sampek ke fcan sendiri. Berpikir, Wen! Berpikir!

TBC
Haeee.....
Makasiiiih, udah mau baca
Kali ini aku seminggu update 2 kali saking senengnya😁
Cerita ini mecahin rekor tercepatku soalnya hehe😁

Pokoknya makasih ya😁
Temennya diajak baca juga kalo bisa hehe😁✌🏻
Jangan lupa vomentnya...
Makasih😉

My Killer LecturerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang