Setelah kejadian itu Wendy sedikit menghindar dari Lay. Wendy hanya bertemu Lay ketika di kelas dan saat konsultasi saja.
"Wen, ayo! Entar yang kena omel gue woi!" ucap Bagas menyadarkan Wendy dari lamunannya.
"I-iya."
"Kok lo beberapa hari ini sering ngalamun sih, Wen?" tanya Lisa.
"Perasaan lo aja kali." jawab Wendy.
"Lo juga lebih diem. Gak banyak ulah. Ada masalah apa lo?" kata Bagas.
"Enggak kok. Gapapa. Ayo, Gas!" ajak Wendy. Kemudian mereka pergi bersama menuju ruangan Lay.
***
"Yang perlu direvisi segera direvisi. Jangan ditunda tunda. Kalo bisa pertemuan berikutnya kita gak bahas ini lagi lanjut ke bab selanjutnya mengerti?" ucap Lay pada Wendy dan Bagas.
"Mengerti." jawab Bagas. Wendy hanya diam sambil membereskan barangnya.
"Bagas kamu boleh keluar." kata Lay sambil menatap Wendy yang tak sedikitpun menatapnya dan masih sibuk membereskan barang miliknya.
Kemudian Bagas keluar dan menyisakan Wendy dan Lay saja disana.
"Kamu kenapa?" tanya Lay.
"Gapapa." jawab Wendy singkat sabil menutup resleting tas ranselnya.
"Dibalik kata gapapa. Pasti ada apa-apa." kata Lay. Wendy menghela napasnya dan kemudian berdiri.
"Aku pamit." ucap Wendy. Saat ia baru melangkah beberapa langkah. Tangannya ditahan oleh Lay yang langsung berdiri dan mendekat pada Wendy untuk mencegahnya pergi.
"Kamu kenapa jauhin aku? Kamu marah? Aku kan udah minta maaf ke kamu." kata Lay.
"Aku cuman lagi butuh waktu sendiri aja."
"Wen, jangan gini dong. Aku liat, kamu sekarang dikelas sering ngalamun. Kamu juga keliatan lesu, gak kayak biasanya. Jangan buat aku khawatir, Wen."
"Gapapa. Aku lagi pengen sendiri aja."
"Wen, bilang apa yang buat kamu kayak gini."
"Aku bisa atasi kok. Cuma butuh waktu aja."
"Kalo ini gara-gara aku ambil kuliah di New Zealand, aku bakal batalin itu buat kamu." kata Lay. Wendy yang mendengar itu langsung membulatkan matanya.
"Jangan! Kapan lagi kamu bisa dapet beasiswa sampek sana? Kesempatan gak datang dua kali."
"Dari pada aku lihat kamu kayak gini. Mendingan aku batalin study aku ke New Zealand. Aku gak bisa lihat kamu kayak gini, Wen. Kayak orang putus harapan hidup tau gak?"
"Study kamu itu penting, Lay. Aku gapapa."
"Kamu lebih penting buat aku, Wen!" Kata Lay yang masih menggenggam pergelangan tangan Wendy.
"Sekarang, bilang apa yang buat kamu kayak gini. Aku janji gak akan batalin study aku."
"Aku takut LDRan. Aku takut kalo aku disini mati-matian jaga hati buat kamu, taunya kamu nanti..."
Saat Wendy belum menyelesaikan perkataannya, Lay menariknya kedalam pelukannya.
"Kamu percaya sama aku, kan?" Tanya Lay yang dijawab anggukan oleh Wendy.
"Aku usahain buat gak lama-lama di sana."
"New Zealand Indonesia itu jauh. Aku belom bisa cari uang sendiri, terus kalo aku mau kesana gimana?"
"Wen, kamu gak perlu jauh-jauh kesana. Sekarang teknologi udah canggih kita kan bisa video call."
"Kalo aku butuh dipeluk sama kamu gimana?"
"Ya sabar dulu sampek aku pulang."
"Empat tahun itu lama, Lay."
Lay melepas pelukannya kemudian menagkup kedua pipi Wendy. "Kamu doain aku cuman tiga tahun aja disana, ya?"
"Tiga tahun itu lama." kata Wendy dengan nada manjanya. Karena merasa gemas dengan Wendy, Lay mengecup singkat bibir Wendy.
Wendy yang terkejut langsung melepaskan tangan Lay dari kedua pipinya.
"Kan aku udah bilang. Ijin dulu apa susahnya, sih???"
"Kalo aku ijin entar kamu gak bolehin."
"Gak dong. Orang belom sah, main colong-colong aja."
"Ya kalo gitu sekarang aja langsung, cus pemberkatan aja gimana?"
"Apa sih??? Orang skripsi aja baru mulai. Kebelet pengen nikah banget kamu tu."
"Iya, dong. Kan nanti aku bisa dua puluh empat jam sama kamu, makan pagi siang sore malem sama kamu, masak sama kamu, tidur sama kamu, semuanya sama kamulah pokoknya. Oya yang paling penting, aku juga bisa bebas cium kamu sesukaku, hehe."
"Hih, apasih?!? Udah, ah. Aku mau pulang."
"Aku anter mau?"
"Enggak usah. Abang jemput kok, aku diajak nemenin nyebar undangan juga."
"Undangan apa?"
"Nikah."
"Tuuuuu Rey aja udah mau kawin. Masa aku harus nunggu tiga tahun dulu. Makin tua dong aku nya."
"Kawin kawin, emang ayam kawin?"
"Sama aja."
"Bapak dosen, harus menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar. Kawin itu ambigu. Enakan nikah."
"Enak kawinlah." Ucap Lay pelan.
"Apa?!?!"
"Enggak, Wen, enggak."
***
Tanpa dirasa ternyata waktu berjalan lebih cepat. Hari ini Wendy menemani Lay mengemasi barang-barang yang akan ia bawa ke New Zealand.
"Kamu yakin gak akan kewalahan bawa dua koper sendirian?" Tanya Wendy yang baru saja menaruh beberapa buku di koper Lay yang berisi buku-buku miliknya.
"Kan masuk bagasi, sayang." Kata Lay sambil masih merapikan lemarinya yang baru tadi ia bongkar isinya.
"Ya, tapikan entar juga tetep rempong."
"Kalo aku cuman bawa satu koper, buku-buku aku gimana? Masa harus dipaketin? Kalo bisa sekalian kenapa gak sekalian aja."
"Ya udah deh, oya yang diloker kamu ini dimasukin koper apa gimana?"
"Koper aja, aku gak mau bawa tas tambahan lagi."
"Kalo gak bawa tas ransel terus paspor, visa, dompet, hp, ijasah, sama dokumen penting lainnya, gimana? Mau kamu taruh di koper?"
"Oiya ya, gak mungkin juga ya, hehe. Aku lupa."
Kemudian Wendy membuka loker yang terlihat sedikit berantakan itu. Disana terdapat gunting, sticky note, pulpen, dan sebuah buku yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
Pertama-tama Wendy mengambil buku itu. Tanpa ia ketahui ternyata di dalam buku itu terselip beberapa foto. Foto-foto itu terjatuh ketika ia mengangkat buku itu dan hendak memasukannya ke dalam koper.
Wendy memungut foto yang berserakan di lantai itu.
Bentar-bentar, ini kan gue?
Tbc
Maaf baru bisa up sekarang
Kemaren2 sibuk sama real life hehe:vVomentnya jangan lupaa
KAMU SEDANG MEMBACA
My Killer Lecturer
Fanfiction[COMPLETE] Maheswari Wendy Aubertha mahasiswi yang sering membuat dosennya, Aldebaran Chistian Adlay si pemiliki notabene dosen muda tampan nan killer naik pitam dengan tingkah dan kelakuannya yang bandel, cukup susah diatur, dan suka membantah. Tap...