01

62.6K 2.4K 93
                                    

"BAGASSSSSSSSS!"

Teriakan melengking itu membuat Bagas yang sedang berjalan di koridor tersentak kaget. Ia menoleh dan mendapati seorang cewek dengan rambut yang dikepang dua berlari menghampirinya.

"Bagas! Tungguin gue dong!"

Bagas berdecak kesal. Ia membuang muka, lalu kembali berjalan meninggalkan cewek itu yang masih terus-terusan meneriaki namanya.

"Ih, Bagas! Tungguin Adel dong!"

Bagaskara Al-Wafi. Cowok berperawakan asli Indonesia dengan mata legam ciri khasnya itu adalah murid berandal di SMA Jawara. Sifatnya yang tempramen bisa membuat siapa saja yang melihatnya takut ataupun segan. Namun, lain halnya dengan Adel sendiri. Menurutnya, sifat Bagas itulah yang membuatnya bisa menyukai cowok itu dan ia merasa terlindungi.

"Bagas, ih!"

"Apa?" balasnya jutek membuat Adel yang sudah berada di sampingkan cengengesan.

"Senyum dong!" seru Adel menampilkan deretan gigi-giginya yang putih.

Bagas menghembuskan nafasnya. Lama-lama ia bosan jika Adel terus-terusan selalu berada dekat dengannya. Cewek itu sangat-sangat menganggu Bagas dengan celoteh-celotehnya yang mampu membuat telinganya terasa panas.

Bagas menghentikan langkahnya dan menghadap cewek itu. "Jauh-jauh dari gue!" Ia mengibas-ngibaskan tangannya, seolah mengusir. Mau tidak mau Adel menurut, ia mundur dengan senyuman yang masih mengembang.

"Jauh lagi!" Adel mundur lagi.

"Lagi!"

"Terus, lagi!"

Adel terus mengikuti ucapan Bagas, dan senyumannya semakin lama kian sirna.

"Udah, stop! Lo harus jaga jarak sama gue kayak gini. Kalo lo berani deket-deket, kita end!" sungut Bagas sambil memperagakan gaya menggorok leher.

Bibir Adel mengerucut. "Ih, gue jadi kayak penguntit tau nggak, Gas?!"

"Gas gus gas gus! Lo kira gue elpiji!" ucap Bagas tak terima dengan namanya yang disingkat-singkat dan malah jatuhnya seperti gas elpiji.

Adel cengengesan. "Jadi, gue manggilnya apa, dong? Ba? Atau..... Sayang?"

Mata Bagas melotot. Apa tadi, sayang? Maksudnya makanan jatuh yang belum lima menit? Ia bergidik ngeri kalau Adel benar-benar memanggilnya sayang seperti tadi.

Bagas tidak merespon ucapan Adel. Ia menggelengkan kepalanya tidak habis pikir dengan cewek itu. Dari pada naik darah karena melawaninya, akhirnya Bagas pergi dengan kepala yang rasanya ingin pecah.

Sementara, Adel termangu dipijakkannya menatap punggung cowok itu yang semakin lama kian menjauh, dan akhirnya menghilang di balik tembok. Kenapa ia tidak menyusulnya saja? Tapi kalau respon Bagas akan seperti tadi, itu akan sia-sia.

Ia memutar tubuhnya, lalu berjalan menuju arah yang berlawanan dari Bagas. Kalau Bagas ke kantin, Adel sebaliknya. Ia lebih baik menetap di kelas sampai jam istirahat berakhir.

-0-0-

Suasana kelas sudah sunyi karena bel pulang sekolah sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Bagas masih asyik mendengarkan musik dari earphone yang tersumpal di telinganya. Dengan kaki yang berselonjor di atas meja, cowok itu memejamkan matanya karena merasa kepalanya saat ini berdenyut. Ini pasti karena ia tidak tidur tadi malam.

Numbness (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang