"Bagasss!!! Bagasss!!!"
Bagas tidak mengindahkan panggilan itu. Cowok berjaket denim itu terus berjalan, menjauhi Adel yang terus menerus meneriaki namanya. Ia menganggap panggilan itu hanya radio rusak.
"Bagas!!!" Adel kembali meneriaki nama tersebut, namun cowok itu tak urung menghentikan langkahnya. Adel terus mengejar Bagas yang sudah berada jauh.
"Bagas, tungguin Adel, dong!!" Kakinya terus berlari cepat agar bisa menyeimbangi langkahnya dengan langkah lebar milik Bagas.
Dan akhirnya, Adel dapat menghadang Bagas dengan merentangkan tangan lebar-lebar di depan cowok itu. Bagas lantas menatapnya dengan tatapan geram, sekaligus prustasi.
"Bagas budek, ya? Dari tadi, tuh, Adel manggilin Bagas tau," omelnya sambil menatap garang pada cowok itu.
Bagas tidak menggubris ucapan cewek di depannya. Ingin rasanya ia berteriak di depan wajah Adel agar menjauh darinya.
Karena Bagas tidak juga merespon ucapannya, Adel menghela nafas panjang. Ia memalsukan sebuah senyum kecil yang terukir di bibirnya
"Bagas?"
"Apa?!" bentak Bagas membuat Adel agak tersentak mundur.
"Tadi Bagas makan berdua sama Chindy, ya, di kantin?" tanya Adel yang berusaha terlihat baik-baik saja.
"Kalo iya emang kenapa? Lo nggak berhak ngatur-ngatur hidup gue!" ucapnya penuh penekanan.
"Chindy itu adik aku. Walaupun kamu terpaksa nerima aku sebagai pacar kamu, setidaknya hargai perasaan aku. Adel nggak masalah kalo Bagas dekat sama cewek lain, tapi jangan Chindy." Suara Adel semakin parau terdengar. Ia menahan air matanya mati-matian.
"Sekali lagi gue bilang, lo nggak berhak ngatur-ngatur hidup gue. Hubungan kita itu cuma sebatas status. Lo, lo. Gue, gue. Jadi, gue berhak dekat sama siapa aja."
Mendengar itu, Adel tidak bisa lagi menahan air matanya. "Termasuk Chindy?"
"Iya."
Hancur sudah pertahanan Adel. Dia menatap Bagas tidak percaya. Segampang itu ya, mematahkan hati seseorang?
"Sekarang apa lagi? lo.minggir!"
"Tapi--"
Kalimatnya menggantung karena Bagas telah berlalu pergi. Saat berbicara dengan dirinya tadi, Bagas sama sekali tidak melihatnya. Semenjijikan itu ya, dirinya?
Adel menghapus air matanya dengan kasar, lalu berjalan kembali ke kelasnya yang kebetulan tidak jauh dari dia berdiri sekarang. Langkahnya yang gontai membuat Lia yang melihat itu langsung menghampirinya dan menuntunnya untuk duduk di kursi.
"Ada apa?" tanya Lia dengan begitu lembut.
Adel menggeleng pelan. "Nggak apa-apa."
"Dih, nggak jelas lu." Lia menoyor kepala Adel pelan. Lalu ia menebak, "Bagas, ya?"
Adel hanya diam.
"Emang kenapa lagi sama dia? Kalo dia macem-macem, gue colok matanya sampe keluar," celutuk Lia geram.
Suasana hati Adel semakin mengabu. Ia berkata, "dia lebih milih Chindy dari pada gue."
"WHAT THE FUCK BOY!!!" refleks Lia berteriak.
"SERIUS LO?!!!!" Lia membuat semua penghuni kelas menatap mereka bingung.
"Sstttt, jangan teriak bisa nggak, sih?" Adel memutar bola matanya kesal.
Lia nyengir, tapi langsung serius kembali. "Serius lo?"
"Iya. Dia emang nggak bilang sendiri sama gue. Tapi gue bisa menyimpulkannya," ucap Adel semakin membuat hatinya gelap.
"Jadi, lo di bilang kayak gitu diem aja?" tanya Lia mulai geram sendiri.
Adel mengangguk dengan begitu pasrah.
Lia menatap Adel tidak percaya. "Bodoh banget, sih! Kenapa lo nggak tonjok aja anunya, biar sekalian mampus!" ucap Lia dengan sadis
Adel meringis mendengarnya. "Gila lo!"
"Pokoknya kalo gue jumpa sama, tuh, kunyuk, gue benyek-benyek mukanya sampe hancur!"
-0-0-
-----
Rumah Bagas sedang ramai malam ini. Namun, si pemilik rumah sedang pergi dan menyisakan Jaka dan Imam yang sedang bermain play station di ruang tengah. Mereka berdua begitu heboh saat salah satu dari mereka kalah. Kata-kata umpatan terus bersautan, sampai Adrian--adik laki-laki Bagas berteriak menyuruh mereka untuk menjaga ucapannya karena ada Emil, adik perempuan Bagas yang usianya masih empat tahun.
Orang tua Bagas sedang keluar, sehingga Emil di titipkan pada Adrian. Adrian menggerutu saat di paksa Emil bermain boneka-bonekaan dengannya. Dari pada Emil menangis, lebih baik dia menurut saja.
Sementara itu di luar rumah, Bagas sedang memarkirkan motornya di garasi, lalu masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa panjang yang agak jauh dari teman-temannya. Ia berbaring di sana dengan tubuh jangkung yang tak muat lagi. Bagas tak bicara saat masuk rumah, membuat Imam menyenggol lengan Jaka dan menunjuknya dengan dagu.
"Temen lo kenapa, tuh?" tanya Imam sambil meletakkan stick ps nya.
Jaka mengangkat bahu tak tau, lalu kembali fokus pada game di depannya yang masih berjalan.
"Woi, bang!" Adrian menyenggol kaki Bagas dengan kakinya. Ia sedang menggendong Emil yang menangis karena lapar. "Buatin bubur Emil. Lo tadi yang di suruh mama!"
Bagas berdecak dan bangkit dari tidurnya. Dia menatap adik laki-lakinya itu dengan malas, dan mengambil Emil dari gendongan Adrian. "Lo aja yang buatin. Biar Emil sama gue," katanya sambil menepuk-nepuk punggung Emil untuk tenang.
"Kan, lo yang di suruh mama. Kenapa nyuruh gue balik?!" Itu memang bukan tugas Adrian dalam menjaga adiknya. Dia hanya di perintahkan oleh mamanya untuk mengajak Emil bermain. Dan urusan membuat bubur itu adalah tugas Bagas.
"Heh, lo dua!" panggilnya pada Jaka dan Imam yang masih asyik pada game mereka.
Tanpa menoleh, Jaka menyahut, "apaan?"
Bagas bangun dari sofa dan berdiri sambil terus menenangkan Emil yang semakin kuat menangis. Adrian sudah pergi ke kamarnya dengan wajah lelah. Dia sudah lebih dari tiga jam bermain dengan Emil.
Dia menatap Jaka yang sibuk bermain game. "Buatin bubur adek gue. Rewel banget, nih, bocah."
"Buat sendiri apa susahnya, sih, Gas?" kata Imam tanpa menoleh.
Bagas menatap kedua temannya dengan kesal. "Gue beliin pizza, deh," kata Bagas yang mulai prustasi karena Emil tidak berhenti menangis.
Jaka menoleh setelah menekan pause. Dia tersenyum lebar dan Bagas nyaris melemparnya dengan botol susu Emil. "Kalo gitu gue mau," ucap Jaka dan meletakkan stick ps nya. Imam juga melakukan hal yang sama dan menyusul Jaka yang jalan lebih dulu menuju dapur.
Bagas mendengus. "Diiming-imingin gitu baru mau," gerutunya. "Ini bocah kapan diemnya, sih. Emil... diem ya, kepala abang sakit dengernya."
-0-0-
Ya Allah aku updatee😭😭
Gimana part ini?Jangan lupa vomment ya:)
Wiwind
Istri sah Shawn Mendes❤Rabu, 03 April 2019

KAMU SEDANG MEMBACA
Numbness (selesai)
Подростковая литератураHighest rank : #1 in boyfriend [15 januari 2019] "Jauh-jauh dari gue!" Ia mengibas-ngibaskan tangannya, seolah mengusir. Mau tidak mau Adel menurut, ia mundur dengan senyuman yang masih mengembang. "Jauh lagi!" Adel mundur lagi. "Lagi!" "Terus, la...