37

20.2K 769 7
                                    

"Tugasku mencintaimu sebaik-baiknya sudah selesai. Sekarang tugasku adalah melupakanmu sekuat-kuatnya."

"Gimana, dibales?"

Bagas menghela nafas panjang, lalu menggeleng lemah. Dia tertunduk lesu. Adel benar-benar tidak memberinya kesempatan untuk merubah semuanya. Dengan sikap cewek itu yang dingin padanya sudah menunjukkan bahwa Adel sudah benar-benar berubah.

"Kayaknya Adel betul-betul marah sama gue," ucapnya dengan nada prustasi.

"Gas, Gas. Lo baru berjuang segitu aja udah nyerah. Jadi laki-laki strong dikit napa, sih!" ucap Jaka, tapi tidak menatap Bagas.

Bagas berdecak. "Enak banget, tuh, mulut bilang strong. Lo cuma nggak tau apa yang gue rasain!"

"Yaelah, gue tau apa yang lo rasain, karena gue dulu sering liat Adel ngejar-ngejar lo, tapi lo nya nggak ngehargain!" Jaka memasukan sebelah tangannya ke kantong jaket yang ia pakai. "Gue cabut! Males gue ngurus lo lagi!"

Jaka akhirnya pergi meninggalkan Bagas sendiri. Akhir-akhir ini, Bagas memang lebih keras kepala, susah untuk bilangi, dan pemarah. Bahkan ia banyak menyendiri dan melamun. Jaka sudah sering memberi pencerahan untuknya. Tapi alih-alih digubris, di dengar saja tidak.

Salah satu faktor yang membuatnya seperti itu adalah Adel. Kepergian cewek itu telah merubah Bagas walaupun tidak sepenuhnya. Semua sifat Bagas saat ini sangat bertolak belakang dengan sifatnya yang dulu. Bahkan beberapa hari ini ia selalu berakhir di sebuah clup malam. Sekarang dunia malam adalah tempat yang paling nyaman baginya.

-0-0-

"Kusut amat tuh muka."

Itu adalah sapaan Jelin pagi ini. Nama lengkapnya adalah Jelina Rossi Claras. Cewek berdarah campuran yang hobinya ber-make up itu sangat mudah bergaul. Saat pertama kali bertemu dengan Adel, Jelin meminta Adel untuk duduk di sampingnya yang kebetulan kursi di sebelahnya kosong. Adel hanya diam dan menurut.

Beberapa hari duduk bersebelahan dengan Jelin cukup bagi Adel mengenal sifat cewek itu. Jelin ternyata banyak bicara dan kadang Adel tidak mengerti apa yang di katakannya. Walaupun Jelin berdarah campuran Jerman-Indonesia, tapi gaya berbicara Jelin sangat medok ke bahasa Jerman. Jelin juga bisa berbahasa Indonesia walaupun tidak lancar dan masih ada kata-kata yang di ucapkannya terbalik.

Adel hanya menatap Jelin yang kini meletakan baki yang berisi makanannya. Cewek itu tidak merespon ucapan Jelin. Dia hanya menopang dagu.

"Are you, okey? Apa kamu sakit, Del?" tanyanya lagi sambil menempelkan punggung tangannya di dahi Adel.

Adel hanya memejamkan mata saat tangan dingin Jelin menyentuh dahinya yang hangat. Ia hanya masih memikirkan pesan Bagas semalam. Pesan itu kembali membuatnya rindu pada sosok itu. Adel tau dia egois, hanya memikirkan dirinya sendiri. Tapi, ini adalah salah satu jalan agar membuat Bagas sadar.

"Aku antar kamu ke UKS, ya?"

Adel menggeleng pelan. "I'm okey. I am fine, Jel."

Tiba-tiba seseorang datang dari belakang Adel, lalu menempelkan minuman vitamin dingin di pipinya. Adel tersentak dan langsung menegakkan tubuhnya. Ia mengerjab saat melihat Eires tersenyum jahil dan tanpa basa-basi langsung duduk di sampingnya.

"Jangan lupa minum vitamin biar nggak sakit lagi."

Adel meraih botol dingin itu, dan menjauhkannya dari pipinya. Dia menatap Eires bingung. Dari mana cowok ini muncul?

"Lo kok bisa ada di sini?"

"Loh, bukannya kantin adalah tempat umum buat jajan. Bebas, dong, kalo gue ke sini," ucapnya dengan seringai kecil di bibirnya, mencoba mengejek Adel.

Adel kesal. Ia tidak ingin menanggapi ucapan Eires dan memilih untuk diam.  Jelin hanya menatap Adel dan Eires sambil tersenyum geli.

"Diminum, atuh, malah di diemin. Entar dia ngambek, loh." Eires merapikan jambul rambutnya menggunakan jari-jari tangannya.

Eires bersuara lagi, "Lo diem gini mau ngode gue buat bukain tutupnya? Oke! Gue orang nya peka, kok." Sebelum Eires mengambil minuman itu, duluan Adel menyambarnya dan membuka tutup botolnya dengan kasar.

"Pede amat lo! Ngode lo? Emang gue cewek apaan?!" Adel menenggak minuman vitamin itu hingga habis, lalu meletak kembali botol kosongnya di atas meja dengan sedikit gebrakan.

Eires dan Jelin tertawa melihat kekesalan Adel. Sementara cewek itu hanya mencibir dan mengumpat Eires dalam hati.

"Nanti pulang sekolah ikut gue, yuk?"

"Kemana?" tanyanya cuek.

"Kepo lo, kayak dora!"

"EIRESSS!!!!" Adel memukul bahu Eires yang terkekeh di tempatnya. "PERGI SANA!!"

Eires beranjak dari duduknya tapi belum melangkah. Dia kembali menatap Adel. "Gue pergi, tapi jangan kangen."

"Ngarep!"

Eires mengerucutkan bibirnya. "Yakin nggak kangen?"

"Enggak akan!"

"Yakin?"

"Iya!"

Eires terlihat kesal, lalu berjalan meninggalkan Adel dan Jelin. Tapi sebelum keluar dan kantin, di berbalik badan dan bertanya pada Adel sekali lagi.

"Yakin, Del, nggak kangen?"

"ENGGAK!"

Eires memanyunkan bibirnya dan pergi.

Adel menghembuskan nafasnya legah. Mengusir Eires betul-betul membutuhkan banyak energi. Ia benar-benar sangat kesal. Apalagi melihat Jelin yang hanya tertawa tanpa berniat membantu.

"Yakin, Del, kamu nggak kangen Eires?" tanya Jelin berusaha mencoba menggodanya.

Adel menghembuskan nafas sabar. "Apa lagi, sih, Jel?"

-0-0-

Tbc
jangan lupa vomment ya:)

Wiwind❤❤

Jumat, 12 Juli 2019

Numbness (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang