Eires menjatuhkan dirinya diatas tempat tidur setelah seharian ikut merayakan kelulusan di sekolahnya. Ia memejamkan matanya tetapi tidak tidur. Seragam sekolahnya masih melekat utuh di tubuhnya.
Pikiran Eires kembali tertuju pada jawaban Adel atas pengakuan cintanya pada cewek itu. Ia sudah menduga akan jawaban Adel. Tapi entah kenapa sampai sekarang ia belum juga jerah menyukai cewek itu yang jelas-jelas hanya menganggapnya sahabat. Ia akan terus mengejar Adel sampai dapat, walau menggunakan cara licik sekalipun.
Ia menghela nafas panjang sambil memijit kepalanya yang sakit, pusing. Tiba-tiba wajah seseorang yang lama ia rindukan muncul di benaknya. Seseorang yang sudah lama meninggalkannya. Rara.
Senyum cowok itu terbentuk indah di bibirnya. Ia bangkit dari tidurnya, lalu mengambil sebuah frame di atas nakas di samping tempat tidurnya. Ia mengamati foto itu tanpa ekspresi. Foto itu memperlihatkan sepasang remaja yang yang sedang tersenyum bahagia sambil memakan permen kapas. Mereka tertawa lepas tanpa beban. Itu membuat senyum Eires kembali tercetak di bibirnya.
"Aku akan buat kamu jadi milik aku lagi, Ra."
Ia meletakkan kembali frame itu setelah cukup ia menatapnya. Ia tidak ingin rindunya pada kekasihnya itu semakin besar hanya karena melihat foto itu. Ia sekarang ingin fokus mendapatkan Adel dan menjadikannya sebagai Rara-nya.
-0-0-
tok!
tok!
tok!
Adel bangkit dari kursi belajarnya ketika mendengar ketukan pintu yang berulang-ulang. Ia menggerutu ketika ia sedang mrmbaca novel tiba-tiba ada yang mengganggu dan memecahkan konsentrasinya
"IYA SEBENTAR!!"
Adel membuka pintu itu dengan sekali tarikkan. Betapa terkejutnya Adel ketika menemukan seseorang yang sudah lama tidak terlihat dengan nyata seperti ini.
"Ba-gas?" kata Adel masih tak percaya.
Bagas berdiri tegap dihadapannya sambil tersenyum manis, senyum yang selalu Adel rindukan selama ini. Ia mengenakan kaos oblong berwarna hitam dan celana jeans. Terlihat sangat santai tapi juga menawan.
Ia masih tersenyum, "gue seneng, akhirnya pencarian gue nggak sia-sia."
Suara itu. Suara yang sangat-sangat Adel rindukan.
"Masih ingat gue, kan?" tanyanya dengan alis sebelah terangkat.
"L-lo...beneran Bagas?" Adel bertanya seolah tidak percaya kalau di depannya ini adalah Bagas.
Bagas terkekeh lucu. "Iya, ini gue. Bagaskara."
Masih tidak percaya, tangan kanan Adel terangkat menyentuh pipi Bagas, memastikan apakah yang dilihatnya sekarang ini nyata atau hanya imajinasinya.
Dengan lembut Bagas menurunkan tangan Adel dari pipinya. Ia tersenyum tipis. Kemudian, ia mengulurkan tangannya. Memberikan sebuket bunga yang sengaja ia beli untuk cewek itu. "Selamat atas kelulusan lo, Del."
Adel tersentak. Ternyata benar Bagas. Bukan sekedar halusinasi. Dengan keberanian yang sejak tadi ia kumpulkan, Adel memeluk Bagas dengan erat. Ia mengabaikan buket bunga itu. Tangisnya pecah. Ia tidak tau kenapa ia selemah ini dalam soal merindu. Padahal ia sudah lama tidak memikirkan perasaannya pada Bagas.
"Gue kangen banget sama lo," ucap Adel di tengah-tengah tangisannya.
Bagas tersenyum lagi. "Gue juga, kangennnnn banget sama lo." Bagas mempererat pelukannya. "Lo tau, nggak, kepergian lo benar-benar mengubah gue. Fisik gue, mental gue, bahkan pergaulan gue berubah hanya karena lo ninggalin gue."
Dada Adel terasa sesak mendengar perkataan Bagas barusan. Benarkah semua yang dikatanya? Tapi kenapa tidak dari dulu Bagas mencarinya?
"T-tapi kenapa nggak nyari gue dari dulu? Kenapa baru sekarang?"
Perlahan Bagas melepaskan pelukannya dan menatap Adel lekat sambil merapikan anak-anak rambut yang tertempel di wajah cewek itu. "Maafin gue. Tapi itu semua karena gue punya tujuan. Gue mau merubah diri gue dulu menjadi lebih baik sebelum ketemu sama lo."
Adel menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Ia terharu mendengar perjelasan Bagas barusan.
"Sekarang saatnya gue ungkapin perasaan gue sama lo." Bagas menarik nafasnya dan menghembuskannya perlahan sebelum melanjutkan ucapannya. "Awalnya gue kira gue bisa hidup tanpa lo. Ternyata gue salah, gue nggak bisa. Gue cinta sama lo, Del. Gue mau kita kayak dulu lagi. Please, kasih gue kesempatan kedua untuk membuktikan cinta gue sama lo."
Adel terdiam. Dia masih tidak percaya dengan ini semua. Terasa seperti mimpi yang benar-benar nyata.
"Lo mau kan jadi pacar gue lagi?" tanyanya dengan raut wajah cemas.
Mata Adel berkaca-kaca sambil mengangguk mau. Bagaimana ia bisa menolaknya? Bagas yang selama ini ia tunggu. Dan karena ia lah dia menolak perasaaan Eires berkali-kali.
Raut wajah cemas Bagas kini sirna, berganti dengan senyuman yang paling manis. Bagas kembali memeluk Adel dengan sangat erat.
"Makasih udah mau nerima gue lagi, Del."
"Makasih udah ngejar gue sampai sini." Adel membalas pelukan itu tak kalah erat.
"Makasih juga, karena lo, gue berubah."
Prang!!
"BAGAS!"
Adel terbangun dari tidurnya saat benda jatuh di sampingnya membuatnya tersentak. Dia menghela nafas kecewa. Ternyata bertemu dengan Bagas hanyalah sebuah mimpi dan tidak akan menjadi nyata.
"Cuma mimpi." Bahu Adel melesu. "Tapi kenapa terasa nyata banget?"
-0-0-
Tbc
Jangan lupa vomment ya:)Wiwind❣❣❣
Sabtu, 10 Agustus 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Numbness (selesai)
Teen FictionHighest rank : #1 in boyfriend [15 januari 2019] "Jauh-jauh dari gue!" Ia mengibas-ngibaskan tangannya, seolah mengusir. Mau tidak mau Adel menurut, ia mundur dengan senyuman yang masih mengembang. "Jauh lagi!" Adel mundur lagi. "Lagi!" "Terus, la...