35

21.2K 809 12
                                    

"M-mau masuk dulu?" tanya Adel agak canggung kepada Eires.

Eires tersenyum dengan kepala menggeleng pelan. "Lain kali aja, Del. Gue udah janji sama Mama gue buat nganterin dia ke Butik."

Adel mengangguk paham. "Thanks, ya, Res, untuk hari ini."

"Sama-sama," jawabnya.

Dengan tergesah, Adel keluar dari mobil. Ia ingin cepat-cepat menghilang dari hadapan cowok itu agar Eires tidak menyadari kecanggungan yang Adel rasakan. Semakin lama berdekatan dengannya, semakin membuat Adel merasa canggung.

Sepanjang perjalanan tadi, suasana begitu aneh. Eires yang Adel tahu orangnya banyak bicara, seketika menjadi orang pendiam. Tapi, sikap cowok itu membuat Adel bingung. Eires terlihat tenang dan hanya menatap jalan tanpa menoleh sedikit pun padanya.

"Adel!" Ketika Adel baru berjalan lima langkah tiba-tiba Eires memanggilnya. Dia berhenti dan berbalik menatap cowok itu yang sudah turun dari mobilnya.

"Ada apa, Res?"

"Ini, handphone lo ketinggalan," kata Eires menyodorkan ponsel miliknya.

Adel tersenyum canggung sambil mengambil ponselnya dari tangan Eires. "Makasih, ya, Res."

"Sama-sama, Del."

Adel kembali berjalan dan masuk ke rumah. Sesampainya di dalam, dari balik gorden, dia melihat Eires masih berdiri di depan pagar rumahnya dengan tersenyum tipis, tapi Adel dapat melihatnya. Cowok itu belum beranjak, entah apa yang dia lakukan. Adel menutup gordennya kembali, lalu bergegas menuju kamarnya.

Ketika dia membuka gorden kamarnya untuk melihat Eires lagi, mobil cowok itu sudah tidak ada. Dia sudah pergi.

Adel menutup gorden dan bersandar di baliknya. Dia mencengkram kuat kepala kursi di sebelahnya. Adel tidak tahu apa yang menbuatnya begini. Tapi, melihat senyum cowok itu Adel jadi teringat senyum seseorang.

Bukan cuma gaya berpakaian mereka, bahkan senyum mereka mirip.

-0-0-


Hari ini hari dimana Adel mulai masuk ke sekolah barunya. Sejak orang-orang masih terlelap, Adel sudah bangun untuk mempersiapkan semuanya. Mulai dari alat tulis yang di perlukan, seragam, sampai sarapan yang ia buat sendiri. Ia tidak ingin merepotkan Wina karena Adel yakin wanita itu pasti lelah seharian bekerja.

Cewek itu menenggak susu coklatnya hingga tandas, lalu memakai sepatunya. Dia tersenyum melihat Wina berjalan ke arahnya dengan masih memakai piyama tidurnya.

"Adel, ini masih pagi. Kamu kenapa buru-buru banget?" Wina menegur Adel saat dilihatnya Adel telah siap untuk berangkat ke sekolah.

"Adel cuma nggak mau telat, Ma." Dia menyalim tangan Wina dan mencium pipinya, lalu berlari menuju pintu utama.

"Hati-hati!" teriak Wina memperingati. Adel hanya menanggapinya dengan melempar senyuman ke arah wanita itu.

Cewek itu berlari menuju halte yang lumayan dekat dari rumahnya. Ia takut akan tertinggal bus.

Nafas cewek itu terengah ketika tiba di halte itu. Ia bergegas naik ke bus sebelum tertinggal. Adel memilih duduk di kursi bagian tengah dekat dengan jendela.

Banyak juga penumpang anak sekolah sepertinya yang naik dan memenuhi tempat duduk yang masih tersisa. Salah satu yang kini duduk di sebelah Adel. Ia menoleh ketika menyadari pelajar ini memakai seragam sekolah persis seperti yang ia kenakan. Adel terkejut ketika mengetahui pelajar yang duduk di sampingnya adalah Eires. Dia balas menatap Adel sambil tersenyum.

"Good morning," sapanya membuat Adel mengerjab beberapa kali.

"L-lo kok bisa ada di sini?" tanya Adel gugup saat Eires menatapnya dari ujung kaki sama ujung kepala.

Eires tersenyum, lagi. "Ya, mau pergi sekolah, lah. Emang nggak boleh gue naik bus?"

"B-bukan gitu. Maksud gue, mobil lo mana?"

"Ohh... mobil? Ada di bengkel."

Adel memilih diam. Ia membenarkan posisi duduknya untuk kembali menghadap ke depan. Ia melirik Eires yang sedang mengangguk-anggukan kepalanya mengikuti alunan musik yang berasal dari earphone yang tersumpal di telinganya.

Perjalanan ke sekolah pagi ini terasa panjang bagi Adel. Walaupun mereka berdua tidak ada yang membuka obrolan, tapi Adel benar-benar merasa sangat canggung. Apalagi saat Eires menatapnya tadi.

Bus berhenti di halte yang tidak jauh dari sekolah. Eires beranjak dari kursi dan turun lebih dulu dari bus. Sementara Adel mengikutinya dengan langkah pelan. Dia menghembuskan nafas kasar. Ternyata dugaannya benar, ia satu sekolah dengan Eires.

Tiba-tiba ada segerombolan anak-anak cowok yang terlihat berjalan ke arahnya. Di lihat dari wajah-wajah mereka Adel yakini mereka bukan pelajar baik-baik, tapi pelajar yang sering buat onar.

"Hallo schöne. Warum alleine gehen?" ucap salah satu cowok itu dengan bahasa yang Adel tidak mengerti.

"Hah?"

Ketika salah satu dari mereka ingin berbicara lagi, seseorang tiba-tiba menggenggam tangan Adel.

Eires ternyata sudah berdiri di sampingnya hingga membuat Adel terdiam untuk beberapa saat, berusaha memahami apa yang akan di lakukan cowok itu. Ia menatap Adel dalam, lalu berbisik, "mereka gerombolan cowok-cowok yang sering buat onar di sini. Jangan mengangguk dan jangan juga menggeleng." Adel menelan ludah mendengar ucapan Eires. "Gue anter lo sampai ke kelas." Mereka pergi dan meninggalkan gerombolan cowok-cowok itu yang kini menampilkan raut wajah tak suka.

-0-0-

Tbc
Btw part kali tuh aku hapus karena di lihat-lihat aneh dan rada-rada geli gitu bacanya wkwk

Jangan lupa vomment ya:)

  Wiwind🖤🖤🖤

Rabu, 10 Juli 2019

Numbness (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang