"Katanya cinta, tapi kok mengabaikan?"
Jaka menghela nafas jengah melihat temannya itu yang sudah menghabis beberapa gelas minuman dengan kadar alkohol tinggi.
"Jangan di kasih lagi bro," ucapnya pada seorang bartender. "Cepat gila nanti, nih, orang!"
Bartender itu tertawa. "Lagi jatuh cinta atau putus cinta, nih, temen lo? Rakus bener."
"Lo kayak nggak tau ABG jaman sekarang aja." Bartender itu terkekeh sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Jaka beralih menatap Bagas yang sudah setengah mabuk itu. "Gue tau lo lagi galau, Gas, gara-gara lo jauhin Adel. Gue ngerti ini keputusan berat yang lo ambil. Lo bilang, ini kan juga untuk kebaikan Adel sendiri, jadi menurut gue keputusan lo ini tepat. Tapi kenapa lo kayak orang stres gini, sih?!"
Bagas berdecak, lalu kembali menengguk minuman itu lagi sampai habis. "Lo itu ustad atau Jaka yang gue kenal, sih? Pulang sana, gue nggak butuh ceramah lo!"
Jaka tertawa, "ternyata kayak gini, seorang Bagas kalo lagi galau?" ejeknya membuat Bagas menatap sengit kearahnya.
"Berisik lo!"
Jaka mengubah posisi duduknya menghadap Bagas sepenuhnya. "Lo beneran mau jauhin Adel, Gas?" Jaka bertanya sambil menatap wajah Bagas dengan serius.
Bagas menoleh padanya, lalu mengangguk. "Gue udah mantap untuk jauhin Adel. Gue rasa saatnya dia harus bahagia."
"Bukannya kebahagiaan Adel itu lo?"
Cowok itu terdiam. Apa yang di katakan Jaka sebenarnya adalah benar. Tapi ia pikir-pikir apa salahnya ia membiarkan Adel bahagia tanpanya. Seperti bahagia dengan cowok lain misalnya.
-0-0-
"Kenapa lo ngikutin gue, sih?!" teriak Bagas yang terdengar prustasi pada Adel. Ia menghentikan langkahnya lalu berbalik badan.
"Jawab dulu pertanyaan Adel. Bagas kenapa? Bagas kenapa ngejauhin Adel? Kenapa telfon dari Adel nggak pernah di angkat? Bagas marah sama Adel? Adel punya salah?" Matanya sudah berkaca-kaca, ia mencoba menahan diri agar tidak menangis.
"Lo masih tanya kenapa?" Bagas memejamkan matanya sesaat, "Karena gue nggak suka sama lo! Puas?"
Adel semakin sesak. Ia sudah menebak jawabannya. Ia ingin marah pada Bagas, tapi ia bisa apa? Tangis Adel pecah. Dia membekap mulutnya agar tangisnya tidak terdengar orang lain.
Bagas mengatur nafasnya mendengar isak tangis cewek itu. Ia ingin merengkuh Adel ke dalam pelukannya, tapi Bagas tidak ingin memperlambat waktu untuk Adel bahagia. Ia ingin melepas Adel. Ia ingin Adel cepat menemukan laki-laki yang tepat untuknya.
"Kita akhiri aja," ucap Bagas terdengar seperti gumaman.
Adel terkejut mendengarnya. "M-maksudnya?" Dengan mata yang masih basah, ia memberanikan diri untuk membalas tatapan Bagas.
"Lo nggak dengar apa yang gue bilang? Gue mau kita putus!" tegasnya, tanpa sedetik pun mengalihkan tatapan dari Adel
"Tapi kenapa?" Air mata itu kembali meluruh. Bagas mati-matian menahan diri agar tangannya tidak bergerak untuk menghapusnya.
"Kita nggak bisa sama-sama lagi, karena... gue suka sama cewek lain." Hati Bagas memanas. Ia terpaksa menggunakan alasan konyol itu agar Adel menjauhinya.
Adel menggeleng tidak percaya. Dia berbalik dan melangkah pergi meninggalkan Bagas sendiri. Lorong sekolah yang tadinya ramai, mendadak sepi karena bel masuk sudah berbunyi.
Bagas menatap nanar punggung Adel yang kian menjauh. Ingin sekali ia kejar cewek itu dan merengkuhnya. Tapi lagi-lagi hasrat sudah menyadarkannya untuk membiarkan Adel bahagia.
-0-0-
"Bagas!" Bagas yang sedang duduk di kursi kantin menoleh pada Jaka yang membawa semangkuk mie ayam. Cowok itu menahan tawa melihat wajah Bagas yang benar-benar seperti remaja yang sedang putus cinta.
"Kenapa, tuh, muka? Kayak abis nahan pup, aja," ledek Jaka membuat Bagas jengkel.
"Gilak!"
"Cieee ngambek!" Jaka mencolek dagu Bagas dan dengan cepat di tepisnya.
Jaka terus menggodanya, tapi tidak ia hiraukan. Ia sedang memainkan sedotan diatas meja. Matanya beralih menatap Chindy dan kawan-kawannya yang duduk tak jauh dari mereka. Ia menghembuskan nafasnya melihat Chindy tertawa lepas. Chindy memang cantik, tapi nama itu tidak lagi melekat di hatinya. Mungkin ia dulu menyukai cewek itu bukan karena cinta, tapi hanya sebatas kagum.
"Gimana sama Adel?" tanya Jaka tiba-tiba membuatnya mengalihkan tatapannya dari sedotan yang sejak tadi ia maini.
Bagas menghela nafas, lalu berkata, "Gue udah lepasin Adel." Ucapan Bagas membuat Jaka tersedak jus jeruk yang ia minum.
"Serius lo?" Jaka mendekat pada Bagas. "Bukannya lo cuma mau jauhin Adel aja? Tapi ini kenapa lo putusin Adel?"
"Karena gue mau dia cepat bahagia. Meskipun bukan sama gue."
"Bukannya lo sayang banget sama dia?"
Bagas terdiam beberapa detik lamanya, lalu mengangguk. "Iya gue sayang sama dia."
"Nah...lo sayang, tapi kenapa lo putusin?"
"Gue nggak bisa terus-terusan pertahanin Adel. Gue nggak mau dia sakit hati lebih dalam lagi karena gue. Dan gue rasa gue nggak pernah buat Adel bahagia."
"Apapun masalah lo sama Adel, itu keputusan tepat yang lo ambil. Gue hanya bisa dukung keputusan lo. Gue juga mau liat dia bahagia. Lo bukan nggak pernah buat dia bahagia, tapi lo takut." Jaka menepuk pelan bahu Bagas beberapa kali. "Gue harap lo nggak salah ngambil keputusan."
"Thanks, Jak."
-0-0-
Tbc
Jangan lupa vomment ya:)
Wiwind❤❤
Selasa, 02 Juli 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Numbness (selesai)
Fiksi RemajaHighest rank : #1 in boyfriend [15 januari 2019] "Jauh-jauh dari gue!" Ia mengibas-ngibaskan tangannya, seolah mengusir. Mau tidak mau Adel menurut, ia mundur dengan senyuman yang masih mengembang. "Jauh lagi!" Adel mundur lagi. "Lagi!" "Terus, la...