"DOORRRR!!!"
Adel tersentak saat seseorang dengan sengaja mengejutkannya. Adel yang sejak tadi melamun di teras rumahnya mendadak menoleh ke samping. Ia menghela nafas melihat wajah tengil Eires yang sudah berdiri di depannya.
"Rese lo!" Adel melotot ke arah cowok itu.
Cowok itu terkekeh sampai matanya hanya tampak segaris. "Kagetnya biasa aja, dong," ucapnya jahil pada Adel. "Dari pada lo diem-diem baek dimari, mending ikut gue jalan-jalan, yuk?"
"Jalan-jalan? Kemana?"
"Ada deh. Nanti lo pasti suka," ucap Eires sok misterius. Dia menarik tangan cewek itu, namun dengan cepat Adel menepisnya.
"Ah, enggak mau!" tolak Adel dengan cepat.
"Gue janji nggak ngapa-ngapain lo. Takut bener sama gue," balas Eires sambil menatap Adel yang sedang menatapnya dengan raut muka wajah heran. Cukup lama mereka bertatapan yang menghasilkan pipi Adel terasa panas dan segera mengalihkan tatapannya.
Ia memerhatikan gerak-gerik cowok itu. Satu tangannya berada di dalam saku celananya. Kaos polos yang di kenakannya berwarna putih, sedangkan celana jeansnya berwarna hitam. Tiba-tiba saja Adel mengingat Bagas.
Cara berpakaian mereka sama.
Sejenak Adel terdiam. Matanya menyipit menatap Eires, seolah-olah mencurigai cowok itu.
"Ayok!" serunya.
Akhirnya Adel menyerah dan mengikuti Eires yang akan membawanya entah kemana.
"Eh, gue belum ijin."
"Tenang, udah gue ijinin kok sama nyokap lo," balas Eires sambil membuka pintu mobilnya untuk Adel.
"Kok bisa?" Eires tidak menjawab. Dia hanya tersenyum membuat Adel curiga padanya.
"Lo bilang apa sama nyokap gue?!"
"Nanti gue ceritain. Sekarang lo masuk, ya?"
"Tapi--"
Belum selesai Adel menyelesaikan ucapannya, tubuhnya sudah di dorong masuk oleh Eires. Adel hanya mendengus dan mengumpat dalam hati. Ia menatap Eires berjalan memutari mobil.
"Kita mau kemana, sih?!" tanya Adel ketika mobil mulai berjalan. Perhatiannya fokus ke jalanan. "Kalo lo bawa gue ke tempat yang macem-macem, gue aduin lo ke nyokap gue!" ancam Adel membuat Eires terkekeh.
"Ampun nyai..."
-0-0-
"Kita dimana?" ucap Adel setelah mobil telah berhenti.
"Festival makanan."
Wajah Adel membinar. Dia menatap pedagang-pedagang yang menjajahkan jualannya. Dia menelan ludah, merasa tergiur dengan semua makanan yang cewek itu lihat.
"Di sini hanya ada beberapa makanan yang halal. Lo mau pretzel atau currywurst?" tanya Eires tanpa basa-basi.
Adel mengernyit. "Currywurst?"
Eires tertawa melihat ekspresi wajah Adel. "Kalo Indonesia di bilangnya sosis," jelasnya.
Adel mengangguk-anggukan kepalanya. "Dua-dua boleh, nggak?"
Cowok itu tersenyum tipis. "Definisi cewek nggak tau diri, gini, nih." Ia membuka seatbelt nya. "Lo tunggu di sini aja. Enggak baik cewek jelek kayak lo keluar mobil." Ketika ingin membalas ucapan Eires, cowok di sebelahnya sudah turun dari mobil.
Adel menggerutu sambil membuka pintu mobil. Karena masih merasa kesal, tanpa sengaja ia membanting pintu mobil itu dengan keras hingga membuat beberapa orang menatap kearahnya. Adel tidak menghiraukan tatapan mereka dan dengan cepat menyusul Eires.
"Res!"
Eires yang merasa terpanggil, berbalik badan menghadap Adel yang berdiri di belakangnya.
"Lo kok keluar? Di sini bahaya, tau!"
"Emang gue nggak boleh liat-liat di sini? Sama aja, dong, lo bawa gue jalan-jalan tapi akhirnya gue cuma duduk di mobil." Adel cemberut. Dia bertambah kesal. Sudah di ajak jalan-jalan dan di bawa entah kemana, tapi berakhir hanya duduk di dalam mobil.
Tanpa berkata, Eires menarik tangan Adel dan membawanya menuju mobil. Dia membuka pintu mobil itu dan menunjuk ke bangku.
"Duduk." Ucapan Eires kali ini terdengar memerintah. "Ini makanan lo." Adel menerimanya dengan senyum merekah. Dia duduk menyamping dengan kedua kakinya berpijak pada aspal. Sementara Eires, berdiri di samping Adel, menyandarkan punggungnya di mobil. Mereka tak banyak bicara selama menikmati makanan mereka.
"Di sini, tuh, bahaya Del. Banyak penculik, pecopet, bahkan parahnya lagi pembunuh." Eires membuka obrolan. Gerakan menguyah Adel berlahan berhenti. Dia menatap Eires yang hanya menatap ke arah depan.
"Pembunuh?" Raut wajah Adel berubah. Dia merinding mendengar kata 'pembunuh'
Eires mengangguk. "Di sini bukan kayak di Indonesia. Di sini udah sangat berbahaya. Makanya gue nggak ngasih lo keluar mobil."
Adel menelan ludahnya. "Tapi kenapa orang luar berbondong-bondong pengen pindah ke sini?"
"Mereka hanya nggak tau cerita kelam di sini." Eires menyeruput minumannya. "Dari kecil gue udah di latih bela diri sama orang tua angkat gue. Untuk apa? Ya, untuk tinggal di sini."
Wajah Adel semakin berubah ketakutan. Dia merasa udara di sekitarnya berubah menjadi panas. Dia ingin cepat-cepat pulang ke rumah dan menutupi seluruh tububnya dengan selimut tebal.
"Tapi lo nggak perlu takut selagi ada gue."
"Uhuk..." Ucapan Eires membuat Adel tersedak. Perkataan cowok di sambingnya benar-benar membuatnya kaget.
Eires melihat ke Adel, menarik nafas dalam-dalam. "Lo udah punya pacar Del?"
Deg! Adel mematung. Matanya mengerjab beberapa kali sambil memandang Eires. Ia hanya diam, tak menjawab, karena pertanyaan Eires itu kembali membuat Adel mengingat Bagas.
"Del?" Eires menyenggol bahu cewek itu.
"Eh, iya?"
"Lo udah punya pacar?" tanya Eires lagi.
"B-belum," jawab Adel dengan pelan.
Eires menghela nafas. "Gimana kalau suatu saat gue jadi suka sama lo?"
-0-0-
Tbc
Silahkan banyak-banyak komen
Jangan lupa vomment ya:)Wiwind❤❤❤
Senin, 08 Juli 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Numbness (selesai)
Teen FictionHighest rank : #1 in boyfriend [15 januari 2019] "Jauh-jauh dari gue!" Ia mengibas-ngibaskan tangannya, seolah mengusir. Mau tidak mau Adel menurut, ia mundur dengan senyuman yang masih mengembang. "Jauh lagi!" Adel mundur lagi. "Lagi!" "Terus, la...