Pagi ini Adel sudah sampai di sekolah. Dia berjalan lesuh di sepanjang koridor mengingat uang bulanannya tinggal sedikit. Cewek itu berkali-kali menghembuskan nafas untuk menetralkan detak jantungnya yang masih berpacu dua kali lipat.
Perihal Mila mengambil uang pemberian Dony kemarin, Adel tidak bisa berbuat apa-apa selain mengikhlaskannya. Adel ingin marah, tapi dia cukup tau diri karena ia hanya anak angkat di keluarga itu.
Keringat lelah memenuhi dahinya. Cewek itu menghela nafas legah karena dia belum terlambat. Dia tidak ingin berurusan dengan bu Breta hanya karena ia terlambat.
Saat ingin berbelok menuju kelasnya, seorang cewek berkacamata menghampirinya. "Del, di cariin kak Fahri di ruang OSIS. Katanya lo hari ini jadwal piket."
Mata Adel melebar. Spontan ia memukul dahinya karena sifat pelupa dirinya kembali kambuh. Dia sangat lupa, bahkan tidak ingat sama sekali kalau jadwalnya hari ini untuk piket di ruang OSIS.
"Astaga, gue lupa! Makasih, ya, Nin. Gue ke ruang OSIS dulu."
Setelah pamit pada teman seorganisasinya, Adel berlari menuju ruang OSIS. Belum juga lelah nya hilang karena berjalan kaki ke sekolah, kini ia harus berlari lagi menuju ruang OSIS.
Setelah sampai di ruang OSIS dengan nafas yang tersenggal-senggal, Adel mengetuk pintu ruangan itu kemudian masuk. Tampak Fahri sedang sibuk dengan berkas-berkas yang ada di depannya.
Tanpa menoleh pada Adel, Fahri membuang nafas dari mulutnya. "Dari mana, Del? Kenapa telat? Lo nggak tau kalo hari ini tugas lo piket?"
Adel meneguk salivanya mendengar pertanyaan bertubi-tubi dari Fahri. Dia yakin Fahri sudah marah padanya. Biasanya kalau sudah seperti ini, Fahri hanya memakluminya. Tapi kali ini sepertinya tidak.
"Ngg-- anu kak..."
Fahri akhirnya menatap Adel. Dahinya berkerut melihat penampilan Adel yang sudah acak-acakan. "Jalan ke sekolah lagi?"
Mulut Adel mengatup. Dia hanya diam, tak menjawab pertanyaan Fahri yang jelas-jelas tertuju pada dirinya.
Ketua OSIS itu menghela nafas pelan. "Duduk Del." Fahri memerintah membuat Adel mengangguk, lalu duduk di hadapannya.
"Hati lo terbuat dari apa, sih, Del? Gue rasa kalo buatan China udah rusak, tuh!"
Adel masih diam. Wajahnya menunduk. Dia tidak ingin bertatap langsung dengan Fahri.
"Del!"
Adel mendongak, "gue nggak apa-apa kak." Cewek itu tersenyum membuat Fahri membuang wajahnya. Muak rasanya melihat senyum palsu yang selalu Adel tunjukkan padanya.
"Senyum lo aja udah nunjuki ke gue kalo lo kenapa-napa." Mata Fahri kembali terarah padanya. "Gue tau lo Del. Lo teman kecil gue. Kita tinggal di panti yang sama. Kenapa tahan banget, sih, sama keluarga kek gitu!"
Bibir Adel bergetar. Matanya terasa panas saat kembali mengingat berbuatan Mila dan Chindy padanya. "Adel pengen rasain kasih sayang orang tua kak. Adel pengen gimana di sayang layaknya anak kandung. Adel cuma pengen itu." Cewek itu menyeka air matanya dengan kasar.
"Apa kurang kasih sayang di panti? Banyak yang sayang sama lo di panti, Del."
Termasuk gue.

KAMU SEDANG MEMBACA
Numbness (selesai)
Teen FictionHighest rank : #1 in boyfriend [15 januari 2019] "Jauh-jauh dari gue!" Ia mengibas-ngibaskan tangannya, seolah mengusir. Mau tidak mau Adel menurut, ia mundur dengan senyuman yang masih mengembang. "Jauh lagi!" Adel mundur lagi. "Lagi!" "Terus, la...