Setelah mendapat kejutan yang tak terduga dari Bagas, Adel jadi mulai giat belajar. Hidup Adel berubah seiring berjalannya waktu. Ia bukan lagi gadis cengeng, yang hobinya menangis hanya karena di bentak ataupun dimarahi. Saat masih bersekolah, Adel sering mengikuti kegiatan-kegiatan positif dan ia sangat terkenal di kalangan guru-guru di sekolah itu karena prestasi yang ia capai. Bahkan, saat lulus pun ia berhasil mendapatkan nilai hampir sempurna.
Satu tahun sudah berlalu. Waktu melesat begitu cepat. Hubungan dengan Bagas perlahan membaik. Ia sering bertukar kabar ataupun bertukar cerita dengan cowok itu. Ia sering mendengar cerita dari Bagas tentang bagaimana teman-teman merindukannya. Ia juga sering berkomunikasi dengan Imam yang sudah dinyatakan sembuh dari penyakitnya.
"Lebih mendekat lagi sedikit."
Seruan seorang photografer itu membuyarkan lamunan Adel. Photografer memberi aba-aba sebelum ia mengambil gambar Adel dan Wina dengan berbagai gaya. Tangan Adel di penuhi dengan bucket bunga yang di berikan teman-temannya karena ia berhasil menjadi siswa dengan nilai tertinggi kedua, setelah siswa dari kelas lain yang mendapat nilai tertinggi pertama.
"Selamat sayang. I'm pround of you," ucap Wina lalu memeluk putrinya.
"Thank you, Mom," balas Adel sambil membalas pelukan Wina.
Adel tersenyum menyaksikan suasana di sekitarnya. Namun, perlahan senyumnya memudar ketika tidak dapat menemukan orang yang sedari tadi ia cari.
Adel pamit pada Wina sebelum bergegas ke kantin untuk membeli minum sekaligus mencari Eires. Namun, ketika Adel sampai di sana, hasilnya nihil. Ia tidak menemukan keberadaan Eires. Adel memutuskan untuk kembali ke lapangan dengab perasaan kecewa.
"Adel!"
Langkah cewek itu terhenti. Suara itu membuat Adel teridam di pijakkannya untuk sedetik. Ia menoleh dan menemukan Eires berdiri di belakangnya dengan tersenyum manis. "Eires?"
"Hai, Adel!" sapanya masih tersenyum. Adel merasa tersipu melihat senyum itu untuk beberapa saat.
"H-hai," balasnya. "Kenapa lo baru keliatan?"
"Kenapa emang? Kangen, ya?"
"Nggak usah mulai, deh!"
Eires tertawa melihat wajah jutek Adel. "Lo, sih! Gue tembak nggak pernah mau."
Adel memutar bola matanya malas. "Bodo, ah!"
Adel hendak memutar tubuhnya, tetapi Eires menahannya dengan menggenggam lengan tangannya. "Iya, maaf. Gue bercanda. Tapi soal perasaan gue ke lo sama sekali nggak bercanda."
"Ini ya, Res, lo udah ke lima satu kali nyatain cinta ke gue. Kenapa lo nggak jerah juga, sih?!"
"Kok lo tau? Emang iya, ya?" Eires mengetuk dagunya seolah sedang berpikir.
Adel memutar bola matanya lagi, lalu menyentuh tangan Eires yang masih menggenggam lengan tangannya. "Lo bener-bener suka sama gue?"
"Gue suka. Suka banget," kata Eires dengan kesungguhan hingga membuat Adel tertegun beberapa detik mendengarnya.
"Gue pikir, kalo lo itu menilai gue terlalu baik. Gue nggak sebaik yang lo kira, Res. Gue ngerasa aneh kalo lo suka sama gue." Adel memberanikan diri menatap dalam-dalam mata Eires.
"Apanya yang aneh? Bukannya cewek dan cowok itu bisa saling menyukai satu sama lain?"
Adel menghela nafas panjang sebelum akhirnya melanjutkan ucapannya. "Ada sisi lain didiri gue yang nggak lo ketahui. Di rumah, gue itu cewek berantakan, sering marah-marah, dan karena hal kecil gue bisa marahi Mama gue dan ngurung diri dikamar. Gue cuma cewek biasa, Res. Nggak ada yang spesial dari diri gue."
Eires hanya diam. Ia menatap Adel dengan tatapan sendu. Sampai kapanpun Adel tidak bisa membalas perasaannya. Dan sampai kapanpun juga Eires akan berjuang untuk mendapatkan hatinya.
"Mungkin, diri gue yang lo suka cuma ada dalam hayalan lo doang."
"Sayangnya gue nggak suka berhayal," jawab Eires dengan pelan.
Adel tersenyum tipis mendengar jawaban cowok itu. "Tapi itu nyatanya." Adel menginjak kaki Eires dengan begitu kuat, lalu kabur untuk menghindar dari balasan cowok itu.
Sementara Eires tidak terima dan langsung mengejar Adel yang tengah kesusahan membawa bucket ditangannya. Dia tertawa saat Eires tidak bisa mengejarnya. Dan cowok itu tidak putus asa, ia terus mengejar Adel dan akhirnya dapat menangkap cewek itu.
Hari ini begitu bahagia untuk SMA Ollard. Suka dan duka sudah di lalui siswa kelas dua belas. Kenangan manis sudah mereka lewati. Mereka semua di nyatakan lulus dengan nilai yang sangat mencukupi.
Kehidupan masa SMA selesai.
-0-0-
Adel dan Eires mendudukkan diri di bangku kantin setelah lelah bermain kejar-kejaran seperti tikus dan kucing. Mereka masih sama-sama diam untuk mengatur nafas yang naik turun.
Eires menoleh pada Adel yang sedang mengipas-ngipas wajahnya dengan tangannya. Cowok itu tersenyum tipis dan mengalihkan tatapannya saat Adel tiba-tiba menoleh padanya.
"Res, setelah lulus lo mau jadi apa?" tanya Adel tiba-tiba.
Eires menoleh sebentar pada Adel lalu menatap lurus ke depan sambil tersenyum. "Gue mau buat dunia jadi sedikit lebih baik, karena gue." Dan lo adalah orang yang bisa membuat dunia gue jadi lebih baik. Lanjutnya dalam hati.
Adel terdiam mendengarnya. Ia melipat tangannya di atas meja kantin dengan pipi mengembung. Rasanya sia-sia bertanya pada Eires, ia selalu menganggap semua hal itu candaan. Padahal, ia sungguh-sungguh bertanya pada cowok itu tentang keinginannya setelah lulus.
"Kalo lo?" Eires balik bertanya.
Adel kembali menoleh pada Eires dengan mulut yang masih tidak mengeluarkan suara.
Cowok itu mengangkat sebelah alisnya saat Adel tidak juga membalas ucapannya.
"Sebenarnya, gue belum menentukan masa depan gue."
Kening Eires berkerut, bingung mendengar jawaban Adel. "Kenapa?"
"Karena gue belum bisa jadi diri gue sendiri."
-0-0-
Tbc
Jangan lupa vomment ya:)Wiwind❣❣❣
Sabtu, 03 Agustus 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Numbness (selesai)
Teen FictionHighest rank : #1 in boyfriend [15 januari 2019] "Jauh-jauh dari gue!" Ia mengibas-ngibaskan tangannya, seolah mengusir. Mau tidak mau Adel menurut, ia mundur dengan senyuman yang masih mengembang. "Jauh lagi!" Adel mundur lagi. "Lagi!" "Terus, la...