07

34.7K 1.5K 42
                                    

-----

Nasib sial kenapa terus-terusan menimpah nya hari ini. Sekarang bus yang biasa mengantarnya sampai rumah mendadak tidak ada. Gojek yang sedari tadi ia tunggu pun sampai sekarang tidak datang. Kalau sudah begini, jalan satu-satunya adalah berjalan kaki sampai rumah.

Di tengah perjalanan, kakinya mendadak tidak bisa di gerakkan melihat laki-laki di keroyok tiga orang preman. Pilihannya hanya dua. Melarikan diri atau menolong laki-laki itu.

Tapi, melihat laki-laki itu yang sudah tidak berdaya, pilihan Adel jatuh pada opsi yang kedua. Dengan bakal bela diri yang pernah ia pelajari waktu SMP dulu, Adel memukul dengan kuat pada salah satu preman menggunakan tasnya.

Kegiatan ketiga preman itu berhenti, seperti yang di harapkan Adel. Namun, ketiga preman itu malah mengalihkan perhatiannya pada Adel yang berdiri tidak jauh dari mereka sambil memeluk tasnya.

"Mau apa lo?" teriak preman berambut merah terang. Sangat kontras dengan kulitnya yang hitam legam.

"Bang, dia udah mau mati tuh," ucap Adel membuat ketiga preman saling tatap, lalu tertawa.

Adel mulai melangkah mundur. Dia was-was jika ketiga preman itu berbuat yang tidak-tidak padanya. Lalu, matanya tertumbuk ke arah laki-laki yang di keroyok tadi, yang ternyata memakai seragam sekolah sama dengannya.

Salah satu preman meneliti penampilannya. "Dari penampilan lo, kelihatannya lo anak orang kaya. Kalo lo nggak mau kayak dia, bagi duit lo sekarang juga."

Adel memaksakan tertawa. "Anak orang kaya? Ngacoh ah, Abang! Emak gua cuma tukang cuci, bapak gua tukang bangunan, Bang. Dan gue nggak punya apa-apa," alibinya.

"Halah, cepetan!" Preman bertato tidak jelas menarik tasnya, lalu mulai mengobrak-abrik isinya. "Buku semua," gerutunya.

"Saya kan, pelajar Bang. Jadi bawa buku lah, masa bawa bom panci."

Telunjuk preman itu mengarah padanya. "Lo bercanda, ya, sama kita! Serahin duit lo sekarang!"

Adel semakin mundur. "Gue orang miskin, Bang!" Ia mencengkram roknya dengan kencang saat salah satu preman itu memperhatikan dadanya. Kalau sudah begini, lebih baik dia lebih memilih opsi pertama saja. Atau, mencari pertolongan dulu.

Ketika ingin berlari, tangannya keburu di tarik oleh preman yang memperhatikannya tadi. Dia meronta untuk di lepaskan.

"Tolong! Tolong!" teriak Adel berusaha melepaskan tangan preman itu dari tangannya. Teriakannya hanya mengambang di udara dan ketakutannya semakin besar.

Adel semakin berontak, tapi tidak berpengaruh sedikit pun. Dia hendak memohon agar preman itu melepaskan tangannya. Namun, preman itu sudah tersungkur di tanah. Tangannya sudah terlepas.

Dua temannya yang tadi juga ikut menahan tangannya pun melepaskan Adel dan menghampiri teman mereka yang sudah terkapar. Adel langsung mundur. Ternyata, serangan itu berasal dari sampingnya.

Adel terperangah melihat Bagas sudah mengambil ancang-ancang hendak melawan. Dia menyuruh preman-preman itu untuk berkelahi dengannya. Tapi, Adel menahan Bagas dan menyuruhnya untuk kabur saja. Bagas tidak mengidahkan ucapan itu. Dia malah terlihat senang saat salah satu preman mulai terpancing ucapannya.

Mereka berkelahi satu lawan satu. Satu persatu ketiga preman tadi tersungkur karena pukulan Bagas. Adel yang melihat itu meringis ngeri. Ia tidak pernah sebelumnya melihat Bagas semurka itu.

"Gas, udah! Kita pergi aja," seru Adel yang kembali menahan tangan Bagas yang ingin memukul preman itu.

Bagas hanya meliriknya. Dan kembali melayangkan bogeman yang cukup keras di rahang preman berambut merah. Ternyata itu adalah pukulan terakhirnya. Bagas menarik tangan Adel untuk segera pergi dari sana. Tapi Adel mencegahnya saat dilihatnya laki-laki tadi masih terbaring di tanah.

"Dia gimana?"

"Nanti gue suruh orang buat anterin dia ke rumah sakit. Sekarang lo naik," titah Bagas yang mulai menghidupkan mesin motor.

Tanpa bicara lagi, Adel akhinya menurut dan naik ke motor cowok itu.

-0-0-

Warung Abah hari ini tidak begitu ramai. Ini adalah tempat favorit Bagas dan kedua temannya. Kalau sudah di sini, rasanya tidak ingin pulang. Abah yang begitu ramah pada pelanggannya membuat warung ini di isi oleh orang-orang baru setiap harinya.

"Muka lo kok bonyok?" tanya Imam meneliti wajah Bagas yang terdapat beberapa bekas luka membiru.

Bagas tidak menjawab. Dia menyeruput es teh manis yang sedari tadi dia anggurin karena bermain mobile legend di ponselnya.

"Gue sumpahin lo bisu," sarkas Jaka.

Bagas menoleh ogah-ogahan. "Ketonjok," jawabnya.

Perhatian Imam dan Jaka langsung terfokus pada Bagas sepenuhnya. Mereka menatap Bagas penasaran dan menyuruhnya untuk menjelaskan apa yang terjadi pada cowok itu.

"Ini," tunjuknya pada luka membiru di pelipisnya. "Gue kurang cepat ngelak. Kalo ini," tunjuknya pada sudut bibir yang luka. "Emang gue biarin. Kasih point dikit," ucapnya membanggakan diri.

"Heleh, bapak lu tau paling di kurung di kamar," celutuk Jaka.

Bagas menjitak kepala temannya itu. "Sian lo!"

Jaka terkekeh. "Btw, berantem sama siapa lo?"

"Preman. Tiga orang sekaligus, dong," ujarnya sambil menepuk dadanya; bangga.

Tidak berapa lama Abah datang membawa pesanan mereka. Nasi goreng di sini bukan sembarang nasi goreng yang orang-orang jual. Nasi goreng Abah memiliki rasa yang berbeda. Aromanya saja bisa membuat perut keroncong.

"Makasih Bah," kata Bagas pada Abah yang tersenyum padanya.

Bagas mengambil sesendok nasi goreng yang asapnya masih mengepul itu dan meniupnya pelan. Lalu mulai menyantapnya dengan nikmat.

"Gas." Imam menyenggol tanganya. "Ada rival lo tuh," katanya sambil menunjuk cowok yang baru masuk ke warung.

Bagas mendongak, melihat Fahri sedang berbicara pada Abah. Lalu, kembali mengalihkan tatapannya dari cowok itu. "Emang kenapa?" tanya Bagas malas.

"Kerjain yuk," kata Jaka. Ide usil muncul di otaknya.

"Ogah! Lo aja sono."

"Kenapa lu bocah? Biasanya lo yang paling semangat," ucap Imam.

Bagas menggeleng dan mengangkat bahunya. "Males. Bukan tandingan gue," ujarnya dengan sombong.

"Milis. Bikin tindingin gii," ucap Jaka menirukan gaya berbicara juri acara masak-masak di tv. "Heleh. Kenak matematikanya baru tau rasa lo."

Imam terbahak. "Bener, bener. Lo emang jago berantem. Tapi dia lebih jago matematika, man."

"Bodo Mam, bodo. Emang gue peduli, ya?"

-0-0-

Di part ini, Bagas nggak ada. Kenapa? Karena...... ada deh hehe
Di part selanjutnya akan dijelaskan hoho

Tim Bagas/ Tim Fahri
Ayo angkat tangannya guys

Wiwind
Istri sah Shawn Mendes❤

Jumat, 12 April 2019

Numbness (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang