Hujan yang begitu deras mengguyur kota Jakarta sore ini. Tidak seperti hari-hari biasanya yang begitu terik. Adel mengibas-ngibaskan bajunya yang terkena air hujan dan menyusul Bagas yang sudah berteduh duluan. Cowok itu benar-benar tidak ada perhatiannya sedikit pun.
Adel berdiri di samping Bagas yang terlihat cuek. Cowok itu malah sibuk bermain ponsel dan menghiraukan Adel yang sudah basah kuyup. Adel menggeser tubuhnya agar lebih mendekat pada cowok itu.
Udara begitu dingin. Adel bersedekap tangan kala udara dingin itu menyapu permukaan kulitnya. Di sekeliling mereka banyak orang yang bernasib sama. Ada yang berhenti di tepi jalan dan cepat-cepat mengenakan jas hujan. Ada yang ikut berteduh seperti mereka di emperan toko. Dan ada juga yang tetap melanjutkan perjalanan walau hujan mengguyur mereka.
Beruntung bagi mereka yang menggunakan mobil pribadi, jadi tidak merasakan hujan yang tiba-tiba turun.
Adel mengamati setiap tetes air hujan itu, hingga tak sadar hujan sudah redah. Ia menoleh pada Bagas, namun cowok itu tidak ada di sampingnya. Ia menatap sekelilingnya, mencari keberadaan cowok itu. Ternyata, ia sudah duduk di atas motornya sambil membersihkan sisa-sisa air yang menempel di badan motor itu.
"Masih mau di situ atau pulang?" tanya Bagas sembari memakai helm.
Adel gelagapan. Dengan cepat ia naik ke atas motor, dan kembali memakai helmnya.
Langit sore keunguan menjadi pemandangan indah yang tidak boleh Adel sia-siakan untuk dilihat. Dia tersenyum haru. Tidak pernah ia membayangkan pemandangan indah itu menjadi pengantar pulangnya bersama Bagas.
Di sepanjang perjalanan tidak henti-hentinya dia mengembangkan senyuman. Dia tau, kelakuannya ini akan mengundang banyak orang berpikir kalau dia gila. Tapi dia tidak peduli. Karena kata bi Inah, rasa senang itu tidak boleh di tahan, nanti jadi penyakit.
Bagas melirik Adel dari spion dan mengernyit heran. Sudah ketiga kalinya ia mendapati Adel tengah senyum-senyum sendiri.
"Lo gila?"
"Hah?" Adel tak mengerti apa yang cowok itu maksud.
"Dari tadi Lo kenapa senyum-senyum sendiri? Gila Lo?"
Adel terkekeh, "gila karena kamu."
Bagas menggeleng kepalanya heran. Kenapa di dunia ini ada cewek kayak Adel, sih?.
"Aneh Lo!"
"Aneh-aneh gini, pacarnya Bagas tau," balas Adel.
"Pacar Gue tuh, se tipe sama Marion Jola bukan kayak elo!"
Adel hanya menanggapi kehaluan Bagas dengan kekehan. "Bagas tau, hujan itu sama kayak aku loh." Ia mengubah topik pembicaraan mereka.
Bagas mengernyit, "Kenapa gitu?"
"Karena, walaupun dijatuhi berkali-kali, dia nggak pernah marah sama Tuhan. Karena itu sudah takdirnya..." Tangannya mulai melingkar di pinggang Bagas dan menyandarkan kepalanya di punggung besar cowok itu. "...sama kayak aku, yang nggak pernah marah sama kamu."
Tubuh Bagas sedikit tersentak mendengar ucapan itu. Dia mencoba mencerna kata demi kata yang Adel lontarkan.
"Terus, Bagas tau nggak, persamaan kamu sama lingkaran?" tanya Adel.
Bibirnya menjawab pelan, "apa?"
"Sama-sama tak terhingga."
-0-0-
"Ini rumah siapa?" Adel berdiri kaku menatap rumah di depannya. Dia menatap Bagas yang sedang memasukkan motornya ke garasi.
"Rumah Gue. Kenapa?" Bagas mengangkat alisnya.
"Ngapain kamu ngajakin aku ke sini?" Adel menatap bingung pada Bagas.
"Lo mau masuk angin dengan terus make baju Lo yang basah?" Bagas menelengkan kepalanya. "Kalo iya, berarti Lo hebat." Ia mendorong kening Adel pelan. Bagas kemudian menarik tangannya dan menuntunnya untuk masuk.
Bagas membuka pintu sambil mengucapkan salam ala kadarnya dan suara berisik di rumah itu mulai terdengar jelas. Adel menunduk, menatap tangan Bagas yang masih memegang tangannya. Tanpa sadar dia tersenyum.
Di ruang tengah, ada seorang cowok kira-kira masih SMP sedang bermain dengan anak perempuan kecil yang berada di atas punggungnya. Mereka bermain kuda-kudaan. Dia berdiri sambil menggendong anak kecil itu di punggungnya saat melihat Bagas dan Adel.
"Mil, Mil. Liat tuh, abang lu bawa cewek ke rumah." Anak SMP itu menyeringai penuh arti pada mereka. "Cantik lagi ceweknya."
Bagas dan Adel sama-sama melotot. "Maksud Lo apaan ngomong gitu?"
Cowok itu menoleh ke belakang melihat anak kecil itu. "Cowoknya galak Mil. Main sama abang di kamar mama aja, yuk?"
"Ayukkk!!!" teriak Emil dengan semangat.
"Pesawat meluncurrrr!!!" teriak cowok SMP itu.
Adel melihat mereka berlari menaiki tangga menuju lantai dua. Dia kemudian menatap Bagas. "Mereka adik-adik kamu?"
"Iya. Yang satu namanya Adrian. Satu lagi Emil, korban kecelakaan orang tua Gue," jawabnya dengan santai.
Adel melebarkan matanya. Dia paham apa yang di maksud Bagas. Tapi, apa perlu di jelaskan pada orang lain seperti Adel?
Bagas melangkah dengan santai mendahuluinya. Adel masuk semakin dalam ke rumah itu. Tiba di ruang keluarga, dia mengerjap dan hanya bisa diam di tempat karena tak tahu harus melangkah ke mana. Sementara, Bagas sudah pergi entah ke mana. Adel meringis sendiri. Dia sibuk memerhatikan sekelilingnya.
"Eh, ini siapa?" Wanita paruh baya tiba-tiba muncul dari belakangnya. Adel refleks berbalik menghadap wanita itu. "Bagas, kenapa nggak bilang mama kalau ada tamuuu???!!" Wanita itu tersenyum padanya. Adel membalas senyuman wanita itu seadanya.
"Halo, Tante..."
Cowok SMP tadi keluar dari kamarnya, berlari sambil berteriak. "Ma! pacar bang Bagas, tuh!" Ia langsung duduk di meja makan, dan mencomot keripik kentang di dalam toples.
Adel tak tahu harus bereaksi seperti apa. Dia menggaruk pelipisnya yang tak gatal, hanya bisa tersenyum pada wanita itu. Mamanya Bagas ikut tersenyum dan menatap tajam Adrian.
"Hush, kamu ngomong apa, sih?" kata wanita itu. "Kamu udah makan? Makan bareng tante, yuk?"
Ia baru saja ingin menjawab, tapi Bagas tiba-tiba muncul dengan wajah seperti biasa, cuek. Ia sudah mengganti seragamnya dengan baju santai; celana pendek dan kaos oblong.
"Lo belum ganti baju juga? Mau bener-bener masuk angin Lo?" Adel menatapnya tak mengerti, kemudian Bagas menarik tangannya dan membawanya pergi. Mamanya Bagas hanya mengernyit melihat kelakuan putranya.
Adel mengikuti langkah Bagas yang menarik tangannya. Ia kemudian ikut berhenti ketika Bagas berhenti di depan pintu sebuah kamar. Sebelah tangan cowok itu menggenggam daun pintu, lalu membuka lebar pintu kamar itu. Nuansa black white langsung menyambut, membuat Adel langsung bisa menebak kalau ini adalah kamar cowok itu.
Bagas masuk lebih dulu ke kamar itu, lalu mengambil sesuatu dari dalam laci. "Lo keringin baju sama rambut Lo pake ini," katanya sambil meletakkan hair dryer di atas tempat tidur. Kemudian dia berjalan ke arah lemari besar yang ada di sudut kamar.
"Ganti baju Lo pake ini." Bagas mengulurkan sebuah kaos pada Adel. Ia kemudian berbalik dan pergi setelah Adel mengambil pemberiannya.
Adel menoleh begitu mendengar suara pintu kamar tertutup dari luar dan Bagas sudah tidak ada di kamar.
Sedari tadi Adel tidak membuka suara. Dia masih tidak percaya, sekarang dia berada di rumah cowok itu. Ia lalu duduk di tepian tempat tidur dan mulai menyalakan hair dryer untuk mengeringkan rambut dan bajunya.
Suara berat seseorang terdengar dari luar. Adel kemudian mematikan hair dryer di tangannya, lalu bangkit dan berjalan untuk membukakan pintu itu yang sebelumnya ia kunci ketika mengganti bajunya yang basah dengan kaos yang di berikan Bagas tadi.
Bagas berdiri di depan pintu. Dia menatap penampilan Adel dengan tatapan yang susah di artikan. Jantungnya mendadak berdebar tak karuan ketika menyadari bahwa cewek itu sudah mengenakan kaos miliknya. Dia tersadar ketika mendengar Emil mengoceh di gendongannya.
"Kakak!!" Seruan malaikat kecil itu membuat senyuman Adel mengembang.
"Halo! Siapa namanya?" tanya Adel sembari menyentuh rambut Emil.
"Emi!" jawab Emil dengan antusias.
"Emil." Bagas membenarkan ucapan gadis kecil itu.
"EMI!" teriak Emil tak mau kalah.
"Emil," kata Bagas lagi.
Wajah Emil memerah seperti menahan tangis. Pelupuk matanya sudah berair.
"Bagas jangan di lawani Emil-nya. Dia kan masih kecil, nggak tau apa-apa." Emil merentangkan tangannya pada Adel dan meminta Adel untuk menggendongnya. Dengan senang hati Adel menyambut gadis itu. Dia tidak jadi menangis dan memeluk leher Adel dengan kuat.-0-0-
Gimana woi?
Kalo nggak suka bilang ya:)Jangan lupa vomment:)
Wiwind
Selingkuhan Xiumin❤Rabu, 01 Mei 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Numbness (selesai)
Teen FictionHighest rank : #1 in boyfriend [15 januari 2019] "Jauh-jauh dari gue!" Ia mengibas-ngibaskan tangannya, seolah mengusir. Mau tidak mau Adel menurut, ia mundur dengan senyuman yang masih mengembang. "Jauh lagi!" Adel mundur lagi. "Lagi!" "Terus, la...