Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Namun, Adel tidak bisa tidur karena masih memikirkan kotak tanpa nama itu. Ia masih setia menatap kotak itu sambil menunggu Wina pulang. Ia mewanti-wanti kalau kotak itu rupanya di tuju untuk Wina, bukan dirinya.
Suara engsel pintu yang berdecit cukup keras terdengar sampai ke kamar Adel. Dengan cepat cewek itu turun untuk menemui Wina dan menanyakan tentang kotak yang sekarang ia pegang itu.
"Loh, kamu belum tidur?" tanya Wina saat menemukan Adel menuruni anak tangga.
"Belum. Nggak bisa tidur," jawabnya. "Oh iya, Ma. Tadi siang Adel nemuin paket ini di depan pintu. Ini punya Mama?" Ia menunjukkan kotak merah muda itu pada Wina.
Wanita itu menyipit menatap kotak itu dengan kening berkerut. "Itu bukan punya Mama. Punya kamu kali?"
"Punya aku? Masa, sih?" Adel menggaruk pelipisnya, merasa bingung.
"Coba di buka aja." Inisiatif Wina membuat Adel kembali menatap kotak itu dengan rasa penasaran. Kalau kotak ini bukan dituju untuk Wina, berarti kotak ini dituju untuk dirinya. "Yaudah, Mama mau ke kamar dulu. Kamu jangan tidur larut malam." Wina beranjak menuju kamarnya setelah mengatakan itu.
Sementara Adel, masih dengan rasa penasaran, ia kembali menuju kamarnya. Ia meletakkan kotak itu di atas tempat tidurnya, lalu ikut duduk di sisi ranjangnya.
Dengan gerakan pelan, Adel membuka kotak itu dengan hati-hati. Mulut Adel ternganga saat melihat isi kotak itu. Sebuah jam tangan berwarna hijau tosca yang tersimpan sangat rapi di sana. Ada selembar surat dan sebuah palaroid yang terselip di pinggir kotak bersama jam tangan itu.
Adel mengambil surat itu, lalu membukanya dengan perasaan yang bergemuruh.
Happy birthday, happy birthday, happy birthday to you. Selamat ulang tahun Adelia.
Adel tertegun membacanya. Ia baru ingat kalau besok hari ulang tahunnya. Kenapa ia bisa melupakan hari istimewa dalam hidupnya?
Maaf beberapa bulan ini aku nggak pernah lagi nelpon kamu. Nggak pernah lagi ngabarin kamu. Seperti yang kamu mau, aku harus bisa lupain kamu. Tapi maaf, sampai sekarang aku belum bisa. Apa kabar kamu di sana?
Sudut bibir Adel tertarik membentuk lengkungan kecil. "Baik," jawab Adel seolah ia berbicara langsung dengan orang di dalam surat itu.
Aku tebak, kamu pasti lagi rindu aku, kan?
Adel mendengus. "Pede banget!"
HAHAHA aku emang kepedean banget parah! Jelas-jelas kamu udah punya pacar.
Adel menghentikan membacanya beberapa saat. Pacar? Ingin rasanya ia berteriak kalau ia hanya beralibi punya pacar dan itu tidak benar.
Kamu tahu, di sini lagi musim-musimnya hujan. Di mana-mana becek. Kamu tahu kenapa? Karena orang yang sayang sama kamu lagi merindu. Dia selalu curhat sama langit kalau dia kangen banget sama kamu. Setelah itu, hujan pun turun.
Air mata Adel tumpah membaca kalimat terakhir dari bait itu. Dadanya naik turun. Nafasnya bergemuruh hebat. Mulutnya seketika kehilangan suara.
Jam tangan itu untuk kamu. Di jaga, ya. Supaya kamu selalu ingat waktu dan ingat aku seperti aku yang selalu ingat kamu.
Selamat ulang tahun wanita yang paling kucinta. I love you.
Bagas.
Adel menatap nama si pengirim surat dan jam tangan itu dengan pilu. Dadanya terasa begitu sesak. Ia sekarang tidak bisa menyembunyikan rasa rindunya. Ia ingin kembali ke masa dimana ia masih mengejar-ngejar Bagas, walau pun cowok itu tidak pernah menganggapnya ada.Ia mengusap air matanya lalu mengambil palaroid yang juga terselip di sisi kotak. Mata Adel melebar melihat foto yang memperlihatkan Bagas sedang tersenyum memegang kue ulang tahun. Cowok itu mengenakan seragam sekolah dengan sangat rapi. Seragam yang di masukkan pada tempatnya, rambut yang di sisir rapi, dan juga senyum andalan yang membuat Adel merasa speechelss melihatnya.
Adel membalik palaroid itu dan ada pesan yang ditulis dengan pulpen tinta hitam di sana.
Happy birthday, Adel. Maaf kuenya nggak bisa aku kirim ke sana. Udah habis di makan sama anak-anak. HAHAHA
Adel ikut tertawa membacanya. Bagas ternyata masih sama seperti dulu. Selalu bisa buat orang-orang di sekitarnya tertawa.
Tanpa sepengetahuannya, Wina sejak tadi menguping di balik pintu kamar putrinya. Wanita itu tersenyum haru mendengar suara tawa Adel yang sangat jarang ia dengar.
"Adel udah baca surat dari kamu," ucapnya pelan pada seseorang di balik telpon.
"Reaksi Adel gimana Tante?"
"Seperti dugaan kita, Adel nangis. Pasti dia rindu banget sama kamu."
"Bagas jadi merasa bersalah buat Adel nangis." Bagas menghela napas panjang untuk akhirnya meneruskan ucapannya. "Bagas juga seneng kalau Adel juga rindu sama Bagas."
Wina tersenyum. "Kalo gitu, Tante tutup telponnya, ya. Tante takut Adel denger dan dia malah marah sama Tante."
"Iya, Tante. Makasih banyak udah mau bantuin Bagas. Kalau nggak ada Tante, Bagas nggak tau harus gimana lagi."
"Iya, sama-sama."
-0-0-
Tbc
Jangan lupa vomment ya:)Wiwind❣❣❣
Senin, 29 Juli 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Numbness (selesai)
Teen FictionHighest rank : #1 in boyfriend [15 januari 2019] "Jauh-jauh dari gue!" Ia mengibas-ngibaskan tangannya, seolah mengusir. Mau tidak mau Adel menurut, ia mundur dengan senyuman yang masih mengembang. "Jauh lagi!" Adel mundur lagi. "Lagi!" "Terus, la...