40

19.4K 670 16
                                    

"Just the way you are."

Setelah Adel mengucapkan kalimat alibi itu, Bagas benar-benar tidak pernah menghubunginya lagi. Sudah sebulan berlalu Adel tidak pernah mendengar suara yang selalu mengganggu pikirannya itu. Tapi, ia selalu memfokuskan diri dengan hal-hal yang positif untuk sedikit bisa melupakan cowok itu, walaupun rasanya ia tidak mampu.

Sejujurnya, ia rindu dengan sosok yang membuatnya semangat pergi ke sekolah itu. Tapi, Adel yakin, keputusan yang ia ambil adalah keputusan yang benar untuk kedepannya.

"Adel!" Eires menepuk pelan bahu Adel dari belakang. Kemudian ikut duduk di sebelah cewek itu.

Adel menoleh. "Iya, ada apa, Res?"

"Gue panggilin dari tadi nggak nyahut-nyahut. Lagi ngelamunin apa, sih?"

Adel memggeleng lemah, membuat Eires menatapnya dengan mata menyipit.

"Lo nggak makan? Gimana, kalo gue pesenin? Gue tau makanan kesukaan lo," tawar Eires.

"Nggak usah, Res. Gue nggak laper," jawab Adel pelan.

"Kalo nggak laper, gue pesenin minuman, ya? Tunggu sebentar." Eires beranjak pergi membeli minuman untuk Adel di cafetaria yang tidak jauh dari tempatnya sekarang.

Adel tidak bersuara. Ia membiarkan cowok itu melakukan apa yang dia mau. Tidak lama, Eires kembali dengan dua minuman dingin di tangannya. Cowok itu tersenyum simpul, lalu meletakkan kedua minuman itu di atas meja.

Eires membuka tutup botol minuman miliknya, lalu mulai menenggaknya.

"Eires," panggil Adel dengan suara pelan. Matanya menatap lurus pada minuman yang tadi di beli Eires untuknya.

"Hmm," sahut Eires dengan gumaman pelan.

"Menurut lo, salah ya, ninggalin seseorang tanpa alasan?"

Pertanyaan aneh Adel barusan sontak membuat Eires memperhatikan cewek itu cukup lama. "Maksud lo?" tanyanya, belum paham.

"Menurut lo, apa gue salah ninggalin orang yang sayang sama gue tanpa alasan?" Adel memperjelas pertanyaannya.

Eires semakin mengerutkan dahinya. Ia yakin, ada sesuatu yang di tutupi Adel hingga ia menanyakan pertanyaan aneh semacam itu. Bagaimana tidak aneh, Eires tahu dulu Adel bertekad tidak ingin berpacaran dengan siapa pun, tapi kenapa Adel malah menanyakan soal itu kepadanya?

Adel menoleh, karena cukup lama Eires tidak menjawab.

"Jelas aja lo salah. Lo bukan cuma buat dia kecewa sama lo, tapi justru buat dia berubah. Baik berubah secara fisik ataupun sikap," ucap Eires.

Adel tertegun cukup lama. Apa yang di katakan Eires ada benarnya. Kepergiannya dapat merubah sikap Bagas kepada orang lain. Kenapa ia tidak memikirkan ini sebelumnya?

"Menurut lo, gue berubah atau enggak?"

"Lo banyak berubah, Del. Jadi tambah mandiri dan nggak cengeng lagi," ucap Eires. Jadi tambah cantik juga, tambahnya dalam hati. "Lo kadang ngeselin!" Tapi ngangenin. "Suka marah-marah nggak jelas sama gue." Tapi gue suka.

"Jadi perubahan yang baiknya cuma mandiri aja, nih?" kata Adel yang merasa terainggung.

Eires tertawa di tempatnya membuat Adel mencibir. Tapi, seketika tawa cowok itu lenyap. Kini ia menatap Adel dengan lekat. "Jangan di pikirin hal-hal yang menggangu pikiran lo. Intinya, gue suka lo yang sekarang dan yang apa adanya," ucapnya sambil tersenyum.

Adel mematung di tempatnya. Matanya melebar mendengar kata-kata Eires tadi. Suka? Apa cowok itu mengatakan perasaannya secara tidak langsung?

-0-0-

Perkataan Eires saat di kantin tadi terus-terusan menganggu pikiran Adel. Ia bahkan tidak fokus saat guru menerangkan di depan. Pikirannya melayang entah kemana-mana. Guru yang sedang menerangkan di depan ia abaikan begitu saja.

Ting!

Bunyi yang sangat singkat, tapi mampu membuat guru yang terkenal killer itu menghentikan gerakkan tangannya di papan tulis. Seluruh penghuni kelas juga kompak menghentikan kegiatan mencatat mereka dan menoleh ke sumber suara yang berasal dari loker meja Adel.

Cewek itu menelan ludahnya saat guru yang sering di panggil Madam Jero ikut menoleh ke arahnya.

"Whose cellphone's sound?" tanya guru itu dingin. Matanya mengarah kearah Adel karena teman sekelasnya kompak menatapnya. "Adelia, is that your cellphone?"

Adel lagi-lagi menelan ludah saat melihat kilatan tajam dari mata Madam Jero. Ia dengan pelan mengangguk.

"you're out of my class now!" bentaknya dengan suara nyaring.

Sial! Adel lupa mengubah mode suara ponselnya menjadi silence.

Tanpa bantahan, Adel menurut. Ia mengambil ponselnya dari loker meja lalu berjalan menuju pintu kelas dengan menunduk takut sekaligus malu. Percuma membantah kemauan guru itu, tidak akan ada hasilnya.

Setelah di luar kelas, Adel membuka ponselnya untuk melihat siapa yang mengiriminya pesan di saat waktu jam belajar mengajar sedang berlangsung?

Adel menghembuskan nafas kesal ketika tahu si pengirim pesan adalah Eires.

Akhirnya Adel memutuskan untuk menemui Eires dan memberinya pelajaran. Belum juga lima langkah melangkah, suara seseorang yang memang Adel cari-cari memanggilnya.

"Adel!"

Adel menoleh kebelakang dan mendapati Eires tengah tersenyum tengil. Ia berlari kecil menyusul cowok itu. Tanpa basa-basi, Adel menjambak rambut Eires hingga menimbulkan suara teriakan nyaring dari mulut Eires.

"ADOOOWWWHHH!!!"

"Lu rese banget sih, ngirimin pesan nggak jelas ke gue!" ucap Adel yang masih menjambak rambut Eires.

"Emang kenapa, sih?" Eires meringis saat Adel mengencangkan jambakkanya.

"Gara-gara lo gue di usir Madam Jero dari kelas!" kesal Adel lalu melepaskan tangannya dari rambut Eires.

"Loh, emang ponsel lo nggak lo silence, kan?"

Adel menggeleng, lalu memukul bahu Eires dengan keras.

"Gila, lo! Cewek apa cewek lo, sih? Badan bebeluc, tenaga l-men!"

Adel mendengus merasa tersinggung dengan ucapan Eires. Tapi cowok itu hanya nyengir tanpa dosa.

"Nanti pulang sekolah bareng gue, ya?"

-0-0-

Tbc
Jangan lupa vomment ya:)

Wiwind❤❤❤

Minggu, 21 Juli 2019

Numbness (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang